Saturday, August 19, 2006

Tentang Indonesia

Terakhir kali gue ikut upacara bendera untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia adalah tujuh tahun yang lalu, dengan seragam putih hitam dan atribut ospek, diiringi tatapan "haus darah" para senior di kampus Unpar.

Dan kemarin, karena diajak beberapa teman yang entah kenapa lagi kesambit semangat nasionalisme berlebihan, akhirnya gue kembali ke lapangan upacara bendera, kali ini di Wisma Duta KBRI, dengan suasana kelewat santai karena diselingi foto" bareng, dengan kostum warna merah, dan tanpa pembacaan teks Pancasila (I wonder why?).

Meskipun suasana upacaranya nggak seserius upacara bendera waktu jaman SD (yang dilakuin setiap Senin pagi!), gue cukup kaget juga karena ternyata gue masih hafal mati lirik lagu mengheningkan cipta (secara dulu gue anggota paduan suara di sekolah) dan pembukaan UUD 45 (Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan...).

Waks! Hasil doktrinasi bertahun-tahun dari mulai seragam putih merah sampai putih abu-abu ternyata nggak sia-sia. Gue nggak tau, apakah anak SD jaman sekarang masih wajib hafal mati butir-butir Pancasila dan pasal-pasal dalam UUD 45. Dan gue juga nggak tau, apakah PPKN yang dulunya bertitel PMP sekarang udah diganti dengan akronim lain, atau bahkan udah dihapuskan dari kurikulum sekolah. Tapi gue pikir, kebegoan kurikulum sekolah jaman dulu dengan segala "pemaksaan nasionalisme" nya itu adalah bagian dari diri gue, generasi gue, dan kenangan gue sama segala hal tentang tanah air.

Seorang teman pernah bilang, dia merasa sebagai bagian yang terbuang di Indonesia, dan gue masih inget ucapannya: "Gue lebih baik dijajah di negara orang, oleh bangsa lain, daripada dijajah di negeri sendiri, oleh bangsa sendiri".

Seorang teman lain pernah juga berargumen tentang kecintaan gue sama tanah air: "Kamu kangen sama Indonesia karena kamu termasuk salah satu orang beruntung yang punya segala fasilitas enak di sana. Kalo misalnya kamu dateng dari keluarga yang nggak beruntung misalnya, apa kamu masih pengen pulang? Apa Kopaja buat kamu tetep punya nilai romantis dan sentimentil?"

Dan gue jadi berpikir. Gue nggak tau, apa gara" pendidikan kebangsaan yang terlalu berlebihan di jaman gue, atau keberuntungan gue yang memiliki semua yang gue sayang di Indonesia, yang jelas, pulang ataupun enggak, gue tetep cinta tanah air gue, dengan segala kesemrawutan dan kekacauannya.

No comments:

Post a Comment