Thursday, January 19, 2012

Tentang Parenting (LAGI??)


Kayaknya topik ini sering banget deh ya diomongin, sampe pusing sendiri bawaannya, hehe...Tapi karena jadi orang tua itu status seumur hidup, pelajaran yang didapat pun sepertinya tidak berakhir.

I'm not gonna talk about UHT, home made food, imunisasi dan sebangsanya ya, karena udah banyak banget bahasan tentang itu di blog para ibu lainnya yang lebih kompeten daripada gue =p And frankly speaking, gue termasuk yang cuek soal topik beginian. Gue masih ngasih susu pertumbuhan (bukan UHT), suka beliin Yofel makanan di restoran (dan sesekali nggak bisa terhindar dari MSG si musuh bersama), dan gue melengkapi Yofel dengan imunisasi, apapun yang disarankan dokter (meski masih suka telat, hehe).

Jadi, jadi, jadiiiiii....sebenernya tulisan ini dibuat karena gue kepikiran beberapa hal yang terjadi dalam lingkup hidup gue akhir-akhir ini.

Salah satunya, tante gue, yang baru-baru ini curhat sama nyokap gue tentang ketidakrelaannya melepaskan anak perempuannya yang paling besar untuk menikah dengan seorang lelaki dari Inggris. Kenapa nggak rela? Karena anak bungsunya pun sudah diboyong oleh suaminya, yang juga seorang British guy. Masa harus dua-duanya sih kawin sama bule? Gitulah kira-kira keluh kesah si tante sama nyokap gue. Tapi di lain pihak, tante gue ini juga sadar kalau anak-anaknya sudah dewasa. Apalagi, yang menyekolahkan mereka ke London sehingga akhirnya ketemu dengan para pria Inggris itu juga tante gue. Jadi dilema sebagai orang tua itu emang gak pernah berakhir ya. Seberapapun dewasanya anak kita nanti, tetep akan ada "my little kiddo" sense yang menguasai hati kita.

Hal yang mirip juga menimpa nyokap gue, saat adik gue mengakhiri hubungannya dengan cowok yang sudah dianggap anak sendiri sama nyokap gue. Sambil berlinangan air mata, nyokap bercerita sama gue tentang harapan-harapannya, apalagi usianya yang semakin tua dan cita-citanya ingin melihat adik gue bahagia. Tapi kenyataannya adik gue nggak bahagia, jadi harusnya nyokap lebih mudah menerima dong? Ternyata nggak sesimpel itu. Meski nyokap bilang sekarang sudah bukan jaman Siti Nurbaya, tetep saja sebagai orang tua ada perasaan "memiliki" anaknya, ingin memilihkan "yang terbaik" untuk anaknya. Dan who knows? Sometimes, parents know best. But still, children have their own thinking, living their own life.

Merinding juga membayangkan suatu saat nanti gue harus siap menghadapi hal yang sama. Merelakan. Melepaskan. Dan mendoakan. Bukan memiliki, apalagi mengatur hidup anak gue.

Ujian terkecil datang setelah libur tahun baru kemarin. Ketika nanny-nya Yofel cuti dan pulang kampung, sementara gue dan Rayo sudah harus masuk kerja. Akhirnya, kita memutuskan untuk menitipkan Yofel di Bogor. Without nanny. Without us. And it's damn difficult at first! (Sebelumnya, gue sudah beberapa kali meninggalkan Yofel karena harus dinas, rekor terlama adalah 2 minggu, tapi selalu ada nanny atau papanya). Takut juga Yofel kangen dan mencari-cari kita. Takut Yofel nggak mau makan. Takut oma opanya di Bogor stress. Dan nggak rela kalau mereka sampai melakukan hal-hal yang "kurang sesuai" dengan kebiasaan kita.

But turned out, everything's going well. Yofel emang susah makannya (but he's a picky eater anyway, doesn't matter who watched for him), kadang bertanya-tanya di mana mama, papa atau ncus. Tapi toh, he lives! And we live too =)

Jadi...dua puluh tahunan lagi, harusnya kita siap dong ya melepas dia? Merelakan dia memilih jalan hidupnya? (yea, rite!!!!)

No comments:

Post a Comment