Friday, July 17, 2009

The Place of Living Dangerously

Waktu Bom Bali kedua meledak tahun 2005 yang lalu, gue lagi sekolah di Belanda, dan seorang teman di sana bertanya sama gue, gimana rasanya tinggal di sebuah negara yang rawan peristiwa terorisme dan bencana?

Saat itu gue nggak bisa jawab, yang gue tahu hanyalah, itu udah jadi bagian dari kehidupan gue. Gue sendiri bukan tipe yang paranoid dan memilih untuk nggak pergi-pergi karena takut terjadi apa-apa. Soalnya kalau ketakutan kita diikutin, bisa-bisa satu hari penuh kita hanya ngendon di rumah dan malah nggak bisa beraktivitas.

Di tahun 2004, waktu bom di Kedutaan Australia di Kuningan meledak, gue masih bekerja sebagai reporter di salah satu media online, dan menyambangi lokasi adalah bagian dari pekerjaan gue. Gue sangat inget beberapa saat sebelum bom meledak, gue lagi liputan rapat kerja Komisi 1 DPR dengan Kapolri menjelang Pemilu, dan saat itu Kapolri menjamin Pemilu akan aman. Beberapa saat kemudian, bum, terjadi ledakan. Bayangin aja, kalau jaminan dari Kapolri udah nggak bisa dipegang, siapa lagi yang bisa kita percaya?

Dan hari ini, kejadian itu terulang lagi. Indonesia baru berbangga hati setelah menyelesaikan serangkaian proses pesta demokrasi yang berlangsung cukup aman dan lancar. Lalu tiba-tiba, pagi ini, terjadi lagi ledakan di Ritz Carlton dan JW Marriott,hotel yang mestinya jadi tempat menginap timnas sepakbola Indonesia dan Manchester United yang akan melangsungkan pertandingan minggu ini.

Kaget, iya. Shock, iya juga. Mau marah-marah, bangeeet (apalagi waktu tersiar kabar kalau ini merupakan satu lagi kejadian bom bunuh diri. Sakit jiwa ya!!!). Tapi juga ada perasaan lain di dalam hati. Kebal, mungkin. Bahwa ini lagi-lagi menimpa Indonesia. Dan menurut gue, gawat banget kalau kita akhirnya sudah "terbiasa" dengan berita-berita semacam ini. Berita yang kalau dibaca atau ditonton oleh orang-orang diluar negeri, mereka akan berkomentar, "Oh...Indonesia." Sama seperti akhirnya kita udah biasa dengan berbagai berita rusuh di India dan Pakistan, atau di Timur Tengah. Gue nggak mau, bener-bener nggak mau, Indonesia jadi seperti itu di mata dunia. Dan gue jadi gedek sendiri kalo mikirin semua pemeriksaan sok ketat di setiap hotel dan pusat perbelanjaan di Jakarta. Apa gunanya dong?

Deep condolences for all victims. Semoga ini menjadi yang terakhir.