Waking up in the morning, hoping to play a bit with your kid before going to the office. What seemed like a simple wish apparently led into a crazy day. Your kid had accidentally dislocated his hand while rolling on the bed, and suddenly everything was a chaos.
Your babysitter suddenly had diarrhea, and your kid was crying out loud. Your apartment looked very messy, and all you want to do is going back to sleep, pretending that this was just a bad dream.
But sadly, you opened your eyes and everything was still a mess.
What can you say? This is what people called being a parent. And it's not an easy job, at all.
*dedicated to my baby boy, who's no longer a baby. Happy first bday, and we love you no matter what! (wait for my post about the bday party!)
Tuesday, October 12, 2010
Wednesday, October 06, 2010
Makan Temen
Dari dulu, gue selalu berprinsip, pilihlah pekerjaan yang disukai, lalu lakukan sebaik mungkin. Gue sendiri emang nggak ngoyo harus mengejar karier, punya target jadi bos dalam usia sekian, hehehe...Buat gue, bisa melakukan pekerjaan yang sesuai kata hati aja udah jadi kepuasan tersendiri. (Di samping dapet uang lho ya, hahaha)
Sampai saat ini, menjadi perempuan yang bekerja masih menjadi pilihan gue. Well, dibilang pilihan 100% juga nggak sih, karena sejak jadi ibu, ada keinginan besar untuk bisa tinggal di rumah aja, or at least, working from home. Apa daya, belum memungkinkan sampai sekarang. Jadi, yang bisa gue lakukan setidaknya adalah berusaha menikmati pekerjaan gue.
Dalam setiap pekerjaan yang gue ambil, salah satu bagian yang paling gue suka adalah proses pembelajarannya. Gue suka belajar hal-hal baru, tentu aja sesuai dengan minat gue ya. Entah itu belajar menulis berita dan mencari angle waktu kerja sebagai jurnalis politik, belajar menulis feature dan mengatur pemotretan waktu kerja di salah satu majalah hedon, atau belajar bagaimana presentasi di depan ratusan petani tentang sebuah konsep rumit bernama Fairtrade, waktu gue sempat kerja di NGO tersebut.
Jadi, waktu gue mulai pekerjaan gue yang sekarang, gue sudah siap untuk belajar hal-hal baru lagi. Tentang sistem pendidikan Amerika dan Indonesia, proses perijinan dan birokrasi, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kerjaan yang sekarang.
Tapi jujur, yang paling gue benci dari bekerja adalah menghadapi orang-orang di dalamnya yang suka unexpected, termasuk terlibat dalam politik kantor yang tidak penting. Gue pernah satu kantor dengan mayoritas perempuan yang tiada hari tanpa bergosip, atau pernah juga dapet bos Perancis yang kadang super duper aneh. Tapi yang paling gue takutin dan gue sebel adalah menghadapi seorang backstabber.
Apa salahnya sih bekerja dengan tenang, tanpa harus saling tikam-menikam dari belakang? Apa susahnya berkompetisi dengan sehat, tanpa harus ada manuver-manuver aneh yang bikin hari-hari terasa gila?
Gue ngerti, mungkin emang ada model orang yang merasa kalau kerjaan adalah segalanya, kalau karier adalah yang nomer satu dalam kehidupan, dan orang-orang lain dianggap sebagai ancaman (even though di saat lunch time dia bisa ketawa" dan ngajak gosip tentang artis seakan nggak ada hal yang terjadi).
Tapi please deh, if you want to do that office politic thing, find the equal opponent! Gue nggak tertarik dengan urusan kantor, politik, karier, jabatan ataupun uang(kecuali kenaikan gaji yah, huahaha). So please, just leave me alone, ok.
And let me work in peace.
Sampai saat ini, menjadi perempuan yang bekerja masih menjadi pilihan gue. Well, dibilang pilihan 100% juga nggak sih, karena sejak jadi ibu, ada keinginan besar untuk bisa tinggal di rumah aja, or at least, working from home. Apa daya, belum memungkinkan sampai sekarang. Jadi, yang bisa gue lakukan setidaknya adalah berusaha menikmati pekerjaan gue.
Dalam setiap pekerjaan yang gue ambil, salah satu bagian yang paling gue suka adalah proses pembelajarannya. Gue suka belajar hal-hal baru, tentu aja sesuai dengan minat gue ya. Entah itu belajar menulis berita dan mencari angle waktu kerja sebagai jurnalis politik, belajar menulis feature dan mengatur pemotretan waktu kerja di salah satu majalah hedon, atau belajar bagaimana presentasi di depan ratusan petani tentang sebuah konsep rumit bernama Fairtrade, waktu gue sempat kerja di NGO tersebut.
Jadi, waktu gue mulai pekerjaan gue yang sekarang, gue sudah siap untuk belajar hal-hal baru lagi. Tentang sistem pendidikan Amerika dan Indonesia, proses perijinan dan birokrasi, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kerjaan yang sekarang.
Tapi jujur, yang paling gue benci dari bekerja adalah menghadapi orang-orang di dalamnya yang suka unexpected, termasuk terlibat dalam politik kantor yang tidak penting. Gue pernah satu kantor dengan mayoritas perempuan yang tiada hari tanpa bergosip, atau pernah juga dapet bos Perancis yang kadang super duper aneh. Tapi yang paling gue takutin dan gue sebel adalah menghadapi seorang backstabber.
Apa salahnya sih bekerja dengan tenang, tanpa harus saling tikam-menikam dari belakang? Apa susahnya berkompetisi dengan sehat, tanpa harus ada manuver-manuver aneh yang bikin hari-hari terasa gila?
Gue ngerti, mungkin emang ada model orang yang merasa kalau kerjaan adalah segalanya, kalau karier adalah yang nomer satu dalam kehidupan, dan orang-orang lain dianggap sebagai ancaman (even though di saat lunch time dia bisa ketawa" dan ngajak gosip tentang artis seakan nggak ada hal yang terjadi).
Tapi please deh, if you want to do that office politic thing, find the equal opponent! Gue nggak tertarik dengan urusan kantor, politik, karier, jabatan ataupun uang(kecuali kenaikan gaji yah, huahaha). So please, just leave me alone, ok.
And let me work in peace.
Tuesday, September 28, 2010
Random Things
The last time I posted in this blog was like 2 months ago! This is definitely the longest hiatus I've ever taken. And to be honest, I miss writing so bad. The last month was a total chaos for me, and being in that frantic situation is mostly my reason why I didn't write.
Salah satu kerjaan gue di kantor yang sekarang adalah mengurus orang-orang Amerika yang mendapat beasiswa Fulbright untuk mengajar ataupun meneliti di Indonesia. Dan program yang paling edan adalah mendatangkan 44 orang pengajar sukarela asing, yang akan diperbantukan di berbagai SMA sampai ke pelosok tanah air (and by pelosok, I mean really far, as far as Polewali in Sulawesi or Kupang in NTT). Semuanya adalah fresh graduate yang baru lulus dari university di Amerika. Anak-anak umur dua puluhan tahun yang kelebihan energi, haus melihat dunia, dan beridealisme tinggi. Dan mengurus anak-anak ini, selama satu bulan penuh, bukan hal yang gampang. Adaaa aja kejadian yang bikin heboh.
Nemenin salah seorang dari mereka ke ginekolog, misalnya. Atau panik-panik karena ada satu orang yang kena serangan semacam ayan. Belum lagi kasus diare, muntah-muntah sampai flu. Phew.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah betapa mereka masih (secara tidak sadar mungkin) menganut stereotype tertentu untuk orang Indonesia. Seperti misalnya: "You went to the University, right?" "Yes I did", jawab gue sambil dalam hati menambahkan,"And I have Master's degree from Netherlands!!!"
Atau betapa kagetnya mereka waktu gue bilang gue tahu di mana letak kota Boston. Hello, gue nggak segitunya juga kali kupernya! Apalagi waktu mereka ketawa-ketawa pas gue bilang gue ngerti apa itu artinya sorority. I do watch Hollywood movies, guys!
Dan betapa mereka tertakjub-takjub melihat banyaknya McDonalds, KFC dan Starbucks di Jakarta, di antara menggunungnya mal-mal super besar di sana.
Selama satu bulan gue menghabiskan hari-hari gue sama mereka, mengajari mereka bahasa dan budaya Indonesia, membiarkan mereka main-main dengan Yofel, dan selalu siap sedia mendampingi mereka di saat-saat emergency.
Melihat mereka, gue jadi inget saat-saat beberapa tahun yang lalu, when my life was filled with dreams, full of passion, and when today is the only thing that counts. Do I lose that kind of life now? Time flies so fast and without knowing it, I will become 30 in the next couple of months.
Masih banyak banget hal yang mau gue lakuin, despite my current status as a mom and a wife. And watching these kids, really, it woke me up one more time, to reach whatever it was that I started to forget.
Salah satu kerjaan gue di kantor yang sekarang adalah mengurus orang-orang Amerika yang mendapat beasiswa Fulbright untuk mengajar ataupun meneliti di Indonesia. Dan program yang paling edan adalah mendatangkan 44 orang pengajar sukarela asing, yang akan diperbantukan di berbagai SMA sampai ke pelosok tanah air (and by pelosok, I mean really far, as far as Polewali in Sulawesi or Kupang in NTT). Semuanya adalah fresh graduate yang baru lulus dari university di Amerika. Anak-anak umur dua puluhan tahun yang kelebihan energi, haus melihat dunia, dan beridealisme tinggi. Dan mengurus anak-anak ini, selama satu bulan penuh, bukan hal yang gampang. Adaaa aja kejadian yang bikin heboh.
Nemenin salah seorang dari mereka ke ginekolog, misalnya. Atau panik-panik karena ada satu orang yang kena serangan semacam ayan. Belum lagi kasus diare, muntah-muntah sampai flu. Phew.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah betapa mereka masih (secara tidak sadar mungkin) menganut stereotype tertentu untuk orang Indonesia. Seperti misalnya: "You went to the University, right?" "Yes I did", jawab gue sambil dalam hati menambahkan,"And I have Master's degree from Netherlands!!!"
Atau betapa kagetnya mereka waktu gue bilang gue tahu di mana letak kota Boston. Hello, gue nggak segitunya juga kali kupernya! Apalagi waktu mereka ketawa-ketawa pas gue bilang gue ngerti apa itu artinya sorority. I do watch Hollywood movies, guys!
Dan betapa mereka tertakjub-takjub melihat banyaknya McDonalds, KFC dan Starbucks di Jakarta, di antara menggunungnya mal-mal super besar di sana.
Selama satu bulan gue menghabiskan hari-hari gue sama mereka, mengajari mereka bahasa dan budaya Indonesia, membiarkan mereka main-main dengan Yofel, dan selalu siap sedia mendampingi mereka di saat-saat emergency.
Melihat mereka, gue jadi inget saat-saat beberapa tahun yang lalu, when my life was filled with dreams, full of passion, and when today is the only thing that counts. Do I lose that kind of life now? Time flies so fast and without knowing it, I will become 30 in the next couple of months.
Masih banyak banget hal yang mau gue lakuin, despite my current status as a mom and a wife. And watching these kids, really, it woke me up one more time, to reach whatever it was that I started to forget.
Tuesday, July 27, 2010
Parenting....
Parenting is not all about giving ASI exclusive or home made MPASI,
it's about nourishing your kids with unconditional love.
Parenting is not about "breastfeeding my baby to have a great bonding with him",
it's about how to open the communication door with him for the rest of your life.
Parenting is not just about choosing natural birth and IMD,
It's about giving them the best in education and health.
And the most important thing is..
Parenting is not about judging other people's choices.
It's about respect others. And teaching your kids to do the same in their future.
*dedicated to all parents out there. keep on fighting, don't bother what people say.
it's about nourishing your kids with unconditional love.
Parenting is not about "breastfeeding my baby to have a great bonding with him",
it's about how to open the communication door with him for the rest of your life.
Parenting is not just about choosing natural birth and IMD,
It's about giving them the best in education and health.
And the most important thing is..
Parenting is not about judging other people's choices.
It's about respect others. And teaching your kids to do the same in their future.
*dedicated to all parents out there. keep on fighting, don't bother what people say.
Friday, June 25, 2010
Reality Bites!
Watching Italy played in this world cup was a total agony for me. The team lost its touch without a good playmaker and a creative leader. Andrea Pirlo was still recovering from his injury (although he's playing in the last match), and there's nobody around to lead the game.
The other thing is, the players were too old to play in the world cup. Maybe Lippi was still living in the past (in 2006, this formation was pretty amazing). But he forgot one important thing: people's getting older every year. And four years made a big difference.
It was very heartbreaking to watch Italian players running slowly in the field, always being catched up by their (young) opponents. The energy level was very low, and the deffence (which used to be very good with Cannavaro there), was very dissapointing.
I can't help but feeling sad for them. Most of them (including Canna and Lippi) are going to retire after the World cup. And the end of their career, was not a good one for them. The most frustrating game was the one with Slovakia. Very dramatic, lots of blunders, and lack of spirit. I miss my old Azzuri.
The big lesson of the year is: you can't count on your past victory. I will always love Filippo Inzaghi (my forever hero!), I will always remember Fabio Cannavaro, I will always admire Papa Lippi, I am gonna miss Alessandro Del Piero, and I will always think about Gennaro Gattuso with a smile.
But, it's time to move on. Regeneration is the main agenda for Azzuri. I can't wait for the "new" team to make a come back. And I am gonna have the same faith, the same passion, and the same love for them. See you in four years, my blue heroes. I'm sure we'll rock in Brazil!
The other thing is, the players were too old to play in the world cup. Maybe Lippi was still living in the past (in 2006, this formation was pretty amazing). But he forgot one important thing: people's getting older every year. And four years made a big difference.
It was very heartbreaking to watch Italian players running slowly in the field, always being catched up by their (young) opponents. The energy level was very low, and the deffence (which used to be very good with Cannavaro there), was very dissapointing.
I can't help but feeling sad for them. Most of them (including Canna and Lippi) are going to retire after the World cup. And the end of their career, was not a good one for them. The most frustrating game was the one with Slovakia. Very dramatic, lots of blunders, and lack of spirit. I miss my old Azzuri.
The big lesson of the year is: you can't count on your past victory. I will always love Filippo Inzaghi (my forever hero!), I will always remember Fabio Cannavaro, I will always admire Papa Lippi, I am gonna miss Alessandro Del Piero, and I will always think about Gennaro Gattuso with a smile.
But, it's time to move on. Regeneration is the main agenda for Azzuri. I can't wait for the "new" team to make a come back. And I am gonna have the same faith, the same passion, and the same love for them. See you in four years, my blue heroes. I'm sure we'll rock in Brazil!
Friday, June 04, 2010
Unbelievable Places
Ada sejumlah tempat yang pernah gue kunjungi, dan sampai sekarang gue nggak bisa lupa dengan tempat-tempat tersebut. Sebagian sangat berkesan karena kesempurnaannya yang seperti mimpi, membuat gue berharap suatu saat akan bisa kembali lagi ke sana. Tapi, sebagian lainnya berbekas di hati karena alasan yang bertolak belakang: tempatnya super duper busuk, mengecewakan yet unforgettable.
So, for the sake of memories, please let me reminisce for a while. And here they are!
1.Gili Nanggo, sebelah selatan pulau Lombok
Gue mendapat kesempatan ini saat bekerja di sebuah majalah lifestyle. Serasa ketiban durian runtuh, gue diminta untuk meliput perjalanan cruise dari Bali ke Lombok. Dan salah satu perhentian yang paling berkesan adalah di Gili Nanggo, tempat gue berkenalan dengan snorkeling untuk pertama kalinya. It was incredible! Ratusan sosok ikan dalam berbagai bentuk dan warna, melintas begitu saja di depan mata gue, berseliweran di air yang super jernih. Koral dan tumbuhan laut yang tak kalah indah juga membuat gue terkagum-kagum. Dan yang lebih gila, gradasi air laut dari biru muda ke biru gelap betul-betul sempurna. Yang paling menyenangkan? Pantainya masih sepi, serasa berada di pantai milik sendiri. It felt like the time has stopped.
2. Bandarawela, Sri Lanka
Ini pengalaman tak terlupakan, bukan karena menyenangkan, tapi lebih karena ke-spooky-annya. Gue menginap di sebuah hotel lama di kota kecil Bandarawela di daerah pegunungan Sri Lanka, saat mengikuti workshop bersama NGO Jerman tempat gue bekerja saat itu. Bukan saja hotel kolonial itu berbentuk bangunan tua, tapi kamarnya pun tidak berubah semenjak didirikan pertama kali. Tempat tidur besar bertiang besi, kamar mandi dengan bath tub model lama, dan cermin besar yang menyeramkan, benar-benar membuat tidur menjadi susah selama seminggu menginap di sana. Botol air panas yang diselipkan ke bawah selimut memang menyenangkan, tapi hidup tanpa TV di sana benar-benar suatu cobaan!
3. Boekenmarkt @ Utrecht, Holland
For a booklover like me, this place is like heaven! Aula besar yang dipenuhi oleh ribuan buku dari berbagai genre, dengan harga yang relatif murah, benar-benar sangat menggoda iman. Memang kebanyakan buku yang dijual berbahasa Belanda, tapi masih cukup banyak sisa buku berbahasa Inggris untuk memenuhi troli yang gue seret-seret selama acara belanja. And that smell of old books, hmmm...delicious...=)
4. Papua New Guinea, or Papua Nugini
Semboyan negara tetangga kita ini adalah "Expect the Unexpected". And that is so true! Sejak pertama menginjakkan kaki di negara ini, adaaaa saja kejadian aneh dan tak terduga yang gue alami bersama bos gue. Kalau bukan karena urusan pekerjaan, mungkin gue nggak akan pernah terpikir untuk berkunjung ke Papua Nugini. Dari mulai jembatan yang hilang tiba-tiba dan membuat kita harus berputar arah setelah menempuh lebih dari separuh perjalanan, penduduk yang suka bertelanjang kaki ke mana-mana, sampai bau menusuk hidung saat memasuki supermarket atau bank karena orang-orang di sama memiliki masalah utama: bau badan! Belum lagi kebiasaan mereka untuk mengunyah beetle nut yang menyerupai sirih (tetapi dicampur dengan bubuk yang bisa membuat orang high), dan meludahkannya ke mana-mana. Eewww....Oh, di Papua Nugini juga pengalaman pertama gue presentasi di depan ratusan petani, dan disambut oleh tarian tradisional yang super heboh.
5. Bvlgari Hotel, Bali
This one is a very luxurious experience. Lagi-lagi keberuntungan gue saat bekerja di majalah hedon. Salah satu hotel termahal di Indonesia ini berhasil gue kunjungi dan membawa kenangan tak terlupakan. Private villa yang gue tempati benar-benar mewah, dengan pool sendiri dan berbagai amenities merek Bulgari (mulai dari sabun sampai parfum, yang dengan suksesnya dibawa pulang). Hotel ini juga punya private beach yang bisa dicapai dengan cara turun melalui lift kaca yang menempel di tebing. Huhu, nggak mau pulaaangggg....
6. New York City in new year's eve
This is like my favorite city in the world, and I do hope that someday I could be back there. Gue beruntung sempat mengunjungi New York sebelum peristiwa 9/11, tepatnya di malam pergantian milenium. Semua orang sibuk mempersiapkan acara besar di kota itu, dan suasananya benar-benar tidak bisa dibeli oleh apapun. Times Square yang penuh kehebohan, toko-toko dengan promosi Y2K nya, orang-orang yang berlalu-lalang...Ditambah dengan menyempatkan diri menonton pertunjukan Broadway. Amazing.
7. Singapore Zoo
Kalau pergi ke Singapura, please sempatkan istirahat sejenak dari Orchard Road dan berkunjung ke kebun binatangnya. It's really worth your time! Salah satu kebun binatang terbaik di dunia, dan ditata dengan sangat-sangat rapi. Kalau dipikir-pikir betapa negara kecil yang miskin sumber daya ini bisa membuat atraksinya menjadi sangat menarik, agak menyebalkan juga sih. I love the polar bears and the lions. And I hope someday Ragunan could match this place!
8. Louvre Museum, Paris
Nggak perlu dibilang lagi, the most amazing museum I've ever been to. Satu hari penuh gue muter-muter di sini, tetep aja belum semuanya berhasil dilihat. Begitu banyak peninggalan sejarah disimpan di sini, dan gue sama sekali nggak ngerasa rugi ngeluarin uang buat bayar tiket masuknya. Apalagi setelah capek banget seharian keliling-keliling, gue bisa ngejogrok di bangku taman yang terletak persis di samping bangunan, sambil menikmati teriakan anak kecil dan hangatnya musim panas Paris. Ahhhh....perfecto.
9. Takengon, Aceh
Bukan suatu tempat yang menyenangkan, dan gue ke sini dalam rangka pekerjaan juga. Tapi tempat ini mampu membuka mata gue tentang realita kehidupan di Indonesia, khususnya di daerah konflik seperti Aceh. Hanya ada tiga restoran layak makan di seluruh kota, banyak keluarga yang kehilangan anggotanya akibat pemberontakan GAM, dan perkebunan kopi yang diselingi dengan tanaman ganja di sana-sini. Ow...and I stopped drink coffee after I went here...it was too much for me.
10. Strolling around Bandung
My hometown, my everlasting love. Entah sudah berapa kali gue mengungkapkan kecintaan gue sama kota Bandung di dalam blog ini.Mungkin Bandung yang sekarang sudah berbeda dengan Bandung yang gue kenang, tapi itu nggak menyurutkan rasa sayang gue sama kota ini. Menyusuri Taman Sari di sore hari sambil mendengarkan radio Oz, mampir sejenak di Warung Laos atau Selasar Sunaryo, jajan gorengan di Jalan Bungur, lalu mengobrol bersama orang-orang tersayang di rumah. It always makes me sad to think that how time flies so fast, and how my heart still belongs to the past sometimes...
Masih banyak sih, tempat yang tak terlupakan dalam perjalanan hidup gue. Lapangan bola ArenA di Amsterdam saat menonton Liga Champions, kota Berlin saat final Piala Dunia 2006, liputan di bundaran HI saat demo ribuan orang, menyusuri Las Ramblas di Barcelona, menginjak pasir Pantai Waikiki di Hawaii, menonton konser Jason Mraz di Java Jazz saat sedang hamil 3 bulan, honeymoon di Le Jardin Villa di Seminyak, atau merasakan salju pertama di Belanda...Maybe I will share about them again someday...=)
I cherised every second of my life..and I thank God for what I had so far...and for whatever I will have in the future.
So, for the sake of memories, please let me reminisce for a while. And here they are!
1.Gili Nanggo, sebelah selatan pulau Lombok
Gue mendapat kesempatan ini saat bekerja di sebuah majalah lifestyle. Serasa ketiban durian runtuh, gue diminta untuk meliput perjalanan cruise dari Bali ke Lombok. Dan salah satu perhentian yang paling berkesan adalah di Gili Nanggo, tempat gue berkenalan dengan snorkeling untuk pertama kalinya. It was incredible! Ratusan sosok ikan dalam berbagai bentuk dan warna, melintas begitu saja di depan mata gue, berseliweran di air yang super jernih. Koral dan tumbuhan laut yang tak kalah indah juga membuat gue terkagum-kagum. Dan yang lebih gila, gradasi air laut dari biru muda ke biru gelap betul-betul sempurna. Yang paling menyenangkan? Pantainya masih sepi, serasa berada di pantai milik sendiri. It felt like the time has stopped.
2. Bandarawela, Sri Lanka
Ini pengalaman tak terlupakan, bukan karena menyenangkan, tapi lebih karena ke-spooky-annya. Gue menginap di sebuah hotel lama di kota kecil Bandarawela di daerah pegunungan Sri Lanka, saat mengikuti workshop bersama NGO Jerman tempat gue bekerja saat itu. Bukan saja hotel kolonial itu berbentuk bangunan tua, tapi kamarnya pun tidak berubah semenjak didirikan pertama kali. Tempat tidur besar bertiang besi, kamar mandi dengan bath tub model lama, dan cermin besar yang menyeramkan, benar-benar membuat tidur menjadi susah selama seminggu menginap di sana. Botol air panas yang diselipkan ke bawah selimut memang menyenangkan, tapi hidup tanpa TV di sana benar-benar suatu cobaan!
3. Boekenmarkt @ Utrecht, Holland
For a booklover like me, this place is like heaven! Aula besar yang dipenuhi oleh ribuan buku dari berbagai genre, dengan harga yang relatif murah, benar-benar sangat menggoda iman. Memang kebanyakan buku yang dijual berbahasa Belanda, tapi masih cukup banyak sisa buku berbahasa Inggris untuk memenuhi troli yang gue seret-seret selama acara belanja. And that smell of old books, hmmm...delicious...=)
4. Papua New Guinea, or Papua Nugini
Semboyan negara tetangga kita ini adalah "Expect the Unexpected". And that is so true! Sejak pertama menginjakkan kaki di negara ini, adaaaa saja kejadian aneh dan tak terduga yang gue alami bersama bos gue. Kalau bukan karena urusan pekerjaan, mungkin gue nggak akan pernah terpikir untuk berkunjung ke Papua Nugini. Dari mulai jembatan yang hilang tiba-tiba dan membuat kita harus berputar arah setelah menempuh lebih dari separuh perjalanan, penduduk yang suka bertelanjang kaki ke mana-mana, sampai bau menusuk hidung saat memasuki supermarket atau bank karena orang-orang di sama memiliki masalah utama: bau badan! Belum lagi kebiasaan mereka untuk mengunyah beetle nut yang menyerupai sirih (tetapi dicampur dengan bubuk yang bisa membuat orang high), dan meludahkannya ke mana-mana. Eewww....Oh, di Papua Nugini juga pengalaman pertama gue presentasi di depan ratusan petani, dan disambut oleh tarian tradisional yang super heboh.
5. Bvlgari Hotel, Bali
This one is a very luxurious experience. Lagi-lagi keberuntungan gue saat bekerja di majalah hedon. Salah satu hotel termahal di Indonesia ini berhasil gue kunjungi dan membawa kenangan tak terlupakan. Private villa yang gue tempati benar-benar mewah, dengan pool sendiri dan berbagai amenities merek Bulgari (mulai dari sabun sampai parfum, yang dengan suksesnya dibawa pulang). Hotel ini juga punya private beach yang bisa dicapai dengan cara turun melalui lift kaca yang menempel di tebing. Huhu, nggak mau pulaaangggg....
6. New York City in new year's eve
This is like my favorite city in the world, and I do hope that someday I could be back there. Gue beruntung sempat mengunjungi New York sebelum peristiwa 9/11, tepatnya di malam pergantian milenium. Semua orang sibuk mempersiapkan acara besar di kota itu, dan suasananya benar-benar tidak bisa dibeli oleh apapun. Times Square yang penuh kehebohan, toko-toko dengan promosi Y2K nya, orang-orang yang berlalu-lalang...Ditambah dengan menyempatkan diri menonton pertunjukan Broadway. Amazing.
7. Singapore Zoo
Kalau pergi ke Singapura, please sempatkan istirahat sejenak dari Orchard Road dan berkunjung ke kebun binatangnya. It's really worth your time! Salah satu kebun binatang terbaik di dunia, dan ditata dengan sangat-sangat rapi. Kalau dipikir-pikir betapa negara kecil yang miskin sumber daya ini bisa membuat atraksinya menjadi sangat menarik, agak menyebalkan juga sih. I love the polar bears and the lions. And I hope someday Ragunan could match this place!
8. Louvre Museum, Paris
Nggak perlu dibilang lagi, the most amazing museum I've ever been to. Satu hari penuh gue muter-muter di sini, tetep aja belum semuanya berhasil dilihat. Begitu banyak peninggalan sejarah disimpan di sini, dan gue sama sekali nggak ngerasa rugi ngeluarin uang buat bayar tiket masuknya. Apalagi setelah capek banget seharian keliling-keliling, gue bisa ngejogrok di bangku taman yang terletak persis di samping bangunan, sambil menikmati teriakan anak kecil dan hangatnya musim panas Paris. Ahhhh....perfecto.
9. Takengon, Aceh
Bukan suatu tempat yang menyenangkan, dan gue ke sini dalam rangka pekerjaan juga. Tapi tempat ini mampu membuka mata gue tentang realita kehidupan di Indonesia, khususnya di daerah konflik seperti Aceh. Hanya ada tiga restoran layak makan di seluruh kota, banyak keluarga yang kehilangan anggotanya akibat pemberontakan GAM, dan perkebunan kopi yang diselingi dengan tanaman ganja di sana-sini. Ow...and I stopped drink coffee after I went here...it was too much for me.
10. Strolling around Bandung
My hometown, my everlasting love. Entah sudah berapa kali gue mengungkapkan kecintaan gue sama kota Bandung di dalam blog ini.Mungkin Bandung yang sekarang sudah berbeda dengan Bandung yang gue kenang, tapi itu nggak menyurutkan rasa sayang gue sama kota ini. Menyusuri Taman Sari di sore hari sambil mendengarkan radio Oz, mampir sejenak di Warung Laos atau Selasar Sunaryo, jajan gorengan di Jalan Bungur, lalu mengobrol bersama orang-orang tersayang di rumah. It always makes me sad to think that how time flies so fast, and how my heart still belongs to the past sometimes...
Masih banyak sih, tempat yang tak terlupakan dalam perjalanan hidup gue. Lapangan bola ArenA di Amsterdam saat menonton Liga Champions, kota Berlin saat final Piala Dunia 2006, liputan di bundaran HI saat demo ribuan orang, menyusuri Las Ramblas di Barcelona, menginjak pasir Pantai Waikiki di Hawaii, menonton konser Jason Mraz di Java Jazz saat sedang hamil 3 bulan, honeymoon di Le Jardin Villa di Seminyak, atau merasakan salju pertama di Belanda...Maybe I will share about them again someday...=)
I cherised every second of my life..and I thank God for what I had so far...and for whatever I will have in the future.
Wednesday, May 19, 2010
Peer Pressure
It's so naive of me to think that peer pressure had ended when I left my teenage days. Nope, it's definitely not!
Awalnya karena mewabahnya Blackberry dalam keluarga gue, mulai dari keluarga inti sampai keluarga besar, yang dilanjutkan dengan terbentuknya grup-grup berisikan orang-orang itu, dan tentunya gosip-gosip seru.
Lalu, suatu hari yang damai, tiba-tiba aja bokap gue terinspirasi untuk membelikan gue Blackberry ini. Yang sebenarnya sudah gue tolak dengan sopan, bahkan menyarankannya untuk mengganti hadiah itu dengan handphone merk lain, atau mentahnya sekalian.
Tapi ternyata sang bokap (didukung seisi rumah yang sudah ber Blackberry) tetap keukeuh. Dan gue juga nggak kalah keukeuhnya donk, untuk tetap bertahan dengan Sony Ericsson pinjeman suami yang udah nyala-mati nggak menentu. Gue nggak mau jadi budak teknologi, atau mendadak autis nggak jelas..
Hmmm...apa daya, tekanan lingkungan sekitar emang lebih menggila. Dari gosip seru sampai berita penting (puncaknya waktu tante gue meninggal dan gue telat tau gara-gara hebohnya udah di BB duluan), akhirnya gue menyerah.
So here I am...with my Bold in hand, trying to adjust myself with this silly little thing, and becoming more and more aware of the blinking red light in the right corner of it. ARGH!
Awalnya karena mewabahnya Blackberry dalam keluarga gue, mulai dari keluarga inti sampai keluarga besar, yang dilanjutkan dengan terbentuknya grup-grup berisikan orang-orang itu, dan tentunya gosip-gosip seru.
Lalu, suatu hari yang damai, tiba-tiba aja bokap gue terinspirasi untuk membelikan gue Blackberry ini. Yang sebenarnya sudah gue tolak dengan sopan, bahkan menyarankannya untuk mengganti hadiah itu dengan handphone merk lain, atau mentahnya sekalian.
Tapi ternyata sang bokap (didukung seisi rumah yang sudah ber Blackberry) tetap keukeuh. Dan gue juga nggak kalah keukeuhnya donk, untuk tetap bertahan dengan Sony Ericsson pinjeman suami yang udah nyala-mati nggak menentu. Gue nggak mau jadi budak teknologi, atau mendadak autis nggak jelas..
Hmmm...apa daya, tekanan lingkungan sekitar emang lebih menggila. Dari gosip seru sampai berita penting (puncaknya waktu tante gue meninggal dan gue telat tau gara-gara hebohnya udah di BB duluan), akhirnya gue menyerah.
So here I am...with my Bold in hand, trying to adjust myself with this silly little thing, and becoming more and more aware of the blinking red light in the right corner of it. ARGH!
Monday, April 05, 2010
Surreal
Salah satu hal paling menakutkan dalam hidup adalah kehilangan. Terutama sesuatu yang kita sayangi. Entah itu permanen atau sementara, semuanya sama menyakitkan.
Dan setelah ketakutan itu menjadi kenyataan, tiba-tiba kita seperti hidup dalam dunia yang lain. Yang tidak nyata. Segala sesuatu terasa surreal. Terkadang kita lupa, yang kita sayangi sudah pergi. Sekelebat wanginya, sekilas suaranya, atau secuil kenangan tentangnya, suka tiba-tiba menyeruak ke dalam kehidupan kita. Dan butuh sekian detik yang membuka pedih, sampai akhirnya kita disadarkan kalau semuanya hanya ilusi, arsip dari memori.
Dan pada suatu saat, kita dipaksa untuk menerima. Melepaskan. Dan merelakan.
To our dearest Tante Joyce, may your soul rest in peace. The world will the never be the same without you.
Dan setelah ketakutan itu menjadi kenyataan, tiba-tiba kita seperti hidup dalam dunia yang lain. Yang tidak nyata. Segala sesuatu terasa surreal. Terkadang kita lupa, yang kita sayangi sudah pergi. Sekelebat wanginya, sekilas suaranya, atau secuil kenangan tentangnya, suka tiba-tiba menyeruak ke dalam kehidupan kita. Dan butuh sekian detik yang membuka pedih, sampai akhirnya kita disadarkan kalau semuanya hanya ilusi, arsip dari memori.
Dan pada suatu saat, kita dipaksa untuk menerima. Melepaskan. Dan merelakan.
To our dearest Tante Joyce, may your soul rest in peace. The world will the never be the same without you.
Thursday, March 11, 2010
Old One, New One
To make a change for my blog is such a big deal to me. The last time I made a template change was in 2003, a few months after I started this blog. So it's almost seven years ago! Imagine how many new blogs were emerging in that period of time. Of course with a better technology, cool templates, and various topics.
My reader friends had always associated my blog as a "simple, blue blog". I don't like the confusion of html and programming language. That's why I didn't really care about how my blog looked like. For me, what's inside it is the most important thing.
Until, haloscan, my comment provider, was closing its account, and all my comments were suddenly gone. I accepted the fact with a broken heart. For me, the comments represented my friends..people who always cared for me, for what I thought, even the unimportant ones. Sometimes, I met people for the first time through this blog, and became good friends with them, although we never even met in the "real" world. (hello, flo! Please keep on blogging...)
But still, life must go on, and I decided this is the right time to start a new page. Well, not a new blog for sure, only a little change that could brighten my days. The content is still the same. The writer, despite her current status as a mum and wife, is still the same girl as the one who started blogging seven years ago. Maybe some lessons throughout the years had harden her heart, and some experience had made her a bit more mature. But she's still the girl who fell in love with words, and she will always be. No matter what.
Thanks for keep reading my blog, guys! =)(whoever you are..)
My reader friends had always associated my blog as a "simple, blue blog". I don't like the confusion of html and programming language. That's why I didn't really care about how my blog looked like. For me, what's inside it is the most important thing.
Until, haloscan, my comment provider, was closing its account, and all my comments were suddenly gone. I accepted the fact with a broken heart. For me, the comments represented my friends..people who always cared for me, for what I thought, even the unimportant ones. Sometimes, I met people for the first time through this blog, and became good friends with them, although we never even met in the "real" world. (hello, flo! Please keep on blogging...)
But still, life must go on, and I decided this is the right time to start a new page. Well, not a new blog for sure, only a little change that could brighten my days. The content is still the same. The writer, despite her current status as a mum and wife, is still the same girl as the one who started blogging seven years ago. Maybe some lessons throughout the years had harden her heart, and some experience had made her a bit more mature. But she's still the girl who fell in love with words, and she will always be. No matter what.
Thanks for keep reading my blog, guys! =)(whoever you are..)
Sunday, February 28, 2010
Working Mum
One of the hardest decisions I've ever made was to get back to work again after spending so many beautiful moments with my boy as a stay at home mom. I've never realized how priceless it is to look at baby yo's face whenever I want to, or to hold him tight every time I want to express my feeling for him.
Now, I become one of the working mums, just like my mum when I was growing up. It's tough, because everytime I miss him, I couldn't just go to his room and playing with him. The only way to lighten my mood is looking his photos in my facebook page...
I never knew how hard it is to leave your child in the house, even though only for 8 hours. Suddenly, you just don't care about the carrier path anymore, about the overtime, the business trips...The only thing you want to do is coming home early, to catch up with your little one, playing with him before he falls asleep.
And I promise myself, if I have a choice, I would take a different way. Really I would.
Now, I become one of the working mums, just like my mum when I was growing up. It's tough, because everytime I miss him, I couldn't just go to his room and playing with him. The only way to lighten my mood is looking his photos in my facebook page...
I never knew how hard it is to leave your child in the house, even though only for 8 hours. Suddenly, you just don't care about the carrier path anymore, about the overtime, the business trips...The only thing you want to do is coming home early, to catch up with your little one, playing with him before he falls asleep.
And I promise myself, if I have a choice, I would take a different way. Really I would.
Subscribe to:
Posts (Atom)