Friday, December 28, 2012

Twenty Twelve

This year is one of the toughest years in my life, in terms of finance, parenting, relationships, even work. I lost a beloved aunt, almost been kicked out from our previous apartment, and had a very challenging moments with my son. Who knows being a mom of a 3 years old boy could be so difficult and dramatic? Who knows that 4 years of marriage left you with more bitterness and dull routines? And who knows that 3 years at the same office (the longest record I have so far!) could define the word "bored" into a new level?

Well.. I didn't know all of that stuff. But now I learned my lessons =D

It's not about the situation - challenging kid, flat relationship or bad financial situation. I can't even blame my boss for my so-called unhappiness at work.

It's about my attitude. And how I deal with things.

The biggest problem in 2012 is the way hope was slipped from my grip. The way giving up seemed so easy for me. The way walking out from the hard reality and never faced it bravely became the only solution I knew. The way I compared other people's life with mine, with increasing jealousy and hatred every day. The way I coped with life with so much bitterness.

This year is indeed tough. But I'm sure it's not only for me. And I don't want to be one of the losers who will give up with the hard times. I want to keep my hope, grip it hard and put it in my heart. I want to be back in the game of love - not only with my husband and son, but with everyone who shares their life with mine. I want to face my problems bravely - not walking away or hiding behind somebody else's back.

I want to live my life. Just like I did for many years before.

And I want to welcome 2013 with a different spirit.

How about you?

Monday, December 17, 2012

Four Years

Soooo it's been four years since we said our vows in a church in Bogor, in front of the people whom we love so much. And how's marriage life treated me so far?

To tell you the truth, it's not all rainbows and butterflies like I thought before. We are two different people, with two very different needs, and we really have different approaches in solving our problems. We're not the perfect couple. I am not a romantic, even in our first year of marriage he could tell the obvious fact.

And after being with one person for these past four years, sometimes I miss my single life. My carefree-do whatever I want to do- days. When I could sort all my plans without having to consult anybody. When I didn't have to bear a heavy responsibility as a mother and a wife. When my identity was simply me. Myself.

And then the reality hit me hard. Do I really want to go back to those days? Days without the little boy's laughter and cries? Days without having someone to talk to after a series of unfortunate events? Days without my own little family?

I can't imagine that happens to me.

Yes we don't have a perfect marriage, yes we have so many unsolved problems, yes we have very bad days. But who doesn't? 

We don't live in Twilight world anyway. And even there, they have their own problems.

Happy anniversary!


Friday, November 23, 2012

Thirty Something

Okaaay...I'm officially a thirty something lady now, not a funky care-free twenty something girl anymore =D Well setidaknya gue berharap jiwa tetap muda sih, meski sudah ada embel-embel kepala tiga sekian sekian (hokeee..tiga puluh dua, susah amat sih ngaku umur doang!).

Anyway, mengutip khotbah pendeta di sebuah kebaktian minggu beberapa waktu lalu, ada 14 hal yang biasanya jadi penyesalan seseorang:

1. tidak merawat kesehatan
2. terlibat pergaulan yang salah
3. membiarkan pernikahan rusak
4. malas belajar hal-hal baru, termasuk bahasa asing
5. gagal menyelesaikan atau melanjutkan pendidikan
6. tidak pernah traveling
7. terlalu serius menjalani hidup
8. tidak menjalani pekerjaan impian
9. hidup mengikuti cara dan kemauan orang tua (!)
10. khawatir berlebihan tentang yang orang lain katakan
11. tidak memperjuangkan cinta sejati (ciyeee..romantis juga pak pendeta)
12. putus kontak dengan teman masa kecil
13. membully orang lain semasa sekolah
14. bekerja terlalu banyak dan mengorbankan waktu dengan orang-orang tercinta

Sebenernya mungkin masih banyak penyesalan-penyesalan yang dihadapi orang-orang, tapi 14 poin di atas cukup bisa mewakili kehidupan: kesehatan, keluarga, pendidikan dan passion, juga relationship dengan orang-orang sekitar.

Menginjak usia 32, gue sendiri masih punya banyak "penyesalan". Memang benar, orang bilang banyak-banyaklah bersyukur. Tapi menurut gue, nggak ada salahnya mengatur target untuk diri sendiri. Dan "penyesalan" merupakan pengingat akan apa yang belum kita lakukan - dan tentu saja melakukannya, bukan hanya menyesalinya terus menerus =)

So let me say: welcome to the age of 32, and bring it on!

Tuesday, November 20, 2012

Drama Apartemen

Hampir 4 tahun tinggal di apartemen, gue masih maleesss banget untuk pindah ke rumahan. Kayaknya emang udah kecanduan tinggal di apartemen dengan segala kemudahannya: bisa ditinggal pergi berhari-hari, cari makanan malem-malem, belanja dadakan tinggal turun ke bawah, dan ngesot sedikit langsung ketemu mall. Oiya, satu lagi alesan egois kenapa gue males pindah rumah: apartemen itu gampang beberesnya, huahaha...sangat pemalas yah.

Anyway, bukan berarti tinggal di apartemen selalu tenang damai bahagia lhooo...Justru banyak kejadian aneh dan terkadang tragis yang sebenernya bikin mikir untuk pindah. Gempa bumi misalnya, pernah beberapa kali gue rasain. Dari yang paling gede saat lagi hamil 7 bulan dan terpaksa ngos-ngosan turun tangga 12 lantai, sampai yang cukup kecil dan hanya bikin loncat sedikit, dan biasanya gue cuekin aja.

Tinggal di apartemen juga berarti ketemu banyak orang. Senengnya, jadi kenal berbagai jenis orang, mulai dari tetangga yang kalo berantem sampe kedengeran ke mana-mana, terus anak-anak kecil yang jadi temen mainnya Yofel, juga ibu-ibu ngeselin yang kalo naik lift maunya nyerobot aja. Nggak enaknya, tentu space yang kecil bikin ruang gerak dan privasi kita menyempit juga. Kadang pengen marah-marah karena anak tetangga ribut lari-larian di lorong depan sementara kita pengen tidur siang. Tapi, kondisi sebaliknya juga pernah terjadi, tetangga depan ngetok-ngetok pintu gara-gara Yofel nggak bisa berenti nangis pas jaman suka kolik dulu.

Di apartemen gue juga suka banyak orang yang kurang jelas asal-usulnya. Well, gue sih sebenernya nggak mau mikirin dan ngurusin, selama mereka juga nggak pernah ngerecokin dan bermaksud jahat sama kita. Tapi kadang ngeri juga kalo udah denger berita-berita serem seputar "pembunuhan" atau "penggerebekan narkoba". Pernah nih, satu sore gue pulang kantor mendapati gerombolan polisi dan petugas dengan seragam imigrasi berkerumun di depan apartemen gue. Kaget donk, kirain ada apaan. Ternyata, tetangga depan gue, sekumpulan cowok bertampang Timur Tengah, lagi kena gerebek karena nggak punya ijin tinggal dan dokumen jelas. Zzzzz...

Tragedi terakhir yang juga menyedihkan adalah jatuhnya seorang anak kecil dari lantai 28. Kebetulan satu tower dengan gue, dan kebetulan suka main di lobby sama Yofel sesekali. Selain tragis karena korbannya adalah anak kecil dan banyak saksi yang melihat dari kolam renang, kejadian ini juga menimbulkan kontroversi karena banyaknya kabar burung di balik kecelakaan tersebut. Ada yang bilang bukan murni kecelakaan, ada yang bilang melibatkan keluarga, dll dsb. Apapun itu, gue berdoa supaya anak laki-laki itu bisa beristirahat dengan tenang.

Tapi ternyata nggak berakhir disana, sekarang banyak pula yang membuat cerita jadi horror dengan kesaksian mereka melihat arwah si anak jalan-jalan, mulai di kolam renang sampai nongkrong di lobby tower. Sampai-sampai, waktu lagi cari apartemen untuk pindahan bulan depan, kita nggak jadi ambil satu unit yang ngadep ke kolam renang, persis ke tempat si anak jatoh...akibat terlalu banyak dengerin kisah-kisah seram. Huhuhu!

Anyway, berbagai drama di atas belum menyurutkan niat gue untuk tetap melanjutkan tinggal di apartemen. Tapi drama masih berlanjut, karena sampai sekarang kita belum menemukan apartemen yang pas...padahal sisa kontrakan yang sekarang tinggal 3 minggu lagi! wakwawwww...

Friday, November 02, 2012

Berlibur ke Rumah Nenek....(not!)

Judul itu adalah judul favorit jaman SD ketika mendapat tugas mengarang setelah liburan. Dan betapa irinya gue sama teman-teman yang bisa bercerita panjang lebar tentang liburan mereka di rumah Nenek - di desa, liat sawah, main sama kambing dan bebek...Sementara gue? Kedua Nenek gue saat itu tinggal di kota yang sama dengan gue. Bahkan Oma, Nenek gue dari pihak bokap, malah tinggal di rumah yang sama dengan gue, hanya dipisahkan oleh pintu paviliun saja. Blaaah...

Dan gue pun bercita-cita supaya Yofel setidaknya punya pengalaman liaht sawah, lihat bebek meleter dan kambing mengembik. Masalahnya, para oma-opa sekarang tinggal di kota-kota besar, di kompleks perumahan yang lebih dekat dengan mall ketimbang dengan sawah. Jadi gimana donk?

Untunglah, Ncus Yofel yang sudah bekerja mengurus Yofel selama 3 tahun ini berasal dari daerah yang masih cukup asri tapi nggak jauh-jauh banget dari Jakarta, yaitu Subang. Dan weekend Idul Adha kemarin kita memutuskan untuk jalan ke Subang, sekalian makan sate kambing dan merayakan 3 tahunnya Yofel (sekaligus 3 tahunnya Ncus bersama kita).

Dulu, jaman belum ada Cipularang, Subang adalah salah satu jalur favorit yang ditempuh untuk bisa sampai ke Jakarta. Biasanya, kalo pergi sama bokap, kita akan berhenti di salah satu resto dan makan siang di sana, atau mampir dulu ke Ciater sekadar kongkow-kongkow. Kangen juga suasana santai kayak gitu, karena kalo sekarang kan, Bandung-Jakarta bisa ditempuh dalam 2 jam (tanpa macet), businesslike banget deh feelnya, nggak ada santai-santainya sama sekali (Bahkan rest area nya pun terkesan penuh, serba buru-buru dan hectic).

Bagaimana dengan Subang saat ini? Meski sudah mengalami banyak perkembangan (ada Yogya department store yang cukup besar, lengkap dengan supermarketnya), namun suasana "kampung" nya juga masih berasa, apalagi kebanyakan orang masih bicara dalam bahasa Sunda. Senangnya =)

Kita menginap di Hotel Lotus, yang menurut anaknya Ncus, adalah hotel paling baru dan bagus di kota tersebut. Surprisingly, hotelnya bersih dan masih baru bangunannya, ada TV kabel dan wifi segala. Lokasinya juga persis di tengah kota, sehingga gampang kalau mau cari makan. Yang bikin terharu adalah waktu salah satu ponakan Ncus main ke kamar kita dan berseru dengan takjubnya, "Wah...ngeunaheun pisan euy ieu mah!" (Wah, enak banget ini sih!). Sementara si Ncus (yang punya pengalaman tinggal hotel-hotel bagus di berbagai negara) malahan sibuk menjelek-jelekkan hotel yang menurut dia "nggak ada apa-apanya dibanding Sheraton". Hahaha...kacau banget.

Anyway, we had a really-really great time there. Main ke rumah kakaknya Ncus yang masih tetanggaan sama sawah. Kesampaian juga Yofel ketemu kambing (yang selamat dari pemotongan massal hari itu), main sama ayam dan ngeliat bebek, mancing ikan dari baskom, dan lari-lari di pematang sawah. Yang lebih seru adalah karena salah satu cucu si Ncus, Ivan (yang dipanggil Aa Ipan sama Yofel) juga datang hari itu dan menemani Yofel main-main (sebelumnya mereka udah pernah ketemu pas di Bandung).

Semoga Yofel akan punya pengalaman seperti ini terus untuk ditulis di pelajaran mengarang nya suatu hari nanti, sehingga nggak perlu mengarang bebas sambil sirik-sirikan kayak gue dulu =)

Next time ke sini, mampir ke Ciater ah !


Ketemu kambing di tengah sawah =)

Nasibmu oh ayammm... (tenang, abis ini dilepas lagi kok) 



Sepanjang pematang...


 

yang ini agak gersang ya sawahnya? 





Thursday, November 01, 2012

Letting Go

To love is knowing when to let go, that's what people said. But it's easier said than done.

Last week, I heard a sad news from a very dear friend of mine, who had lost her father after one week in ICCU. It's quite a shock since her father seemed healthy and never had serious complaint about his health. Turned out, he had a serious heart attack and several other complications, causing a multi organ failure. After several days in comma, the doctor asked the family whether they wanted to continue the procedures (which involved ventilator and hemodialysis), or to stop them altogether.

Looking at the father's condition, the family decided to stop the treatment and let go. Let the best thing happen, even though that means they have to lose their father. Anything, but making their father suffered more than he should.

And at the very evening, their father passed away. My friend said that to let go her father was the hardest thing she'd ever done, but the most liberating at the same time.

The older we become, the scarier it feels to lose the people we love. But some things are unavoidable, and the most important thing is to remember that loving someone doesn't always mean having them around us all the time. Losing someone doesn't mean that we lost them forever. Because the memories, the love, the time we spent together, will always be captured in our heart.

Monday, October 22, 2012

Free Malling

Hidup di Jakarta sebenarnya sekarang sudah cukup menyenangkan untuk membawa anak-anak berjalan-jalan. Banyak variasi tempat selain mall yang patut dikunjungi, seperti museum, taman, area outdoor, sampai tempat-tempat bersejarah. Tapi sejujurnya, ada hari-hari dimana gue hanya pingin ke mall, ngadem di ruangan ber-AC (apalagi Jakarta sudah lama banget nggak disambangi hujan) sambil nyantai-nyantai aja.

Tapi, kelemahan mall adalah uang melayang tanpa terasa. Apalagi kalau pergi ke tempat permainan seperti Fun World atau Timezone, huhuuu seratus ribu bisa habis dalam sekejap. Belum lagi kalau disambi ngopi-ngopi, atau makan di restoran...Mana mungkin bisa berhemat, apalagi kalau lagi tanggal tua, menderita banget.

Sayangnya, di mall-mall Jakarta memang belum banyak playground atau tempat bermain yang gratisan. Jadi kita harus pintar-pintar mencari ide yang bisa cukup menghibur hati anak-anak tanpa terlalu mencekik dompet orang tua. Kalau untuk tanggal tua sih, lumayanlah beberapa altenatif di bawah ini =)

1. Free Playground 
Tentu nggak secanggih Giggles di FX dengan semprot-semprotan airnya, atau semeriah Fun World Grand Indonesia yang super heboh. Tapi ada beberapa playground mini yang cukup menyenangkan untuk menghabiskan waktu. di Burger King Senayan City, misalnya, ada ruangan khusus playground anak. Kita bisa membeli soft drink dan duduk menunggu, bahkan kayaknya nggak beli apa-apa pun nggak ada yang peduli juga (meski terlalu pelit sih kalau untuk sekadar soft drink pun nggak mau beli, hihi). Ace Hardware di Living World Mall juga memiliki playground gratisan yang lumayan lengkap dan besar. Sementara itu, di PIM juga tersedia beberapa mini playground (sebenarnya cuman berupa perosotan dan mainan modelnya Little Tikes). Kelemahan playground gratisan, tentu ramenya yang suka nggak kira-kira. Sangat disarankan datang di hari biasa, atau di jam-jam aneh seperti pagi hari pas mall baru buka, atau setelah lewat jam makan siang untuk playground di restoran.

Mainan di Playground gratisan Ace Hardware - kok burem yah...


2. Toy Store
Ini agak tricky sih, soalnya main ke toy store berarti harus siap menghadapi drama dan godaan membelikan mainan. Tapi beberapa toy store memiliki fasilitas bermain gratis yang diharapkan bisa meredam hasrat belanja si kecil. Sogo dan Metro misalnya, sering menyediakan meja khusus untuk bermain lego sepuasnya (selama nggak ada anak lain yang ngantri sih, hehe). Juga suka ada mainan track mobil atau kereta api Thomas yang dinyalakan non stop, lumayanlah menghibur juga untuk tontonan. Di toko mainan lain seperti ELC, Toys Kingdom atau Kidz Station, sebenarnya juga banyak mainan yang boleh dicoba gratis, atau sekadar dipandang-pandang. Asal cukup tebel muka untuk keluar dari toko tanpa membeli apa-apa, dan siap menghadapi drama si kecil, main-main ke toy store bukanlah ide yang buruk.

Nyobain keyboard di ELC, sampe mbak-mbaknya hapal sama yofel =p


3. Art & Craft
Sebenarnya, kalau mau mengeluarkan sedikit modal (30 ribuan rupiah), ada fasilitas mewarnai gambar dengan pewarna cair yang nantinya disetrika dan dikeringkan (nggak tau namanya apa). Selain marak di playground, fasilitas semacam ini juga banyak terdapat di tempat lain di mall, seperti di department store semacam Matahari, di toko buku bahkan di foodcourt. Tapi, kalau memang tidak mau mengeluarkan uang sama sekali, di Paperclip (toko stationery) juga ada fasilitas mewarnai gratis untuk anak-anak. Biasanya mereka menyiapkan area khusus di sudut toko, lengkap dengan meja-kursi, kertas yang sudah ada gambar yang siap diwarnai, dan pensil warna atau crayon. Lumayan juga untuk menghabiskan waktu, dan biasanya tempat ini tidak terlalu ramai.

4. Bookstore!
Tentu saja ini sama tricky nya dengan toko mainan, tapi merupakan alternatif yang sangat menyenangkan. Toko buku yang children friendly adalah Kinokuniya (di Plaza Senayan maupun Grand Indonesia), di mana area buku anak dibuat cukup lega, bisa sambil lesehan, sambil membuka buku-buku yang seringkali tidak dibungkus plastik. Gramedia di Grand Indonesia juga cukup menyenangkan. Selain membaca buku, Gramedia memiliki fasilitas permainan komputer untuk anak (sebenarnya sih ini area promosi untuk menjual DVD atau games edukatif, tapi bisa dipakai untuk main-main kok). TGA di Senayan City juga memiliki koleksi buku anak yang lumayan seru, di samping interiornya yang tak kalah menarik. 

5. Free shows
Setiap mall memiliki daya tarik dan ciri khasnya masing-masing, tapi pasti ada minimal satu show atau pertunjukan atau kegiatan gratisan yang ditawarkan, baik reguler maupun yang khusus. Contoh show gratisan yang reguler: air mancur menari di Grand Indonesia, pertunjukan jam di Plaza Senayan (yang kayaknya nggak pernah berubah tapi tetep ditungguin para pengunjung), atau air mancur menari di taman Central Park Mall (beda jenis dengan Grand Indonesia, yang ini lebih seperti air mancur loncat-loncat). Selain show reguler, tiap mall sering menawarkan show-show khusus terutama di musim liburan sekolah (Juni-Juli atau Desember). So far, gue pernah mengajak Yofel melihat show Spongebob dan Thomas di Central Park, Spiderman di Senayan City, juga Sea World (lengkap dengan touch pool dan aquariumnya) di Citraland Mall. Kelemahannya? Rameeee...jadi harus siap-siap berdesakan atau antri dengan pengunjung lain, terutama di hari libur.

After the show- bisa elus-elus si Thomas =)


6. Every little thing...
Selain kegiatan-kegiatan di atas, masih banyak yang bisa dimanfaatkan dari fasilitas mall, bahkan yang kecil-kecil dan nggak penting. Misalnya, taman di Central Park Mall, seru banget buat lari-larian, atau sekadar ngeliatin ikan koi di kolamnya. Atau di Mal Taman Anggrek, ngeliatin orang main ice skating (terutama kalau lagi ada event perlombaan atau pertandingan hoki) juga nggak kalah seru. Yang juga culun tapi menyenangkan adalah keliling-keliling supermarket pake kereta, terutama kalau ada kereta khusus anak seperti di Carefour yang berbentuk mobil mainan. 

Apapun kegiatannya, yang penting kebersamaannya kan. Jadi, ngemall nggak apa-apa juga kok, asal sesekali tetap main ke luar, cari variasi tempat yang ada udara non-AC nya =)  Oiya, untuk kegiatan ngemall gratisan ini, lebih baik kalau kartu kredit ditinggal dulu di rumah, biar nggak tergoda rayuan anak beli ini-itu.



Friday, October 12, 2012

How Far Will You Go?

Masih ingat kegundahan gue soal Blackberry beberapa tahun lalu? Well, well... Saat gue pikir gue sudah nggak usah diribetin oleh BB dan segala macam dilemanya (dan saat ini memegang satu BB dari kantor dan satu BB dari nyokap).. Who knows? It's apparently only the tip of the iceberg.

Beberapa minggu lalu, gue ketemuan sama temen-temen kuliah, dan satu fenomena yang gue lihat adalah betapa gadget sudah menjadi bagian penting dari hidup mereka. Nggak hanya Blackberry, sekarang hampir semua teman gue itu sudah memegang iPhone atau Android. Tapi kenapa sebagian besar dari mereka nggak melepas BB? Karena teman-teman mereka yang lain masih menggunakan BB dan berkomunikasi via BBM atau BB Group.

Lalu kenapa harus iPhone atau Android? Because they are the "it" phones now! Dan bukan hanya bentuknya yang keren atau feature nya yang canggih lho, tapi juga komunitas pemakainya (banyak yang bilang pemakai BB kurang smart karena sering menyebarkan broadcast message nggak penting). Ditambah lagi, berbagai aplikasi dan sosial media yang eksklusif bisa diakses oleh gadget-gadget tersebut.

Mengutip salah satu teman gue yang meminta gue untuk segera membuat akun Path "Soalnya Twitter udah nggak seru sekarang, ribet!" (Dan gue masih terbayang-bayang hari-hari awal gue berusaha keras memahami kegunaan Twitter. Masa harus diulang lagi sekarang?) Belum lagi Instagram yang membuat setiap pemakainya serasa menjadi jago fotografi dalam sekejap. Lalu bagaimana dengan BBM? Lho, kan ada Whatsapp yang bisa digunakan untuk berbagai smartphone tanpa harus keluar uang!

Anyway, bahkan para pencinta olah raga seperti lari dan sepeda pun sekarang sangat eksis dengan gadgetnya masing-masing, berlomba-lomba untuk menunjukkan kemajuannya melalui aplikasi seperti Endomondo atau Nikeplus.

Semakin terkejut juga saat gue bertemu teman-teman lama dari kantor majalah. iPhone ternyata sudah menjadi bagian hidup mereka juga, termasuk follow-follow-an di Path dan Instagram.

Dan gue jadi bertanya-tanya, sampai kapan ya perjuangan ini akan berakhir? How far will you go until one fine day, you'll decide to say "enough"?

Wednesday, September 19, 2012

Anyhting You Want to Be

How does it feel having a chance to become anything that you wanted?

Gue menghabiskan banyak waktu gue dengan anak-anak Amerika usia 20-an yang mengajar sebagai volunteer di SMA-SMA di berbagai daerah Indonesia. Yang menarik adalah perbedaan cara mereka memandang hidup dan merancang masa depan, dibandingkan dengan anak-anak muda Indonesia di usia yang sama.

Seringkali, kalau sudah mendekati akhir masa volunteer mereka di Indonesia, gue bertanya-tanya tentang rencana mereka ke depan. Dan jawaban mereka membuat gue miris, betapa "mudah" mewujudkan mimpi bagi mereka.

Banyak yang setelah menyelesaikan volunteer di Indonesia, kembali ke Indonesia untuk bekerja (dengan gaji ekspat, tentu!). Bukan di perusahaan minyak atau konsultan multinasional kok, kebanyakan malah mengajar di sekolah internasional atau bekerja di NGO asing. Tapi yang membuat iri adalah, gaji mereka yang setara dengan level manajer lokal, meski posisi mereka masih karyawan biasa. Renting apartemen atau rumah di daerah Sudirman atau Menteng pun bukan menjadi masalah besar.

Sebagian lagi, belum puas dengan petualangan mereka, kembali mencari fellowship atau volunteering program ke negara-negara lain. Dan betapa banyaknya kesempatan bagi mereka. Berkelana ke pelosok Asia, Afrika atau Eropa. Belajar bahasa di Amerika Selatan. Mengajar bahasa Inggris di Korea. Volunteer di program Peace Corps di Namibia. Atau bekerja di NGO asing di Nepal. Seolah tanpa beban, tanpa batasan apapun.

Betapa mudahnya mewujudkan mimpi bagi mereka! Lagi-lagi, komentar bernada iri hati itu tercetus dalam hati gue. Banyak juga yang balik ke Amerika, langsung lanjut ke grad school, dan rata-rata, alumni program Fulbright biasanya diterima di sekolah-sekolah bergengsi seperti Yale, Columbia atau Harvard. Masa depan tampak cerah bagi mereka.

Apa yang mereka miliki tapi tidak dimiliki oleh kita? Kadang gue lihat, kemampuan mereka sama-sama aja kok. Banyak teman-teman gue yang malah lebih pintar dan memiliki kemampuan lebih. Tapi satu yang kita nggak punya: privilege. Lahir dan hidup sebagai warga negara adikuasa. Memang ada sih, beberapa teman gue sesama orang Indonesia yang akhirnya berhasil menggapai mimpi-mimpi internasional mereka: sekolah di Ivy Leagues, kerja di berbagai belahan dunia, jalan-jalan ke mana-mana... Tapi effort mereka pun lebih besar, jauh lebih besar. Mereka kerja lebih keras, dan berusaha sekuat tenaga untuk menyamai posisi mereka dengan anak-anak yang sudah mendapat privilege lahir dan dibesarkan di Amerika.

Tapi memang betul, hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menyerah begitu saja. Kesempatan kita mungkin memang lebih sedikit, kita mungkin akan selalu dianggap warga kelas dua di Amerika (dan negara-negara maju lainnya) meski sudah punya pendidikan dan kedudukan yang oke, dan sampai kapanpun, kita tetap orang Indonesia, dengan segala keterbatasan kita. Tapi kita juga lebih tangguh, lebih mudah beradaptasi, lebih humble, dan lebih tidak dijagokan.

Sometimes being an underdog is good. And who knows? Underdogs could be anything they wanted too!

Wednesday, September 12, 2012

Perfect Life

"I won't ever, ever do that to my son", that's what I thought when I saw a mother yelling at her crying son in the middle of a parking lot.

"I will be spending my time teaching my kid to love books, to play outside..to be the coolest mom ever!!", that's what I told myself when I held my son in the hospital after he was born.

Perfect mom, perfect model, perfect life.

How did I know that there will be days when I don't feel like doing anything - except sleeping or reading my book?

How did I know that there will be times when I just don't have the patience to deal with my son's tantrum - and yelling at him is the only thing I can think of?

How did I know that there will never be the coolest mom - because even though you're cool for now, still there are days that your son simply doesn't want to talk to you, and you become his worst enemy =)

How did I know that there is no such thing as a perfect mom, let alone a perfect life?

But now I know.
Thank goodness, now I know =)


Monday, July 30, 2012

Go Public

Time flies so fast!!! Yofel is almost 3 years old, and we decided it's time for him to go to school!! =)

eating biscuit, a very big achievement!

I didn't do too much research about which is the best school for Yofel. There is one good preschool in our apartment, only 12 floors down and a couple of steps away, so it's easiest for Yofel to be enrolled in that school. The lessons are in English, but there's Mandarin and Bahasa Indonesia lessons as well, so we're pretty content about it.

First day of school, I was really nervous, I guess more nervous than Yofel himself. It's that bittersweet feeling, when you know there's a new era to face, but you don't want to lose the old one yet. Watching him wearing his brand new uniform and playing with other kids...there are things that are indeed still priceless in this pricey material world.

But at the same time, I also realized one important thing. Enrolling your kid into a school means your parenting stuff and kids problems becoming public. It suddenly becomes everybody's business, from the teachers at school to the other parents and kids in the class.

I remember the horrifying feeling when Yofel, who is still a picky eater and hates eating more than anything else, refused to sit down around the table with the other kids to have snack time. Instead of munching the biscuit and sitting with other children, Yofel kept screaming, kicking around and finally throwing the plate (luckily, a plastic plate) toward his teacher!

Embarrassment, fear and tears welled up in my heart (and eyes!), but I tried to hide it all. The teacher calmed me down and said that every kid needs time to adjust in new environment, so I don't need to be worried. Same thing happened when Yofel running around the class when the other kids singing and dancing. The alarming thing was that some of the kids were following him running around, and I tried to keep my face as innocent as possible when their parents looking at me.

But truth is, all the worrying and feeling afraid for Yofel seemed worth it when I heard from his nanny that Yofel is now starting to eat with his friends, or participating in singing and dancing in class, even he was willing to come forward as a volunteer to do the rote count.

Proud.

A feeling that is indeed, more priceless than anything.

Like his teacher once said to him, "Good job, Yofel!"


Monday, July 02, 2012

Rooting

Gli Azzurri - 2012
What makes you rooting for a sports team? Especially, a football team. Sometimes it happened because of personal reasons, for example you spent part of your life living in that particular country, or you married a guy from certain country, or maybe, your ancestor had come from that country. Those are the things that naturally made you connect with a country, and eventually, with its football team. (Although in my case, that didn't happen, since I have spent a year in Netherlands, and even had a grandma who practically a Hollander, but still, rooting for the Oranje team was not appealing for me).

But mostly, the story about why you root for a team is more personal than the above reasons. It's not in your blood, not in your family history, not related to any part of your life, but you just happened to fall for this particular team. It's like falling in love with a person, without knowing exactly why it happened.

And I guess it's more interesting with Indonesian people, maybe since we never had a chance to root for our national football team in international event, so each of us choose a team, and root for them fanatically, maybe even more fanatic than the original fans from that country.

My story had begun about 15 years ago, when I started to like watching football. My brother's favorite team at that time, Juventus, was playing in TV, and I had nothing better to do so I watched the game with him. One of the players caught my eyes (and my heart), and I learned that his name was Filippo Inzaghi. That was the beginning of my love for football, and I placed him (and his team) as the top reason for watching the games.

Pippo moved to another team, but my love for him was never changed until he was retired from football. I was rooting for him wherever he went, although Juventus has always been my first love =) But because of Pippo, I also rooted for Italy team, Gli Azzurri. And my love for them just keeps growing no matter what, even when all my favorite players had retired from the team. I don't know why I loved the team so much. Maybe because there were never boring moments every time they played, from all the dramas to the controversial goals, everything was beyond crazy =)

I remember vividly when I was cheering with the Italians in Berlin, the night of World Cup Final in 2006. How crazy it was, especially because Italy had always been an underdog so nobody expected them to be in the final, and won the game for that matter!

the glorious moment =)
I also remember how sad it felt when I watched my Azzurri stumbled and fell in the next World Cup (2010), not even getting through the first group elimination. Most of the players were too old to play anyway, and Italy needed regeneration and came up with new formation desperately. But still, I rooted for them in spite of their degradation. I could recall one of my fellow tifosi who was so dedicated to Azzurri in 2006 but suddenly didn't want to have anything to do with them in 2010. Why rooting for a team if you can't stick with them through thick and thin?

So I had mixed feelings when we entered EURO 2012 last month. I wished for the best for my Azzurri, despite the mocking and sneering from the haters, especially because Italy just had the scandal about scoring in their national leagues. But still, I've rooted for them for years, and it's not gonna change, no matter what they've been through.

And I was quite surprised because Azzurri played pretty well... Fighting back Spain in their first game, winning the penalty round against England, and even beating Germany, one of the most favorite teams this year. I love seeing the regeneration finally kicking in the team, we still have great experienced players like Pirlo and Cassano, but the new players like Balotelli spiced things up.

It's too bad Azzurri couldn't beat Spain in the final and collect the trophy they've been waiting for 44 years... But I still cherished the moments I watched them played (Pirlo's brilliant penalty? Balotelli's yellow card for taking off his shirt after making a goal?). This is just a beginning, I'm sure. And I am so freaking proud of them. So I just sent them my love and I'll be patient for Brazil =)

ps: and I can't understand why there are so may haters out there. Even the fans of Espana kept mocking Azzurri after they won the game, instead of just shutting their mouth and enjoying the moment. I felt sorry for them, because what good is that, when your team is winning but all you wanted to do was talking bad about the other team?

Tuesday, June 19, 2012

Blast from the Past

Courtesy of KapanLagi.com

Indonesia lagi kebanjiran konser musisi internasional. Entah harus disyukuri atau disayangkan karena dompet dan ATM berteriak-teriak prihatin. Yang jelas, hampir setiap bulan ada sajaaa konser yang termasuk sayang untuk dilewatkan, suatu kemewahan tersendiri untuk negara yang sempat dicap "travel warning" dan di black-list dari daftar tur grup band atau penyanyi asing.

Buat gue, prioritas justru diberikan pada para musisi yang sudah digilai sejak jaman dulu, dan dinanti-nanti konsernya hampir seumur hidup (lebay!). Beruntung sekali bulan Mei yang lalu, L'arc en Ciel untuk pertama kalinya memasukkan Jakarta ke salah satu kota tujuan World Tour nya tahun ini. Yippie!!! Band rock kojo asal Jepang ini menemani hari-hari gue begadang saat kuliah dulu...Dan entah kapan akan ada kesempatan yang sama, jadi tanpa ragu-ragu, sekalian reuni dengan teman-teman kuliah, kita pun memutuskan untuk membeli tiket (IDR 600k untuk Reguler B).

Konsernya diadakan di Lapangan D Senayan, dan ini pertama kalinya gue nonton konser di sana. Meski outdoor dan tempat seadanya, tapi setting panggungnya keren karena menampilkan grafis unik khas Jepang di big screen, dan dibuat super pas dengan lagu-lagu yang dibawakan. Konser dimulai tepat waktu (yeay!), panitia lumayan profesional mengatur barisan penonton waktu masuk ke lapangan, memisah-misahkan antara Reguler A dan B dengan cukup tertib.

And it was one of the best concerts I've ever watched!!! Nggak nyangka banget band yang sudah termasuk senior ini ternyata staminanya masih luar biasa mumpuni, jingkrak sana-sini, dengan intermission yang terbilang sedikit dan singkat. Memang banyak lagu-lagu baru yang gue nggak terlalu tahu karena sudah nggak terlalu ngikutin album mereka yang terakhir, tapi yang bikin seneng adalah mereka bawain juga lagu-lagu lama dari album jadul..Serasa balik ke jaman kuliah, bikin tugas praktikum sampe jam 3 pagi diiringi hentakan suara Hyde yang khas banget.

Yang juga bikin bahagia adalah betapa cowok-cowok L'arc en Ciel ini mempersiapkan konsernya dengan sepenuh hati. Terbukti dari niatnya mereka menghafal kata-kata Bahasa Indonesia yang diucapkan terpatah-patah. Bahkan Ken si gitaris nyentrik itu sempet-sempetnya bercanda "Halo, gua SUJU dari Korea!" Hahaha kocak banget, mengingat SUJU yang lagi digilai ABG memang baru konser di Jakarta beberapa hari sebelumnya. Belum lagi saat Hyde yang selalu tampil keren dengan gaya androgini nya, sempat iseng bermain wayang dan suling di atas panggung. Charming!!!

Rasanya nggak sia-sia penonton membludak malam itu, bahkan menurut situs world tour L'arc en Ciel, Jakarta adalah satu-satunya kota di mana tiket konser mereka sold out. Awwww =) Semoga sambutan kemarin itu membuat Laruku nggak kapok main-main ke Indonesia.

Belum hilang demam Laruku, bulan Juni-nya datang lagi satu grup dari masa lalu, New Kids on The Block!!! Yeay, it's like a dream comes true karena pertama kalinya gue nonton konser mereka itu adalah tahun 1992, atau 20 tahun yang lalu aja gituuuuu =D Konser pertama dalam hidup gue dan masih tetap berkesan sampai sekarang.

Siapapun yang mempunyai ide mengembalikan kejayaan boy band jaman dulu ini dan menggabungkannya dengan salah satu boy band lain, Backstreet Boys yang sedikit berbeda generasi, adalah seorang jenius. Sayangnya tiket konser NKOTBSB ini super mahaaaal....IDR 950k untuk festival, dan meski ada pre-sale nya, jangan harap dapet deh, karena langsung ludes dalam beberapa menit.

Jadi harapan gue nonton NKOTB pun pupus kandas, sampai menjelang hari H, ternyata situs penjualan tiket online rajakarcis.com membuat program cicilan. Yeay!! Langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, gue bersama seorang teman kantor yang juga datang dari generasi 80-an akhirnya memutuskan untuk membeli tiket.

Dan hari-H benar-benar heboh, karena kita harus berangkat dari kantor menuju MEIS-Ancol, gedung baru yang terletak di daerah Pantai Carnaval. Jam 4 berangkat dari kantor, nyampe Ancol jam 5 kurang, langsung bingung karena nggak ada petunjuk jelas dari panitia, ternyata harus menukar tiket dengan gelang dulu. Yang juga bikin kaget adalah pengamanan yang ala kadarnya. Tas kita tidak diperiksa pas mau masuk ke gate, berisan pun tidak diatur dengan tertib. Panitia seakan tidak siap menghadapi sekitar 10 ribu penonton (yang kebanyakan cewek padahal).

Lebih parah lagi, gedung konser MEIS ini ternyata sama sekali belum layak untuk digunakan. Concert Hall yang terletak di lantai 3 gedung mal yang baru dibangun ini belum sepenuhnya rampung, jalan menuju hall pun masih berupa tanah, belum berupa lantai, dengan beton-beton melintang di atas kepala dan debu di mana-mana, oh my... Belum lagi untuk menuju ke atas, hanya ada dua eskalator yang tidak berjalan, ngeri banget kalau sampai ada yang keinjek-injek (!)

Untungnya, konser dimulai cukup tepat waktu, dan karena panggung bermodel catwalk, hampir semua penonton festival kebagian melihat dengan jelas idolanya masing-masing. Buat gue, highlight nya tentu NKOTB donk, terutama Mas Jordan idola saat remaja =D Hampir semua lagu hits dari album jaman dulu dinyanyikan, termasuk favorit I'll be Loving You, Please Don't Go Girl dan Valentine Girl. Hmmm...mengenang masa-masa keemasan =)

The everlasting idol, Mr. Jordan Knight
Meski stamina masih kalah dengan Hyde dkk, NOKTBSB cukup menghibur dengan koreografer yang masih enak dilihat. Dan meski suara mereka sudah tidak semantap dulu (banyak yang turun dan sedikit out of tune), tapi bisa terobati melalui interaksi dengan penonton. Arghhh...jadi pengen lagiii!!! Yang lebih menyenangkan adalah saat membaca tweet Jordan Knight yang bilang kalau dia belum pernah denger I'll be Loving You dinyanyikan sekeras di Jakarta, dari awal sampai akhir, sampai-sampai menitikkan air mata segala. Merasa nggak percaya, gue cari di YouTube, membandingkan penampilan lagu itu di Jakarta dan kota-kota lainnya. Dan bener banget loh!!! Nggak ada yang seheboh di Jakarta, dan Jordan hanya nangis pas di Jakarta aja =)

Dan begitulah, mengenang masa muda tuh menyenangkan banget ya? Biarpun kadang nggak seindah jaman dulu, tapi momennya itu yang memang dapet banget.And I'm proud of Indonesians...Penonton yang (mungkin karena jarang disamperin sama idolanya) bener-bener antusias dan bikin sang performer merasa ditanggapi sepenuh hati =)

Sekarang, tiba-tiba ketar-ketir lagi waktu denger The Cardigans bakal manggung bulan Agustus nanti. Mengenang masa-masa nge-band jaman SMA!!!

I will never know, cause you will never show
C'mon and love me now, c'mon and love me now..

Should I walking down the memory lanes one more time? =)

Tuesday, May 29, 2012

Just a Tiny Little Bit

Selama sebulan terakhir ini, gue banyak melakukan field visit ke pelosok Indonesia. Yang paling menyenangkan dari perjalanan semacam ini tentu kesempatan untuk melihat tempat baru, bertemu dengan orang baru, dan mengalami petualangan baru. Tapi menyebalkannya, karena ini adalah perjalanan kantor, tentu jadwal yang super padat, stress menunggu pesawat, dan harus terbiasa dengan kesendirian, menjadi bagian dari pengalaman =D

Dari perjalanan tersebut, ditambah beberapa perjalanan lain sebelumnya, ini adalah sekelumit (benar-benar sekelumit banget) highlight yang ingin gue share. Compare to the vastness of this beloved archipelago, of course perjalanan gue belum ada apa-apanya..Tapi at least gue bersyukur banget, sudah dikasih kesempatan untuk mencicipi kelezatan sebagian kecil negara tercinta ini. Hopefully there will be more chance in the future!

Banda Aceh 
Masuk ke Aceh sekarang ternyata sudah lebih santai. Gue nggak perlu deg-degan karena nggak pake kerudung, dan malam-malam bisa boncengan motor sama si buley tanpa takut disetop polisi. Meskipun hotel tempat gue menginap bener-bener bikin trauma karena tiba-tiba plafon kamar mandinya bocor di tengah malam buta, dan bikin banjir ke mana-mana (gue baru sadar setelah pulang, ternyata di Banda Aceh sudah ada Swisbel!), tapi at least petualangan kuliner gue terpuaskan disini. Highlight of the day nya adalah makan mie kepiting aceh di pinggir jalan (super enak bangeeet), dan melintas di depan Masjid Baiturrahman di malam hari. Priceless. Oh ya, yang sedikit awkward adalah ketika mau berpisah dengan si buley di depan hotel, yang biasanya selalu "big hug", sekarang hanya "high five" =D

Belitung
beautiful view from the lighthouse
Pulau kebanggaan Laskar Pelangi ini benar-benar masih virgin, belum terkena dampak turisme yang membabi-buta (meski arahnya sih sudah keliatan ke sana). Sempat terkagum-kagum dengan Pantai Tanjung Tinggi yang khas dengan batu-batu besarnya dan sudah nampang di film Laskar Pelangi, tapi menurut gue highlight dari perjalanan ke Belitung adalah Pulau Lengkuas dengan mercusuarnya. Bayangin aja, mercusuar jaman Belanda! Jarang-jarang bisa lihat di Indonesia. Gue naik sampai ke lantai 16 lewat tangga yang melingkar-lingkar, dan ternyata rasa capeknya worth it dengan pemandangan luar biasa indah yang bisa dilihat dari atas. Gradasi laut biru jernih kehijauan benar-benar memanjakan mata banget. Gue serasa lagi ada di salah satu buku petualangannya Lima Sekawan =)
Selain Pulau Lengkuas, gue sempat island hopping dengan menyewa boat ke beberapa pulau lain: Pulau Pasir yang lenyap ditelan laut ketika sedang pasang naik, Pulau Batu Berlayar yang juga dipenuhi batu-batu besar dengan bentuk-bentuk aneh, dan berhenti sejenak untuk memberi makan ikan-ikan.
I will definitely go back to this wonderful island!

Palembang
Ahhhh...ini sudah untuk kesekian kalinya gue menginjakkan kaki di kota Pempek. Dan kesan gue tetep sama: antara suka dan nggak =D Udara yang panas dan lengket, kelakuan penduduknya yang suka ajaib, dan bau amis pempek adalah sebagaian alasan gue nggak terlalu berminat berkunjung ke sini. Tapi tentu ada juga highlight yang lumayan menghibur hati: duduk-duduk di Riverside, cafe di pinggir Sungai Musi, saat senja menjelang malam hari, sambil memandang lampu di Jembatan Ampera mulai dinyalakan, belanja pempek yang sekarang sistemnya sudah dipaketkan dan dikasih sagu supaya awet (yang sudah gue coba dan terbukti enak: Pempek Candy, Vico, Sudimampir, dan Pempek Ek Dempo), dan tentu saja...nginep di Novotel. Hotel favorit gue di Palembang, karena lokasinya yang strategis (di seberang beberapa kedai pempek, haha), desainnya yang unik, suasananya yang enak banget, dan pool nya yang super keren.

Lombok
Yang penting banget diketahui dari Lombok adalah airportnya yang baru, Lombok International Airport, terletak cukup jauh dari daerah Mataram/Senggigi, sekitar 1,5 - 2 jam perjalanan mobil di siang hari. Konferensi berarti hanya sedikit waktu untuk jalan-jalan, tapi untunglah kita menginap di Sheraton, yang terletak persis di sebelah Art Market. Dan highlight nya tentu saja belanja dress-dress lucu dengan harga lumayan miring! Jangan pernah segan untuk berkeliling dulu membandingkan harga, supaya punya bekal cukup saat terjadi tawar-menawar. Yang pasti, mutiaranya dijual lebih murah dibandingkan di toko perhiasan yang juga ada di sepanjang Senggigi, meski harus teliti dulu sebelum membeli pastinya.

Tarakan
walking around mangrove forrest
Pulau kecil di sebelah utara Balikpapan ini bisa dicapai dalam 1 jam perjalanan udara dari Balikpapan. Dulunya, Tarakan dikenal sebagai pulau penghasil minyak bumi. Tapi sekarang, suasananya sudah lebih asri. Highlight kunjungan gue justru tidak gue rencanakan sebelumnya. Karena ada sedikit waktu luang, gue langsung googling "things to do in tarakan", dan voila! Ternyata nomor satunya adalah Mangrove Forrest yang terletak hanya 300 meter dari pusat kota. Bahkan gue akhirnya berjalan kaki dari hotel, hanya 10 menit saja. Dan bener-bener nggak rugi! Hutan bakau yang sekaligus merupakan pusat konservasi bekantan ini dirawat dengan cukup baik. Kita bisa berjalan di atas boardwalk yang dipasang mengelilingi hutan. Asal hati-hati saja kalau bertemu dengan lutung yang dikenal cukup iseng. Bekantan nya sih baik-baik, karena mereka hanya mau mengamati manusia dari jauh, bermain-main sambil gelantungan di atas pohon. Very cute! Kalau punya waktu lebih, jangan lupa lanjut ke Berau dan Derawan, surga baru bagi para penyelam. Definitely in my bucket list!

Polewali
polewali the fishing port
Small fishing port in west Sulawesi, Polewali might be a bit dull, but still has its charm. Hanya ada satu hotel yang lumayan bagus dan segelintir restoran yang cukup enak. Tapi highlight gue di Polewali adalah nongkrong di warung tenda pinggir laut sambil makan ikan bakar. Biarpun berantem sama lalat, tapi suasananya masih menyenangkan, apalagi sambil ngobrol dengan penduduk yang ramah-ramah. Pagi-pagi, gue menyempatkan diri untuk berjalan sepanjang pesisir yang penuh dengan perahu nelayan yang baru kembali melaut. A nice little life in a nice little vilage =)


Dari pulau yang masih sepi sampai hutan di tengah kota; mie kepiting lezat sampai pempek dengan cuko yang nikmat, gue sangat-sangat bersyukur lahir dan hidup di Indonesia. Meski hasrat untuk melanglang buana masih sangat kuat, tapi gue tetap berpendapat kalau mengenal negeri sendiri itu nggak kalah penting. Masa buley-buley yang gue asuh lebih tahu Indonesia dibanding gue?

So I decided to add more points in my bucket list, to visit lots and lots beautiful places in Indonesia, to taste the delicious and wonderful food, and to share its greatness - all over the world =)



Monday, April 23, 2012

Around the World with Piece of Papers

Semenjak kenal dengan Postcrossing, situs untuk para pencinta postcard di seluruh dunia, rasanya gue selalu semangat untuk mengecek mail box di apartemen. Sudah sangat lama mail box gue nggak berisi sesuatu yang menyenangkan, karena biasanya hanya kedatangan tagihan kartu kredit, tagihan listrik dan air, atau paling banter brosur promosi.

Sistem Postcrossing adalah, kita mengirim kartu pos untuk seseorang yang alamatnya dikirim random oleh sistem pada kita. Sebaliknya, nanti akan ada orang lain (yang juga dipilih acak oleh sistem) yang akan mengirimkan kartu pos pada kita. Dan ternyata, mendapatkan kartu pos yang dikirim dari negara antah berantah oleh seseorang yang bahkan nggak kita kenal, rasanya nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata! Memegang kartu bergambar pemandangan dengan warna-warni cerah, membaca tulisan tangan yang kadang rapi kadang butek, melihat prangko yang lucu-lucu, ya ampuuun...hidup gue berasa berwarna lagi.

Gue sempat berpikir, betapa banyaknya kehilangan yang kita alami di jaman digital seperti sekarang ini. Ketika sms dan twit sudah bisa mewakili ucapan selamat atau bertukar kabar, sarana seperti surat dan kartu pos pun menjadi kadaluarsa. Ngapain capek-capek kirim kartu selamat ulang tahun atau lebaran kalau sekarang kita bisa dengan mudah menggunakan BBM atau whatsapp (yang gratis pula!). Namun memang semua yang kuno itu justru memiliki nilai lebih. Gue mendapatkan satu orang penpal dari Estonia yang malah jadi langganan tuker-tukeran kartu. Pernah juga gue lagi mengalami hari yang sangat buruk, dan tiba-tiba mendapat paket dari seorang anak laki-laki di Jerman, yang berisi kartu pos, permen dan permen karet! He really made my day. Ada juga seorang cewek dari Malaysia yang mengirimkan kartu pos bergambar dinosaurus, karena gue menulis di profile page gue di Postcrossing kalau saat ini Yofel sedang tergila-gila dengan dinosaurus, dan kita menerima segala jenis postcard dengan unsur dino =D
Nggak ada yang mengalahkan perasaan happy saat menerima pesan kalau kartu pos kita sudah sampai dan disukai oleh si penerima. Mungkin rasanya mirip dengan saat kita menerima selembar kartu pos berisi sekelumit cerita tentang sebuah negara yang entah kapan akan bisa kita kunjungi. Gue jadi tahu kalau Hello dalam bahasa Finlandia itu sama dengan bahasa Indonesia (Hai), kalau Lithuania memiliki katedral yang sangat indah, dan kartu pos paling lucu biasanya datang dari Belanda!

Yang juga gue sadar, ternyata susah banget cari kartu pos lucu-lucu di Indonesia. Kebanyakan adalah kartu pos standar, yang bergambar pemandangan atau salah satu daerah di Indonesia. Tapi, meski menurut kita agak basi, ternyata kartu-kartu paling sederhana pun menjadi luar biasa berkesan bagi si penerima di negeri yang jauh! Gue jadi lebih rajin melihat peta sekarang, menandai titik-titik tempat para postcrosser berada, dan berharap suatu saat gue bisa melihat tempat-tempat di kartu pos itu dengan mata kepala gue sendiri =)

Wednesday, March 21, 2012

Mourn



I called her Mami, just like my other cousins did, even though she's actually my mom's older sister. But since the beginning of time, I guess she became the motherly figure for all of us.

My mom had seven sisters and two brothers, and that makes our family really big..If you have watched My Big Fat Greek Wedding, well it's kinda similar with my family. We are really close with each other, nieces and aunts, cousins and even second cousins, grandma and grandkids, and so on..

Mami was one of the most popular aunts, because she could cook really well! Her famous soto sulung and puding karamel were always loved by everybody, especially when there was a family gathering. Unlike her other siblings, Mami never pursued high education or prestigious career. She didn't have PhD like my mom, or married a successful man like my other aunt, or worked in a fancy office. But she loved cooking so much and she could make beautiful dresses. My mom told me once that Mami even made twin dresses for both of them in only one day!

We always thought that even though her life was quite different than the rest of us, Mami always seemed content. She had four kids and five grandchildren, more than anybody else in the family.

So we were very happy when one of her daughters, the one who lives in the US, gave birth to a beautiful baby girl, and Mami was all ready to visit them with my uncle. We bid her goodbye, with lots of good wishes and promises to send pictures and stories. And off she went to the States.

But a week later, after receiving many pictures of them, we heard the news that Mami had to have a surgery because of a wound infection. But we thought it was a small surgery, and she's in good hands of the US medical facilities, so we just sent our prayers and not really worried about it.

That's why nobody ready for the news the following morning: Mami was gone. She never really recovered from the surgery. Just like that. She's taken away from us. We can't understand. Why? She didn't seem sick when she went to the US. She never gave any clue that she would never come back. It's a shocking news for all of us. And the beginning of our very emotional and long days.

Due to all permits and other stuff, Mami's remains arrived after two weeks of agony. It's a painful moment, when we opened her casket and saw her beautiful face, just as if she was sleeping and waiting to be awaken.

Until today, sometimes I still can't believe that Mami was gone. There's a giant hole inside my heart, and every time our family got together, there's something missing. A huge silence. A black hole. A realization that we're not gonna be together forever, the rest of us, and losing your dearest ones become a bitter reality that you need to accept.

On the other hand, this also made me realize how lucky I am, blessed with this family, where there's always a shoulder to cry on. Because when all you have is sorrow, there's nothing you can do except crying it out loud. So you will be ready to move on, and face your life. After all, the world keeps on spinning no matter what, as if there's nothing happened, there's no soul being missed and no hope being crushed. But you know that's not true. And your family knows that too.

we'll always love you mami. and your kindred spirit will always, always be in our heart. patiently to see you in heaven!

Tuesday, February 21, 2012

Pencitraan


Beberapa waktu lalu, gue sempat membaca status FB salah seorang eks kakak kelas di SMA yang sekarang sudah menjadi selebriti. Statusnya nggak akan gue copy paste disini karena sedikit mengandung kata-kata kasar, tapi intinya sih menurut dia, orang-orang yang suka ngata-ngatain orang lain melakukan pencitraan lewat twitter atau FB, tapi sendirinya masih memiliki akun dan eksis di dunia sosial media tersebut, nggak lain adalah orang-orang yang munafik. Karena setiap orang yang masih berkicau di dunia itu, sadar nggak sadar pasti melakukannya untuk pencitraan diri.

Well, biasanya gue nggak selalu setuju sama opini si eks kakak kelas yang dulu pernah menikah dengan seorang penulis perempuan kondang ini (okeh, penting banget gak sih petunjuk-petunjuk ala infotainment ini? hueuheuhe). Soalnya pandangannya sendiri suka sedikit terlalu ekstrim dan judgmental menurut gue.

Tapi statusnya kali ini sedikit bikin gue mikir sambil manggut-manggut. Bener juga sihhh...kalo kita ngetwit atau update status FB atau posting blog atau upload foto tumblr dll, tujuannya apa sih? Mungkin ada yang bilang, untuk kepuasan diri sendiri aja kok! Atau sekadar menjalin silaturahmi dengan orang-orang tercinta.

Apapun deh.

Tapi nggak bisa dipungkiri, dunia sosial media dan internet ini sudah membuat kita jadi public figure - suka nggak suka, sadar nggak sadar. Kalo nggak, buat apa donk ngetwit-pic outfit hari ini, atau update status lagi jalan-jalan ke mana, atau posting blog berisi opini-opini, sambil berharap cemas dan berbahagia ketika akhirnya ada komen-komen yang masuk.

Kalau memang nggak ada setitik puuuun aja sisi pencitraan yang ingin dikeluarkan, sebenernya nggak usah ikut-ikutan social media kan ya. Akun FB nggak perlu diupdate, cukup ngikutin perkembangan temen-temen aja. Punya twitter yang penting follow orang aja..dan punya blog, ya diset jadi private aja. Tapi mana asik sihhhh? =D Sebuah blog yang cukup terkenal di kalangan ibu-ibu pernah mengancam akan menyudahi saja blognya dan membuat settingan selanjutnya menjadi private karena banyaknya haters yang mengganggu hidupnya. Tapi pada akhirnya blog itu tetap terbuka untuk umum kok. Mungkin nature manusia itu salah satunya adalah memang untuk diperhatikan oleh sesamanya.

Siapapun pasti pernah tergoda menciptakan citranya lewat dunia sosial media. Entah dengan twit yang witty (twitty!), foto2 FB dan tumblr (atau instagram) yang keren, postingan yang wise and smart... Terkadang gue suka benci juga sama diri sendiri, karena kok mau nulis apa-apa di blog kayaknya ribet banget, dipikirin dulu, hmmm kalau nulis ini garing nggak ya? Ada yang tersinggung nggak ya? Tampak bodoh nggak ya?? (padahal yang baca blognya juga mungkin cuman segelintir hahaha).

Terkadang gue kangen dengan tulisan-tulisan jujur gue, yang terangkum dalam belasan diary (sebagian di antaranya dilengkapi kunci!!) jaman sd sampai kuliah dulu. Tulisan-tulisan cupu berupa curhatan pribadi, cerpen dan puisi untuk konsumsi sendiri. Rasanya begitu liberating. Melegakan setelah bisa menumpahkan semua perasaan dan unek-unek jaman dulu, tanpa kuatir ada yang menjudge, atau berkomentar sinis. Dari mulai sekadar ketemu kecengan sampai berantem dengan sahabat, semua detailnya diulas tuntas. Sangat berbeda dengan kultur publik yang berkembang sekarang ini. Apa-apa jadi konsumsi umum. Tingkat kemurnian segala sesuatu jadi berkurang jauh, karena terlalu banyak lapisan yang menutupinya.

Sampai sekarang, gue masih rajin menulis jurnal setiap hari, dan kegiatan berburu jurnal setiap akhir tahun masih tetap gue tunggu-tunggu. Tapi kebanyakan yang gue tulis hanya rekap sehari-hari, hal-hal penting yang perlu diingat. Direduksi jauh dibandingkan isi diary jaman dulu.

Dan somehow, gue kangen nulis. Nulis yang jujur, yang nggak pake pencitraan, yang memang dari hati, untuk konsumsi sendiri. Sekadar sebagai pengingat pribadi bahwa gue masih punya nurani. Menggoreskan bolpoin di atas kertas beneran, dan bukan sekadar mengetik di sela-sela jam kerja dengan terburu-buru.

Menjadi kritikus untuk diri sendiri. Isn't that great?

Wednesday, February 15, 2012

Restless


So this month marked my second anniversary in the office. And believe it or not, this is the longest job I have so far!

Untuk seorang yang "dikaruniai" sifat pembosan, bertahan di sebuah pekerjaan sampai 2 tahun itu sudah menjadi perjuangan tersendiri. Menghadapi pekerjaan yang sama (untungnya, bertemu dengan banyak orang baru), duduk di meja yang sama (untungnya, gedung kantor pindah setahun setelah gue kerja, suasananya pun lebih segeran), daaaan tentunya dealing dengan bos yang sama! =D Yang juga mengejutkan, ini adalah pekerjaan pertama di mana gue akhirnya merasakan yang namanya dipromosi, hahaha! Telat banget nggak sih?

Kalau dilihat dari segi pekerjaan yang dilakukan, mungkin itu adalah salah satu faktor utama yang membuat gue bertahan disini. Bidang pendidikan adalah interest gue sejak lama, dan rasanya seneng bisa mengaplikasikan passion yang memang sudah ada selama ini. Tapi kalau mau dievaluasi, masih ada segi-segi pekerjaan yang nggak gue suka (bukan tantangan loh ya, kalau tantangan justru biasanya bikin gue lebih semangat), seperti ngurusin paperwork yang memang adalah salah satu kelemahan gue, juga dealing sama urusan perijinan yang kadang jauhhh di luar konteks dunia pendidikan itu sendiri (duh, urusan sama imigrasi atau diknas soal perijinan orang Amerika yang mau ngajar atau research disini kayaknya menguji kesabaran semua orang tanpa kecuali deh).

Lalu, salah satu segi yang bisa dibilang menyenangkan sekaligus menyebalkan adalah bertemu dengan berbagai jenis orang Amerika. Banyak dari mereka yang berasal dari latar belakang yang akademis banget, lulusan ivy leagues atau bahkan profesor yang sudah melanglang buana kemana-mana. Gue seneeeeng banget ngobrol sama mereka, menggali ide-ide dari mereka dan mendengarkan cerita mereka yang kadang luar biasa menginspirasi gue. Memang ada sebagian yang menyebalkan pastinya, tapi bagi gue itu hanyalah salah satu tantangan pekerjaan gue, bagaimana menghadapi orang Amerika yang kadang sangat menyulitkan.

Tapi yang membuat gue resah gelisah gundah adalah, bergaul dengan orang-orang ini ternyata mengobarkan semangat gue untuk sekolah lagi. Ya wajar aja sih, hampir tiap hari gue berurusan sama orang-orang ini, yang super peduli dengan pendidikan, meski caranya berbeda-beda. Dan alangkah "gatal"nya gue, ngurusin sekolahan dan rencana masa depan orang-orang, sementara gue sendiri hanya bisa gigit jari. Ibaratnya dikasih es krim magnum aneka rasa, di saat kita lagi sakit gigi. Sebel kannnn?

Tapi untuk mulai sekolah lagi (and by this, I mean going abroad)...oh man, banyak banget yang harus dipikirin tentunya. Karena sekarang gue udah nggak hidup sendirian lagi. I have my own family. Dan nggak semudah itu tentunya untuk memboyong rombongan sirkus mengikuti rencana gue yang kadang terasa sungguh egois.

Gue semakin merasa terbakar ketika nyokap gue, di usianya yang ke sekian sekian, masiiihh aja aktif benerrr seminar ke sana sini, diundang jadi pembicaralah, apalah, yang terakhir ini bakalan berangkat ke Pulau Cyprus. Tuh kan??? Masa gue kalah sama beliau siiih??

Gue sendiri nggak ngerti, kenapa di usia gue yang udah kepala tiga, teteeep aja keinginan melanglang buana, mencicipi petualangan dan menjejakkan kaki di dunia baru, jauh lebih kuat dibanding keinginan punya rumah, mobil bagus, atau berkarier dengan baik dan benar.

Mengutip Carrie Bradshaw:
“Some people are settling down, some people are settling and some people refuse to settle for anything less than butterflies.”

So...Am I my own worst enemy???

Friday, January 20, 2012

Memorable Holiday - a MOLESKINE GIVAWAY!


Gara-gara kemarin sempet baca buku Dash and Lily's Book of Dares featuring a very cute red moleskine in the book, gue bener-bener kabita (aka ngiler berat!) pingin punya satuuuuu aja moleskine, kalau bisa warna merah. Hihihi, nawar =p

Dan pucuk dicinta ulam tiba, saat gue membaca postingan di blog JUNK THOUGHTS pagi ini..ada Moleskine Giveaway! Yihaaa...Karena syaratnya adalah memposting tentang most memorable holiday, dan sepertinya belum ada yang lebih memorable dari holiday di Bali yang pernah gue posting dulu, jadi gue posting ulang aja ya! Bukannya males lho, tapi sepertinya ini yang paling cocok buat diikutsertakan dalam giveaway moleskine tercinta =D

So...enjoy, and wish me luck!

It's a Mad, Mad, Mad Holiday

Pertengahan tahun 2008, gue dan keluarga besar dari pihak nyokap (yap, The Batak-ers) berlibur ke Bali. Ini kesempatan langka, karena untuk memberangkatkan sekitar 50-an anggota keluarga (termasuk segerombolan anak kecil yang over excited) ke tempat yang lumayan jauh termasuk kerjaan yang nggak gampang. Selama ini biasanya kita mentok sampai Bandung atau Puncak. Tapi tahun ini, mumpung ada kesempatan, termasuk tawaran hotel murah karena adanya koneksi dengan si empunya, akhirnya berangkatlah rombongan yang udah mirip rombongan sirkus ini ke Pulau Dewata.

Sebenernya gue juga sangat excited menunggu-nunggu liburan ini. Tapi sejak awal, adaaaa aja kesialan yang gue alamin. Pertama-tama adalah pesawat gue. Kita dibagi-bagi jadi beberapa rombongan, karena penuhnya pesawat di musim liburan sekolah. Dan gue kebetulan kebagian rombongan terakhir, naik Garuda yang seharusnya berangkat jam 9.30 pagi. Tapi apa mau dikata, di antara jarangnya pesawat Garuda yang terpaksa di-delay, entah kenapa justru pesawat gue lah yang harus mengalami kesialan itu. Nggak tanggung-tanggung, delaynya sampai 3 jam lebih. Akhirnya terpaksalah gue dan rombongan menghabiskan waktu di salah satu lounge berbekal pinjam meminjam kartu kredit.

Oke, gue pikir, nggak papa deh delay, yang penting gue mau seneng-seneng di Bali. Dan nyampe Bali, gue langsung melampiaskan kangen gue sama ponakan gue, Matthew, yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di Bali, dan main-main di pantai sama dia. Kebetulan banget, hotel kita langsung menghadap pantai yang lumayan sepi. Tapi di tengah hebohnya main terjang menerjang ombak, tiba-tiba gue meraba kantong celana pendek gue dan sadar, loh, HP gue di mana yaaaaa??? Perasaan tadi gue kantongin sebelum berangkat ke pantai. Paniklah gue, balik lagi ke kamar, ternyata nggak ada. Menyusuri jalanan tempat gue lewat, nihil. Dan dengan sia-sia mencari di seputaran pantai. Akhirnya, gue terpaksa merelakan HP gue (lagi!!!! setelah tragedi kecopetan di bis P6 beberapa tahun yang lalu) ditelan lautan...Lengkap dengan semua nomer-nomer kontak yang lagi-lagi nggak pernah gue back up. Huhuhu....

Perasaan gue langsung berbalik 180 derajat. Sepertinya liburan ini memang membawa sedikit demi sedikit kesialan buat gue.

Tapi toh, gue masih berusaha menikmati sisa liburan yang ada. Makan di Jimbaran, jalan di Legian, bahkan nonton Fire Dance di Uluwatu. Pokoknya turis banget deh...

Sampai akhirnya, sebuah kesialan lagi menghampiri gue. Waktu lagi berkunjung ke rumah salah satu teman lama keluarga gue di daerah Sanur, gue mengambil sebuah permen yang ditawarkan. Sebenernya permennya mungkin nggak kenapa-kenapa, tapi gigi gue aja yang memang bermasalah. Karena setelah kunyahan kesekian, permen yang sangat kenyal itu membawa serta tambalan gigi beserta pinggiran geraham gue yang langsung rompal. Gue langsung panik, membayangkan menjalani sisa liburan dengan gigi bolong dan perasaan senut-senut sepanjang hari. Sial.

Kalau menurut nyokap gue, kesialan itu datangnya tiga kali. Jadi seharusnya, setelah tiga kesialan berturut-turut ini, gue akan menjalani sisa liburan dengan tenang (di samping fakta nggak punya HP dan gigi linu-linu). Tapi justru keseruan yang paling edan masih disimpan untuk akhir liburan ini.

Setelah sebagian besar anggota keluarga pulang, gue dan adik gue memperpanjang liburan dan pindah dari Discovery Hotel di Kartika Plaza ke hotel yang lebih merakyat, Oasis Kuta. Lokasinya oke, harganya reasonable, dan desainnya yang minimalis juga lumayan bikin betah.Memang ada bau-bauan yang sedikit aneh di daerah balkon kamar kita (kamarnya langsung menghadap ke kolam renang besar yang terletak di bagian tengah hotel yang berbentuk huruf U), tapi kita berusaha untuk nggak peduli.

Sampai saat hari kedua kita nginep di sana, kita dibuat kaget dengan rombongan polisi yang tiba-tiba mengerumuni sekitar kamar kita. Usut punya usut, ternyata di balkon sebelah kamar kita, ditemukan janin yang udah berumur beberapa hari. Bayangin aja!!! Berasa ada di tontonan Buser atau acara-acara kriminal gitu. Dan gue sama adik gue langsung ngebayangin bau-bauan aneh yang udah kita cium keberadaannya sejak kemarin. Huaaaa!!!!! Gue nggak habis pikir, kenapa ada orang yang dengan gilanya meninggalkan janin di kamar hotel. Apa nggak ada tempat lain ya??? Sinting.

Dan itulah. Liburan gue diawali dengan kejadian menyebalkan, dan diakhiri dengan kejadian mengerikan. But overall I enjoyed my holiday, because what is a holiday without a little bit of madness, right? =)

Thursday, January 19, 2012

Tentang Parenting (LAGI??)


Kayaknya topik ini sering banget deh ya diomongin, sampe pusing sendiri bawaannya, hehe...Tapi karena jadi orang tua itu status seumur hidup, pelajaran yang didapat pun sepertinya tidak berakhir.

I'm not gonna talk about UHT, home made food, imunisasi dan sebangsanya ya, karena udah banyak banget bahasan tentang itu di blog para ibu lainnya yang lebih kompeten daripada gue =p And frankly speaking, gue termasuk yang cuek soal topik beginian. Gue masih ngasih susu pertumbuhan (bukan UHT), suka beliin Yofel makanan di restoran (dan sesekali nggak bisa terhindar dari MSG si musuh bersama), dan gue melengkapi Yofel dengan imunisasi, apapun yang disarankan dokter (meski masih suka telat, hehe).

Jadi, jadi, jadiiiiii....sebenernya tulisan ini dibuat karena gue kepikiran beberapa hal yang terjadi dalam lingkup hidup gue akhir-akhir ini.

Salah satunya, tante gue, yang baru-baru ini curhat sama nyokap gue tentang ketidakrelaannya melepaskan anak perempuannya yang paling besar untuk menikah dengan seorang lelaki dari Inggris. Kenapa nggak rela? Karena anak bungsunya pun sudah diboyong oleh suaminya, yang juga seorang British guy. Masa harus dua-duanya sih kawin sama bule? Gitulah kira-kira keluh kesah si tante sama nyokap gue. Tapi di lain pihak, tante gue ini juga sadar kalau anak-anaknya sudah dewasa. Apalagi, yang menyekolahkan mereka ke London sehingga akhirnya ketemu dengan para pria Inggris itu juga tante gue. Jadi dilema sebagai orang tua itu emang gak pernah berakhir ya. Seberapapun dewasanya anak kita nanti, tetep akan ada "my little kiddo" sense yang menguasai hati kita.

Hal yang mirip juga menimpa nyokap gue, saat adik gue mengakhiri hubungannya dengan cowok yang sudah dianggap anak sendiri sama nyokap gue. Sambil berlinangan air mata, nyokap bercerita sama gue tentang harapan-harapannya, apalagi usianya yang semakin tua dan cita-citanya ingin melihat adik gue bahagia. Tapi kenyataannya adik gue nggak bahagia, jadi harusnya nyokap lebih mudah menerima dong? Ternyata nggak sesimpel itu. Meski nyokap bilang sekarang sudah bukan jaman Siti Nurbaya, tetep saja sebagai orang tua ada perasaan "memiliki" anaknya, ingin memilihkan "yang terbaik" untuk anaknya. Dan who knows? Sometimes, parents know best. But still, children have their own thinking, living their own life.

Merinding juga membayangkan suatu saat nanti gue harus siap menghadapi hal yang sama. Merelakan. Melepaskan. Dan mendoakan. Bukan memiliki, apalagi mengatur hidup anak gue.

Ujian terkecil datang setelah libur tahun baru kemarin. Ketika nanny-nya Yofel cuti dan pulang kampung, sementara gue dan Rayo sudah harus masuk kerja. Akhirnya, kita memutuskan untuk menitipkan Yofel di Bogor. Without nanny. Without us. And it's damn difficult at first! (Sebelumnya, gue sudah beberapa kali meninggalkan Yofel karena harus dinas, rekor terlama adalah 2 minggu, tapi selalu ada nanny atau papanya). Takut juga Yofel kangen dan mencari-cari kita. Takut Yofel nggak mau makan. Takut oma opanya di Bogor stress. Dan nggak rela kalau mereka sampai melakukan hal-hal yang "kurang sesuai" dengan kebiasaan kita.

But turned out, everything's going well. Yofel emang susah makannya (but he's a picky eater anyway, doesn't matter who watched for him), kadang bertanya-tanya di mana mama, papa atau ncus. Tapi toh, he lives! And we live too =)

Jadi...dua puluh tahunan lagi, harusnya kita siap dong ya melepas dia? Merelakan dia memilih jalan hidupnya? (yea, rite!!!!)

Tuesday, January 10, 2012

Thank You God


Awal tahun, sungguhlah saat yang tepat untuk bersyukur atas kebaikan Tuhan di tahun sebelumnya, sambil tentunya berharap yang baik-baik untuk hari-hari ke depan.

Tapi sejujurnya gue sedikit risih kalau ada orang yang sedikit-sedikit bersyukur pada Tuhan karena segala kejadian baik yang ada dalam hidupnya...kadang tanpa memikirkan apa yang menimpa orang lain.

Contoh.
Kemarin, di salah satu BB Grup, pembicaraan sedang berkisar tentang musim hujan, daerah-daerah yang diprediksi akan banjir, dan sejenisnya. Ada satu orang yang mem-forward berita tentang daerah di Jakarta yang katanya sih bakal jadi korban banjir lima tahunan yang terkenal itu. Lalu, karena merasa daerahnya tidak muncul di daftar itu, langsung deh beberapa orang memuji-muji nama Tuhan. "Puji Tuhan daerahku nggak ada", "Wahh..Tuhan luar biasa masih jaga kita ya", dll dsb.

Kalo lagi iseng sih gue bisa nyeletuk, "Trus di daerah-daerah yang kena banjir itu, Tuhan nggak ada gitu? Salah apa ya mereka sampe nggak dilindungi sama yang di atas?"

Contoh lagi.
Seorang teman cerita, dia sedang buru-buru mau ke kantor, karena sudah terlambat. Akhirnya dia nekat menerobos 3 in 1. Dan ternyata, seorang polisi yang jeli melihatnya, lalu langsung mengambil motornya. Tapi keberuntungan ada di pihaknya. "Tuhan baik banget deh, motor polisi itu nggak bisa distarter! Ajaib ya!"

Manusia itu kadang memang sangat egosentris ya. Yang ada di pikiran kita hanyalah kita, kita dan kita. Tak terkecuali gue, yang selaluuuu berkutat dengan masalah gue sendiri. Yang bersyukur sepenuh hati kalau lagi dapet rejeki, tapi mengeluh sekalinya mendapat sedikit tantangan.

Bersyukur itu perlu. Perlu banget. Tapi jangan lupakan juga esensi dari kebaikan Tuhan itu sendiri.

Happy 2012, hopefully I did not start this year with a too negative post ya =D