Wednesday, September 24, 2008

Using QWERTZ

Baru gue sadar kalo selama ini gue udah sangat terbiasa dengan keyboard QWERTY, dan mendapatkan kesulitan luar biasa menggunakan kezboard QWERTZ....

untuk nulis alamat emailpun misalnza, hasilnza adalah seperti iniÄ astridfelicia"hotmail.com....tombol @ harus diakses sedemikian rupa karena terletak di tombol huruf Q, dan harus ditekan bersamaan dengan tombol AltGr....

gak bermutu zah postingannza kali ini...hahaha-.-(Gue kok jadi serasa ngobrol sama Mr Punk...tau kan, guru fisika galaknya Lupus di novelnya Hilman..hehehe)

Yaaa..ini hanya catatan singkat dari sebuah warnet di tengah kota Bönn...will continue the story later----

Sunday, September 14, 2008

Gosh

I would never thought that there is an important difference between imported and local flowers, red roses and white lily, wedding cake and champagne,or white, off white, and broken white gown (why on earth there's so many whites anyway?).

And I've never realized that we had to take so much time to choose the color for family's uniforms (and why, again, there has to be uniform after all?), and to arrange all the forms and official documents. Ow, and the never ending questions: who's going to take the ring to the aisle, what's the theme of your wedding, and how many invitations you would like to print?

And, it's going tougher when the guy you think you've known so well, started to act quite annoying: What if we add about 100 people to our guest list? (Yea, as if we still have lots of savings in our bank account!!!) Can I change the color of my suit? (yep, after I bought a songket which has perfectly matched the previous color he chose). OR, how bout this type of conversation:

Him: I don't like the design of our invitation card
Me: Then, how's the one you like?
Him: Well...it's not quite like that...I have it in my head, but somehow I can't describe it...
Me: So draw it
Him: I can't draw
Me: Just try it
Him: ...
Me: So?
Him: Let's use the one we had..

(BUT, this conversation had been repeated on and on again, say, like every single day!!!!)

I would never have thought that it needs so much effort, patience, and compromise, to prepare for something, that at the end, only means one thing: my commitment to love him for every single day of my life. (But as everybody says, this is only the beginning...so hell yeah, i will enjoy it till the very big day arrive!!)

Wednesday, September 03, 2008

Menerima

Salah satu unsur paling penting - sekaligus paling sulit - dalam proses mencintai seseorang, adalah menerima. Yaa...menerima semua perbedaan yang ada, menerima hal-hal konyol dan menyebalkan yang sudah melekat erat dengan karakternya, bahkan menerima segala sesuatu yang sudah menjadi satu paket dengannya, seperti keluarga dan masa lalunya.

Well, buat gue, proses "menerima" tadi butuh waktu yang cukup panjang, apalagi saat menyangkut suatu hal yang sudah sejak lama merupakan "a big no-no" dalam hidup gue. Satu hal, yang sejak dulu....sudah membuat gue antipati. Mungkin namanya karma, gue malah bertemu, jatuh cinta, dan memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup gue, dengan seseorang yang justru merasa hal tersebut adalah jalan hidupnya.

Yep, lupakan yang namanya menerima, karena yang ada, awalnya kita berantem dan berdebat nggak ada habisnya. Sampai di satu titik, karena sudah terlalu capek, kita hampir memutuskan untuk menyudahi saja semuanya.

Tapi, jauhhhh dari dalam hati, ada suara yang mengusik gue. Kenapa sulit banget buat menerima, padahal nggak ada alesan bagi gue, selain karena gue sudah telanjur antipati dengan hal tersebut? Padahal lagi, hal itu justru bisa membuat dia menjadi orang yang lebih baik? Jadi, gue mencoba. Dan syukurlah, gue nggak pernah menyesal.

Well...it's not easy to love someone, just the way he is. But hey, I've tried, and it felt damn good to accept him with every flaw and every greatness he has.

dedicated for my guy, i'm glad we've tried!

Tuesday, August 12, 2008

Pengangguran Terselubung

Seorang teman yang bekerja freelance pernah bilang, sebenarnya istilah "freelancer" hanyalah suatu euphimisme berlebihan dari kondisi sesungguhnya, "pengangguran terselubung"..

Waktu itu gue hanya ketawa, tapi setelah menjalani sendiri status freelancer selama hampir 6 bulan belakangan ini, gue baru mengerti kalau omongan teman gue nggak sepenuhnya lucu.

Seringkali ada rasa deg-degan kalo kerjaan udah mendekati kata selesai, sementara di depan mata kok sepertinya belum ada tanda-tanda munculnya tawaran baru yaaa?? Atau di saat orang-orang excited udah mau gajian di akhir bulan, gue yang memang dibayar per project hanya bisa gigit jari karna belum waktunya dapet jatah...Saat-saat kaya gitu, kayanya emang status sebagai freelancer lebih tepat digantikan dengan pengangguran yang terselubung...

Belum lagi kalau ditanya orang-orang, hmm..kerja di mana sekarang? Kantornya di daerah apa? Kelimpungan deh jawabnya. Mending kalo yang nanya adalah orang-orang yang ngerti apa itu kerjaan freelancer. Tapi kalo orang-orang dari generasi jaman jebot yang nggak mudeng sama istilah itu, hmm..salah-salah dianggap pengangguran beneran, alias udah nggak terselubung lagi...hehehe...

Tapi untungnya dalam kasus gue, adaaa....aja tawaran-tawaran dari mulai yang cere sampe yang lumayan gemuk, untuk mengisi "waktu luang" gue...Dan yang membuat gue masih betah menjalani status ini adalah serunya bekerja dengan berbagai tipe kantor dan orang-orang di dalamnya...Gue jadi tahu gimana harus menghadapi orang-orang dari design agency, yang super kreatif tapi bingung kalau udah harus ngasih timeline, atau orang-orang majalah tempat segala macem gosip bisa dikonfirmasi, atau bule-bule NGO yang serba idealis tapi kadang mengawang-awang...

Dan satu hal lain yang masih bikin gue betah jadi "pengangguran terselubung"? Hmm..nggak perlu bangun pagi buat ngantor...=)

Monday, July 21, 2008

Get Some, Lose Some

For everything in life, there will always be a trade off. You get some, and you lose some. That's why many people said, life is about making choices. And it depends on you, which part of your life you're willing to sacrifice.

This is the topic I've been discussed with my Mom a couple of nights ago. It's started with talking about my uncle, who'd been moved to the States three years ago because he and his whole family got a Green Card from the US Embassy. Of course my big-fat family were very surprised when he told us the news. What? Moving to LA? In his age? While he's already got a great job here? What was he thinking????

But he said he wanted to get his family a better life..And so he left, with his wife and two kids.

And what did we hear afterwards? The news from him that "Life's here is indeed hard", and couple of years later, his wife's desire to come home to Indonesia because her mother was very sick.

So when they were back to Indonesia for holiday last month, we saw two different things. The kids who now speak English very fluently (and speak Bahasa Indonesia a bit like Cinta Laura, hahaha)and look very happy and healthy; and the mom and dad who looked very thin and a bit stressed out. Hmmm..you get some, and you lose some....

And I can't stop remembering lots of my friends and cousins who chose to live abroad. They definitely get some, maybe even more than what we have here...A nice environment, a good living, a great experience to know people from around the world and also a chance to visit many beautiful places. But do those things could overcome the "losing" part? Spending times with the big family and the bestest friends, the familiarity of this country, great food, and all loving memories in their hometown? Is it all worth it to get a brand new happy life and losing your good-old one?

I thought about my cousin who's studying in London and met the man of her dream there. And how her mother was very afraid of losing her and letting her live in a country with 10 hours flight to go. I also thought about my closest friends (and future in laws! hehe) who still have their long distance marriage and struggling to choose where they will spend their life in the future. It's a hard choice, I can tell.

Many times, I envy those people who can take such a brave decision. Trying to find their new familiarity instead of just living the old ones. But still, I cant imagine to live far from my family (call me Indonesia banget! haha..), or experiencing my aunt's fear that she'll come too late for her sick mother.

Still, we only live once..Lots of opportunities out there, which may not gonna come twice. And finally, we can only hope that we make as little regrets as we can in our life...=)

Friday, July 11, 2008

It's a Mad, Mad, Mad Holiday


Beberapa minggu yang lalu gue dan keluarga besar dari pihak nyokap (yap, The Batak-ers) berlibur ke Bali. Ini kesempatan langka, karena untuk memberangkatkan sekitar 50-an anggota keluarga (termasuk segerombolan anak kecil yang over excited) ke tempat yang lumayan jauh termasuk kerjaan yang nggak gampang. Selama ini biasanya kita mentok sampai Bandung atau Puncak. Tapi tahun ini, mumpung ada kesempatan, termasuk tawaran hotel murah karena adanya koneksi dengan si empunya, akhirnya berangkatlah rombongan yang udah mirip rombongan sirkus ini ke Pulau Dewata.

Sebenernya gue juga sangat excited menunggu-nunggu liburan ini. Tapi sejak awal, adaaaa aja kesialan yang gue alamin. Pertama-tama adalah pesawat gue. Kita dibagi-bagi jadi beberapa rombongan, karena penuhnya pesawat di musim liburan sekolah. Dan gue kebetulan kebagian rombongan terakhir, naik Garuda yang seharusnya berangkat jam 9.30 pagi. Tapi apa mau dikata, di antara jarangnya pesawat Garuda yang terpaksa di-delay, entah kenapa justru pesawat gue lah yang harus mengalami kesialan itu. Nggak tanggung-tanggung, delaynya sampai 3 jam lebih. Akhirnya terpaksalah gue dan rombongan menghabiskan waktu di salah satu lounge berbekal pinjam meminjam kartu kredit.

Oke, gue pikir, nggak papa deh delay, yang penting gue mau seneng-seneng di Bali. Dan nyampe Bali, gue langsung melampiaskan kangen gue sama ponakan gue, Matthew, yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di Bali, dan main-main di pantai sama dia. Kebetulan banget, hotel kita langsung menghadap pantai yang lumayan sepi. Tapi di tengah hebohnya main terjang menerjang ombak, tiba-tiba gue meraba kantong celana pendek gue dan sadar, loh, HP gue di mana yaaaaa??? Perasaan tadi gue kantongin sebelum berangkat ke pantai. Paniklah gue, balik lagi ke kamar, ternyata nggak ada. Menyusuri jalanan tempat gue lewat, nihil. Dan dengan sia-sia mencari di seputaran pantai. Akhirnya, gue terpaksa merelakan HP gue (lagi!!!! setelah tragedi kecopetan di bis P6 beberapa tahun yang lalu) ditelan lautan...Lengkap dengan semua nomer-nomer kontak yang lagi-lagi nggak pernah gue back up. Huhuhu....

Perasaan gue langsung berbalik 180 derajat. Sepertinya liburan ini memang membawa sedikit demi sedikit kesialan buat gue.

Tapi toh, gue masih berusaha menikmati sisa liburan yang ada. Makan di Jimbaran, jalan di Legian, bahkan nonton Fire Dance di Uluwatu. Pokoknya turis banget deh...

Sampai akhirnya, sebuah kesialan lagi menghampiri gue. Waktu lagi berkunjung ke rumah salah satu teman lama keluarga gue di daerah Sanur, gue mengambil sebuah permen yang ditawarkan. Sebenernya permennya mungkin nggak kenapa-kenapa, tapi gigi gue aja yang memang bermasalah. Karena setelah kunyahan kesekian, permen yang sangat kenyal itu membawa serta tambalan gigi beserta pinggiran geraham gue yang langsung rompal. Gue langsung panik, membayangkan menjalani sisa liburan dengan gigi bolong dan perasaan senut-senut sepanjang hari. Sial.

Kalau menurut nyokap gue, kesialan itu datangnya tiga kali. Jadi seharusnya, setelah tiga kesialan berturut-turut ini, gue akan menjalani sisa liburan dengan tenang (di samping fakta nggak punya HP dan gigi linu-linu). Tapi justru keseruan yang paling edan masih disimpan untuk akhir liburan ini.

Setelah sebagian besar anggota keluarga pulang, gue dan adik gue memperpanjang liburan dan pindah dari Discovery Hotel di Kartika Plaza ke hotel yang lebih merakyat, Oasis Kuta. Lokasinya oke, harganya reasonable, dan desainnya yang minimalis juga lumayan bikin betah.Memang ada bau-bauan yang sedikit aneh di daerah balkon kamar kita (kamarnya langsung menghadap ke kolam renang besar yang terletak di bagian tengah hotel yang berbentuk huruf U), tapi kita berusaha untuk nggak peduli.

Sampai saat hari kedua kita nginep di sana, kita dibuat kaget dengan rombongan polisi yang tiba-tiba mengerumuni sekitar kamar kita. Usut punya usut, ternyata di balkon sebelah kamar kita, ditemukan janin yang udah berumur beberapa hari. Bayangin aja!!! Berasa ada di tontonan Buser atau acara-acara kriminal gitu. Dan gue sama adik gue langsung ngebayangin bau-bauan aneh yang udah kita cium keberadaannya sejak kemarin. Huaaaa!!!!! Gue nggak habis pikir, kenapa ada orang yang dengan gilanya meninggalkan janin di kamar hotel. Apa nggak ada tempat lain ya??? Sinting.

Dan itulah. Liburan gue diawali dengan kejadian menyebalkan, dan diakhiri dengan kejadian mengerikan. But overall I enjoyed my holiday, because what is a holiday without a little bit of madness, right? =)

Wednesday, June 25, 2008

Saying Goodbye...

Well...saying goodbye to Italy in Europe 2008 is one thing (setidaknya kekalahannya nggak semenyakitkan Belanda yang kena santet Rusia, hehehe..plus, yang ngalahin adalah tim favorit gue nomer dua..yahhhh not bad lahhhh)...But saying goodbye to my former puppies....is totally a different thing...

Sedihhh banget deh rasanya harus mengucapkan selamat berpisah satu demi satu sama anak-anak golden mungil yang semakin membesar...Kadang gue suka bertanya-tanya, apa bener, orang yang ngambil mereka bakal memperlakukan mereka dengan baik? Apa bener, mereka bakal bahagia di tempat barunya?

Tapi setelah gue pikir-pikir, selama ini udah berapa banyak coba, orang yang kita bahagiain dengan kehadiran golden" itu? Dan memang, gue jadi berasa punya keluarga baru, yang dihubungin dengan anjing-anjing itu...Kalau ketemu sama pemilik-pemilik mereka pun, gue selalu dikasih tau kabar terbaru... Ada yang baru ngelahirin 10 ekor, ada yang udah disekolahin, ada juga yang selalu semangat ngasih liat foto-foto terbaru...

Nasib golden-golden alumni rumah gue memang beda-beda...Ada yang udah dianggep anak sendiri, karena anak-anak di keluarga itu pada pergi merantau ke luar negeri semua...Ada juga yang beruntung dimiliki oleh salah satu menteri di negara ini (hayo, bingung kan link nya dari mana, hehe)...Dan ada yang malah ditawar-tawar sama pembeli karena bulu dan badannya yang sangat bagus (nggak terlalu memalukanlah, keturunannya, hahaha...). Tapi satu hal kesamaannya, mereka berada di tangan-tangan yang mencintai mereka, dan bahagia dengan kehadiran mereka...

Dan kalau udah mikirin hal-hal itu...gue jadi sedikit lega...Setidaknya, mereka berada di orang-orang yang tepat...ditambah lagi, gue jadi punya hubungan kekeluargaan yang menyenangkan dengan orang-orang itu...Dan lagi, ada yang bilang kan, kalau to love is mostly about letting go...Jadi, gue memutuskan untuk menghilangkan kesedihan gue, and in spite of saying goodbye, maybe i could just wish them the happiest lives...=)

ps: gue kok jadi kepikiran buat reuni keluarga besar golden yah? hehehe...tapi tempat mana pula yang bisa menampung sekitar 40 ekor anjing? =p

Wednesday, June 11, 2008

Masih tetep....

Piala Eropa memang nggak segereget Piala Dunia...Yang main timnya gitu" aja, jarang ada kejutan" berarti seperti tim" underdog dari Afrika atau Asia yang suka tiba-tiba berjaya di Piala Dunia...

Tapi tetep sih, bela-belain begadang juga, karena ketidakberuntungan zona waktu Indonesia yang memaksa para penonton untuk terkantuk" setelah semaleman berusaha melek terus..Untungnya gue lagi berada di masa-masa ngantor dari rumah, dengan kerjaan-kerjaan freelance yang menyenangkan, jadi bangun siang bukan merupakan sesuatu yang tabu buat gue =)

Dan biarpun sempat dikecewakan sama tim favorit gue (iya, masih inget sama kecintaan gue dengan tim Azzurri duonk...hehehe), yang kalah 3-0 di pertandingan pertamanya dari tim Oranje (iya, negara kecil tempat gue menuntut ilmu S2 gue...damn damn damnnnn)...gue tetap menikmati permainan mereka...dengan drama-dramanya, Gattuso yang super iseng, Luca Toni yang emosi tinggi, Buffon yang tetep cool, sampe Cannavaro yang menjadi pemandangan paling heartbreaking sepanjang pertandingan, karena hanya bisa termangu" dari bangku cadangan...Gue memang nggak berharap terlalu banyak sama tim Italia di Piala Eropa tahun ini...Pasalnya, nonton Italia dengan beban gelar juara dunia memang lebih nggak asyik dibanding Italia yang hanya memiliki predikat "tim drama, tim diving, tim offside", dan predikat sejenis yang sama konyolnya...

Penuh beban, apalagi dengan cederanya Cannavaro, pelatih yang belum teruji kecanggihannya (we missed you Papa Lippi!!!),dan pemain yang memang lebih tua dari rata-rata usia tim lainnya...menjadi hambatan tersendiri dari tim berseragam biru ini..Makanya gue expect for the least aja, meskipun tetep sedih juga sih, nggak nyangka dibantai segitunya di pertandingan pertama...hiks...

Tapi eniwei...ternyata rasa cinta itu masih ada (nggak kaya beberapa temen gue sesama pencinta Azzurri yang langsung ngeles, "Gue nggak dukung Itali kok di Piala Eropa...lemah!!!!" atau "Itali sih payah, gue ngejagoin Jerman sekarang ini"...Halah. Bisaaa...aja dehhhh).

Dan sempet terhibur juga sih karena jagoan nomer dua gue, Spanyol, berhasil menggilas Rusia 4-1 dengan cantiknya...Way to go!!!

*hmmm...seandainya ada Pippo...mungkin ceritanya bakal laen....* (eits! dilarang protes!!!) =p

Friday, May 23, 2008

Idol


Setelah hampir 5 bulan setia mengikuti momen demi momen American Idol season 7, akhirnya penantian gue terbayar sudah!!!

Congrats for David Cook, the greatest rocker American Idol ever had..Masih inget performances-nya yang fenomenal pas bawain Hello-nya Lionel Ritchie yang jadi ngerock, Billie Jean yang super keren, dan Always Be My Baby-nya Mariah Carey yang nggak bosen diputer lagi dan lagi...Huhu...Can't wait to have his first album..and cross my fingers for his concert in Asia someday!!! =)

ps: momen yang sangat menghibur terutama setelah Chelsea kalah menyakitkan di penalti dramatis melawan MU...Argh! Champions sucks!!!

pps: setelah American Idol...trus nonton Indonesian Idol, rasanya sakit ati dan sakit telinga...kapan yaaa...bisa berkualitas seperti Idol yang seharusnya? Hate the judges, the so called contestants, and the song choices...(Picked BCL song to prove that you can sing???? As if!!!!!)...

Thursday, May 15, 2008

Dilema Kertas dan Layar Lebar

Note: this had just appeared in Movie Monthly magazine June edition...lumayan, dapet DVD gratisan, hehe...

Saya adalah seorang penggemar film yang juga senang membaca, terutama buku-buku novel fiksi. Mungkin karena ada kesamaan antara menonton film dan membaca buku, makanya dua hobi ini tidak bisa lepas dari kehidupan saya. Menikmati plot yang disajikan, tertawa atau menangis akibat dialog yang ada, menebak-nebak jalannya cerita, sampai akhirnya dikejutkan oleh ending yang tak terduga. Itulah sensasi luar biasa yang saya peroleh ketika menonton sebuah film atau membaca novel fiksi berkualitas bagus.

Tapi bila sudah menyangkut buku yang diangkat ke layar lebar, kenikmatan tersebut berubah menjadi sebuah dilema besar bagi saya. Seperti yang kita semua tahu, baik membaca buku maupun menonton film tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yang kadang tak dapat tergantikan satu sama lain. Salah satunya adalah imajinasi. Tak bisa disangkal, membaca buku akan melatih imajinasi kita untuk berkembang ke mana-mana. Dari mulai wajah para tokohnya, setting cerita, sampai adegan-adegan di dalamnya, semua berkelebat secara seenaknya di dalam benak kita. Dan tidak ada yang melarang kalau Harry Potter di benak saya, misalnya, ternyata akan lebih ganteng daripada Harry Potter versi Anda. Keunikan inilah yang tidak bisa digantikan dalam sebuah film (sebagus apapun penggarapan film tersebut), karena kita semua akan dipaksa menerima Harry Potter dalam wujud Daniel Radcliffe, tanpa kecuali.

Ada cerita yang tetap enak setelah diangkat ke layar lebar, walaupun sebelumnya berasal dari sebuah novel yang sudah terkenal. Mungkin itu karena sang sutradara memang merupakan fans berat novel tersebut selama bertahun-tahun, sehingga jalan cerita maupun para pemeran yang dipilih untuk film tersebut sedikit banyak mewakili para pembaca pada umumnya. Lord Of The Rings misalnya, tidak banyak menuai protes, justru sebaliknya cukup dipuja-puja termasuk oleh fans novelnya. Tapi tak jarang, film yang diangkat ke layar lebar akan mengundang kekecewaan dan cemooh para penonton, baik yang sudah membaca bukunya, maupun yang justru tidak familiar dengan esensi ceritanya.

Novel Stardust karangan Neil Gaiman adalah salah satu bestseller yang memiliki alur cerita menarik, dengan pilihan kata unik, gaya bahasa sarkastik dan plot yang tidak biasa. Tapi saya cukup kecewa ketika menonton filmnya, dan mendapati kenyataan bahwa novel fiksi yang menarik itu ternyata telah menjelma menjadi tontonan dongeng ala kadarnya. Dari dalam negeri, kekecewaan itu juga pernah terjadi saat saya menyaksikan film Cintapuccino garapan Rudi Soedjarwo. Ketika membaca novel karangan Icha Rahmanti ini, kesan yang saya dapat cukup mendalam juga, karena ceritanya yang tidak seperti chicklit biasa. Realistis dan lumayan bikin mikir, terutama ending nya. Tapi apa mau dikata, ketika dipindah ke layar lebar, filmnya tidak lebih dari kisah cinta ABG yang ringan dan sedikit garing. Padahal, sang penulis novel katanya sudah dilibatkan ke dalam proses pembuatan film tersebut. Mungkin karena pertimbangan dari berbagai pihak, serta keterbatasan waktu, makanya ada bagian-bagian yang harus sedikit diubah, yang sayangnya, jadi mengubah tone cerita keseluruhan. Cukup fatal, sebenarnya…

Kini, dilema besar kembali menghampiri saya ketika melihat daftar nominasi Oscar tahun ini. Cukup banyak film-film bagus yang dijagokan ternyata merupakan adaptasi dari sebuah novel. Saya sudah membaca The Kite Runner, dan sedang bersiap-siap membaca Atonement yang novel versi aslinya diberikan oleh seorang teman. Tapi sekarang, saya jadi ragu sendiri, apakah bijaksana untuk membaca novelnya dulu, atau lebih baik menonton filmnya saja? Belum lagi There Will Be Blood yang diangkat dari buku berjudul Oil, serta No Country For Old Men yang bahkan novel versi terjemahannya sudah beredar di negara kita. Kalau membaca bukunya dulu, nanti kecewa dengan filmnya. Tapi kalau tidak nonton filmnya, kok rasanya sayang ya, karena sudah dinominasikan dalam berbagai penghargaan..

Mungkin dilema ini tidak perlu terjadi bila para filmmaker lokal maupun Hollywood lebih kaya dengan ide-ide orisinal dan tidak sekadar mengadaptasi novel fiksi yang sudah ditulis sebelumnya. Tapi, saya tidak yakin dilema ini segera berakhir, mengingat musim kering ide di Hollywood nampak masih akan lama berlangsung. Bagaimana dengan Indonesia? Agak lebih parah menurut saya, karena sekarang bahkan semua film yang telah ditayangkan di bioskop, langsung dituangkan dalam bentuk novel dan beredar di toko-toko buku. Tren baru? Kalau yang ini sih, memang sekadar mencari untung saja sepertinya. Hehehe…


Astrid Lim
Bandung