It's so naive of me to think that peer pressure had ended when I left my teenage days. Nope, it's definitely not!
Awalnya karena mewabahnya Blackberry dalam keluarga gue, mulai dari keluarga inti sampai keluarga besar, yang dilanjutkan dengan terbentuknya grup-grup berisikan orang-orang itu, dan tentunya gosip-gosip seru.
Lalu, suatu hari yang damai, tiba-tiba aja bokap gue terinspirasi untuk membelikan gue Blackberry ini. Yang sebenarnya sudah gue tolak dengan sopan, bahkan menyarankannya untuk mengganti hadiah itu dengan handphone merk lain, atau mentahnya sekalian.
Tapi ternyata sang bokap (didukung seisi rumah yang sudah ber Blackberry) tetap keukeuh. Dan gue juga nggak kalah keukeuhnya donk, untuk tetap bertahan dengan Sony Ericsson pinjeman suami yang udah nyala-mati nggak menentu. Gue nggak mau jadi budak teknologi, atau mendadak autis nggak jelas..
Hmmm...apa daya, tekanan lingkungan sekitar emang lebih menggila. Dari gosip seru sampai berita penting (puncaknya waktu tante gue meninggal dan gue telat tau gara-gara hebohnya udah di BB duluan), akhirnya gue menyerah.
So here I am...with my Bold in hand, trying to adjust myself with this silly little thing, and becoming more and more aware of the blinking red light in the right corner of it. ARGH!
No comments:
Post a Comment