Monday, April 08, 2013

What's Wrong, Jakarta?

Masih tetap mengambil topik yang nggak bakal bosen untuk dibahas: Jakarta. Ibu kota yang katanya lebih kejam daripada ibu tiri ini, memang can't live with, can't live without deeeh...Dan gue jadi kepikiran lagi sebenernya apa sih yang salah dari kota ini, setelah gue kemarin ini sempet dikirim konferensi ke Bangkok.

Kalau membandingkan Jakarta dengan Bangkok, rasanya nggak salah donk ya? Jumlah penduduknya kurang lebih sama, banyak pendatang dari daerah juga, tingkat pendidikannya rata-rata sederajat (malah orang Thailand di Bangkok lebih nggak bisa bahasa Inggris dibanding dengan orang Jakarta lho), kultur dan kondisi sosial-ekonominya pun mirip-mirip. Jadi, gue rasa cocok lah Jakarta disandingkan dengan Bangkok, bukan dengan Singapura, misalnya, yang budayanya saja sudah beda, atau sama Manila, yang sepertinya masih sedikit tertinggal di belakang kita.

Dan memang, menginjakkan kaki di Bangkok tidak terlalu terasa beda dengan Jakarta, meskipun bandaranya sudah jauh lebih canggih daripada Soekarno Hatta. Ayo donk Jakarta, kapan punya bandara yang bisa dibanggakan nih? Anyway, sempat ada perasaan sedikit bangga saat pertama kali tiba di Bangkok dan mendapati kalau supir taksinya nggak bisa berbahasa Inggris. Jangankan bahasa Inggris, membaca tulisan dengan huruf Latin pun nggak ngerti! Jadi, kita harus minta bantuan orang dari tourism Thailand untuk membantu menerjemahkan nama hotel atau alamat tujuan kita ke dalam huruf-huruf Thai. Nah...berarti Jakarta udah menang satu poin donk ya? Secara supir taksi bandara kita mah bisa ngerti lah...nama-nama hotel dan alamat doang sih :)

Beranjak dari bandara, kembali mengamati sekeliling. Jalan tolnya sama, gedung-gedungnya yang tinggi juga sama...daaannn macetnya juga sama banget!! Even di jalan tol pun macet berat, dan perjalanan dari bandara ke hotel yang harusnya bisa ditempuh dalam waktu 40 menit, jadi molor sampai 2,5 jam :D Sounds familiar hmm??

Hanya saja, ada juga perbedaan yang terasa cukup mencolok. Selama kemacetan tersebut, nggak ada yang namanya mobil salip sana salip sini, klakson sana klakson sini, dan meski di jalan non-tol banyak sepeda motor, tetap saja mereka berkendara dengan tertib! Nggak ada pengemis, pengamen maupun pedagang asongan di lampu merah maupun di tengah kemacetan. Bikin heran sekaligus kagum!

Kekaguman juga berlanjut pada isu transportasi publik. Bis umum di Bangkok semuanya dalam kondisi bagus, nggak ada yang modelnya seperti Kopaja atau Metromini dengan asap knalpot mengerikan dan kondisi yang sudah menyedihkan. Meski beberapa tampak tua, dalamnya masih tetap bersih dan nyaman. Yang paling mengagumkan tentu Skytrain dan Subway yang dijadikan mass public transportation di kota Bangkok. Wujudnya sama persis dengan MRT di Singapura, dan dalamnya pun sungguh bersih sekali. Yang naik juga ngerti aturan, tertib dan sopan. Kok bisa yaaa? Stasiunnya juga dirawat, bersih dan rapi. Sekali lagi, nggak ada pedagang liar, pengemis atau gelandangan yang tidur-tiduran di emperan.

Dan meski banyak pengendara motor di Bangkok, termasuk ojek yang siap mangkal di pinggir jalan, mereka lebih teratur dan tertib dalam berkendara. Bahkan, ojeknya pun diberi seragam khusus berupa rompi warna-warni sesuai dengan area masing-masing.

Satu hal lagi yang gue baru tahu adalah Bangkok ternyata telah mengganti kebijakannya mengenai bahan bakar kendaraan bermotor, sehingga sekarang semua kendaraan bermotor di kota tersebut telah menggunakan bahan bakar beremisi rendah. Pantesan kota ini, meski panasnya sama dengan Jakarta, tidak terasa kotor dan lengket! Tingkat polusinya sudah jauh berkurang dibandingkan bertahun-tahun yang lalu, padahal sebelumnya lebih buruk dari Jakarta! Oh, man...

Fakta aneh lainnya yang gue temukan adalah betapa murahnya biaya hidup di Bangkok bila dibandingkan di Jakarta. Padahal keduanya sama-sama ibukota negara berkembang yang sedang menuju ke arah kota megapolitan. Dari mulai makanan, transportasi publik termasuk taksi, sampai baju-baju yang di jual di pinggir jalan (dan biasanya dihargai dua kali lipat di online shop di Indonesia), harganya muraaaah...Daaan....(ini yang bikin iri to the max) harga buku berbahasa Inggris di sana bisa bisa separo harga buku bahasa Inggris di sini! Padahal sama-sama dijual di Kinokuniya, tapi kok harganya beda banget? Dan yang bikin lebih bete, sebenarnya level bahasa Inggris orang-orang di Bangkok masih lebih rendah dibandingkan di Jakarta. Yang artinya, peminat buku berbahasa Inggris pasti lebih sedikit dong?

Banyak yang gue nggak mengerti, faktor apa saja yang dimiliki oleh Bangkok, yang tidak ada pada Jakarta. Kalau bicara tentang pemerintahan yang korupsi, well...siapa sih yang nggak tahu tentang kasus Thaksin dan keluarganya? Nggak beda kok dengan di Indonesia. Lalu apa? Tingkat disiplin yang lebih tinggi? Pendidikan yang lebih memadai? Atau simply karena mereka tidak pernah dijajah bangsa asing dan sudah terbiasa hidup mandiri?

Oh well.. Not all things have explanations. But just this once, I hope one day we do have the answers.

5 comments:

  1. ini bangkok jaman sekarang apa dr dulu udah begini Tid?
    fine-nya beda gak sama singapore yg "fine city"
    atau mungkin karakter dan mentalitas orangnya beda ya? orang bangkok kan yg alus2 gitu kayaknya (sok tau hihi)

    ReplyDelete
  2. @Fanny: ini yang sekarang kok fan..gue baru ke sana bulan lalu..nah..selama disana malah ga pernah liat sign "fine" kayak di spore, makanya bingung kok orgnya bs disiplin gitu yaa?

    ReplyDelete
  3. Tid, bangkok lbh besar dibanding jakarta dan juml penduduknya lbh sedikit dari jakarta... Me and tatum sempat mrasa kenapa bangkok jauh lbh nyaman dari jakarta... Ya krn bangkok lebih lapang, udara lbh bersih, macet boleh tapi alternatif transportasinya byk dan NYAMAN tentunya.
    Btw, i love bangkok so much hehehehe

    ReplyDelete
  4. @Feby: yap, mungkin ukuran kota Bangkok masih lebih besar..tapi menurut gue jakarta harusnya bisa kok berbenah supaya at least punya public transport yang bagus. soal udara bersih, bangkok jaman dulu juga separah (malah lebih parah) dr jakarta, so i guess we still have a chance :)

    ReplyDelete
  5. Anonymous12:20 AM

    Bukan luas kota kata kuncinya...garis batas kota cuma garis maya, jakarta kalau di gabung tangerang, depok, bekasi jelas lebih besar....kuncinya ada di kepadatan penduduk...jakarta lebih padat....dan satu lagi keragaman etnis sangat tinggi di jakarta

    ReplyDelete