Sesudah beberapa lama Bandung kerasa gerah banget, panas, gersang dan nggak pernah disiram hujan, tiba-tiba hari ini Bandung diguyur hujan..Tepat di hari ulang tahun gue.
Bener-bener serasa dapet hadiah dari Yang Di Atas..Seneng banget, bisa ulang tahun di Bandung lagi, di tengah orang-orang yang sangat berarti, ditemenin bau hujan yang mengendap di tanah, percikan air yang jatuh dari langit, dan bahkan sempet bobo siang diiringin musik tetesan hujan yang nyampur sama guruh..Kangen banget rasanya sama Bandung yang kaya gini...
Kalau ngomongin tentang nambah umur berarti nambah juga masalah-masalah yang harus dipikirin, kayanya sih udah basi, ya..Tapi yang kepikiran sama gue hari ini adalah, selama duapuluhenam tahun (!) hidup di dunia, gue makin sadar kalo manusia itu adalah natural survivor...
Nggak seekstrim para survivor di film seri LOST tentunya, tapi gue cukup bersyukur karena selama ini, segala macem hambatan, dan situasi yang terkadang bisa bikin hidup gue berada di titik terendah, masih bisa gue atasin walaupun seringkali dengan susah payah..
Karena manusia itu, memang punya kecenderungan untuk selalu bertahan..Yang tadinya nggak bisa masak, mau nggak mau harus belajar juga kalau nggak ada yang masakin. Yang nggak pernah naek angkot, mau nggak mau jadi mengandalkan bis kota kalau nggak ada mobil. Yang habis disakitin, bakalan selalu membangun bentengnya sendiri untuk bertahan..dan bahkan mungkin, berani mengambil resiko untuk jatuh cinta lagi suatu hari nanti..
Anyway..I keep thank God for giving me this wonderful life..=)
Thursday, November 23, 2006
Wednesday, November 15, 2006
6:30
Satu hal yang gue kangen banget selama tinggal di Belanda adalah nonton film Indonesia. Dan setiap kali ada orang yang mau dateng ke Belanda, pesenan DVD atau VCD film Indonesia jadi sesuatu yang wajib buat ditunggu. Bahkan gue pernah bela-belain bayar tiket 8 euro (kurs: 1 euro=12 ribu rupiah) untuk ikutan nonton film 9 Naga di Festival Film Internasional Rotterdam..
Nggak tau kenapa, tapi nonton film Indonesia selalu bawa keasikan tersendiri buat gue. Entah sekedar nyela-nyela para pemainnya, jalan ceritanya yang kadang absurd, atau (biarpun jarang)terkagum-kagum sama kualitasnya yang di atas rata-rata.
Dan begitu sampe di Indonesia, gue langsung mengupdate diri gue sama film-film yang belum sempet gue tonton selama ini. Ketawa ngakak ngeliat aktingnya Ringgo (yang sebelum gue berangkat ke Belanda masih berstatus sebagai penyiar radio, dan ternyata sekarang udah jadi artis tenar)di film Jomblo, terkagum-kagum (lebih tepatnya sih terbingung-bingung) sama kenekatan sutradara film Ekskul yang sumpah deh, temanya kok hiperbola banget yah? Dan tentu aja menghindari film" horror nggak jelas yang biarpun sempet bikin gue tergoda pengen nonton buat nyela", tapi tetep nggak berhasil mengalahkan faktor penakut-nya gue..
Dan akhirnya, kemaren untuk pertama kalinya gue nonton lagi film Indonesia di bioskop (nomat sih, lumayan deh, 15 ribu doang). Setelah menilik beberapa film yang ada, tampaknya film 6:30 jadi satu-satunya film yang layak tonton buat gue (dibanding Kuntilanak? Gila kali gue).
Ternyata oh ternyata, film yang tampak menjanjikan ini jatuhnya jauhhh dari harapan gue. Oke, ide ceritanya termasuk orisinil, dan settingnya di San Francisco juga pas banget sama jalan ceritanya (yang berkisar tentang cinta segitiga anak" rantau Indonesia dan segala problema mereka sehari"), tapi sayang beribu sayang, dialognya tuh garing banget, datar dan bikin ngantuk. Kalo mau dibandingin sama film sejenis seperti Before Sunrise-nya Ethan Hawke, yang ngandalin kekuatan dialog dan karakter tokoh"nya, hummm...tampak masih jauh...Dan satu hal lagi yang sangat disayangkan, soundnya itu lhooo...kok ya jelek banget..(Denger" sih emang budget filmnya kecil banget, tapi...buktinya bisa nyampe ke San Francisco toh..).
Tapi...Kalo untuk variasi perfilman nasional, bolehlah 6:30 diacungi jempol. Setidaknya dia nggak berkutat di seputar stereotype film" Indonesia jaman sekarang (yang kalo nggak horor, cerita ABG yang sebenernya lebih pantes masuk sinetron, atau adaptasi novel...oh soooo boring).Moga" lebih banyak lagi sineas nasional yang berani keluar dari mainstream yang ada sekarang...Biar setidaknya tujuan nonton film Indonesia bukanlah untuk mencela" lagi, tapi bener" untuk menikmatinya..
Nggak tau kenapa, tapi nonton film Indonesia selalu bawa keasikan tersendiri buat gue. Entah sekedar nyela-nyela para pemainnya, jalan ceritanya yang kadang absurd, atau (biarpun jarang)terkagum-kagum sama kualitasnya yang di atas rata-rata.
Dan begitu sampe di Indonesia, gue langsung mengupdate diri gue sama film-film yang belum sempet gue tonton selama ini. Ketawa ngakak ngeliat aktingnya Ringgo (yang sebelum gue berangkat ke Belanda masih berstatus sebagai penyiar radio, dan ternyata sekarang udah jadi artis tenar)di film Jomblo, terkagum-kagum (lebih tepatnya sih terbingung-bingung) sama kenekatan sutradara film Ekskul yang sumpah deh, temanya kok hiperbola banget yah? Dan tentu aja menghindari film" horror nggak jelas yang biarpun sempet bikin gue tergoda pengen nonton buat nyela", tapi tetep nggak berhasil mengalahkan faktor penakut-nya gue..
Dan akhirnya, kemaren untuk pertama kalinya gue nonton lagi film Indonesia di bioskop (nomat sih, lumayan deh, 15 ribu doang). Setelah menilik beberapa film yang ada, tampaknya film 6:30 jadi satu-satunya film yang layak tonton buat gue (dibanding Kuntilanak? Gila kali gue).
Ternyata oh ternyata, film yang tampak menjanjikan ini jatuhnya jauhhh dari harapan gue. Oke, ide ceritanya termasuk orisinil, dan settingnya di San Francisco juga pas banget sama jalan ceritanya (yang berkisar tentang cinta segitiga anak" rantau Indonesia dan segala problema mereka sehari"), tapi sayang beribu sayang, dialognya tuh garing banget, datar dan bikin ngantuk. Kalo mau dibandingin sama film sejenis seperti Before Sunrise-nya Ethan Hawke, yang ngandalin kekuatan dialog dan karakter tokoh"nya, hummm...tampak masih jauh...Dan satu hal lagi yang sangat disayangkan, soundnya itu lhooo...kok ya jelek banget..(Denger" sih emang budget filmnya kecil banget, tapi...buktinya bisa nyampe ke San Francisco toh..).
Tapi...Kalo untuk variasi perfilman nasional, bolehlah 6:30 diacungi jempol. Setidaknya dia nggak berkutat di seputar stereotype film" Indonesia jaman sekarang (yang kalo nggak horor, cerita ABG yang sebenernya lebih pantes masuk sinetron, atau adaptasi novel...oh soooo boring).Moga" lebih banyak lagi sineas nasional yang berani keluar dari mainstream yang ada sekarang...Biar setidaknya tujuan nonton film Indonesia bukanlah untuk mencela" lagi, tapi bener" untuk menikmatinya..
Tuesday, November 07, 2006
The Invitations
Masih jelas dalam ingatan, sekitar 8 tahun yang lalu, banyak banget undangan sweet seventeen yang gue terima. Kadang bertempat di hotel berbintang, kadang di cafe yang lagi trend di Bandung, atau di rumah orang yang berulang tahun..
Kadang dalam satu malam, ada dua pesta yang digelar bersamaan, dan akhirnya malam minggu pun dihabiskan dengan tur dari satu pesta ke pesta lain. Membandingkan MC nya, makanannya, band-nya, dan tamu" nya..
Dan sekarang, undangan-undangan itu kembali berdatangan..Bukan sweet seventeen tentu, tapi undangan pernikahan. Kalau lagi bertemu dengan teman-teman lama pun, pembicaraan biasanya berkisar antara kapan si ini nikah, di mana tempat dengan harga murah, lebih baik makanan hotel atau pesan catering, perlu pakai wedding organizer atau tidak, dekorasi dan undangan pesan ke mana...
Dan gue hanya bisa berpikir, sambil membuka undangan-undangan berbentuk bagus itu... Does time really fly so fast..Or is it just me who do not want to fly with it?
Kadang dalam satu malam, ada dua pesta yang digelar bersamaan, dan akhirnya malam minggu pun dihabiskan dengan tur dari satu pesta ke pesta lain. Membandingkan MC nya, makanannya, band-nya, dan tamu" nya..
Dan sekarang, undangan-undangan itu kembali berdatangan..Bukan sweet seventeen tentu, tapi undangan pernikahan. Kalau lagi bertemu dengan teman-teman lama pun, pembicaraan biasanya berkisar antara kapan si ini nikah, di mana tempat dengan harga murah, lebih baik makanan hotel atau pesan catering, perlu pakai wedding organizer atau tidak, dekorasi dan undangan pesan ke mana...
Dan gue hanya bisa berpikir, sambil membuka undangan-undangan berbentuk bagus itu... Does time really fly so fast..Or is it just me who do not want to fly with it?
Subscribe to:
Posts (Atom)