Kadang-kadang gue masih diminta menulis sebagai kontributor untuk majalah ELLE Indonesia. Dan terakhir, gue menulis satu artikel yang mengangkat profil perempuan yang berprofesi di bidang sex & relationship.
Salah satu perempuan yang gue interview adalah Natalia Indrasari, seorang marriage & family therapist yang berdomisili di Amerika Serikat. Iseng gue ajukan pertanyaan, "What do you think about happily ever after marriage? Does it even exist?"
Dan inilah jawabannya =)
"Happily ever after could be a reality and is realistic wish asalkan tahu 'pilar-pilar' apa yang dibutuhkan dan juga menjalaninya. Sebelum menikah, kita bisa mempelajari dan latihan mempraktekkan skill-skill yang dibutuhkan untuk hubungan perkawinan yang sehat (communication skill, problem solving skill, prioritizing skill, budgeting, dll). Sebaiknya ketika jatuh cinta, mata dan telinga harus dibuka lebar-lebar. Kalau pun ketahuan tidak cocoknya sebelum menikah, itu lebih baik daripada tahunya setelah menikah. Untuk pasangan yang sudah menikah, coba luangkan waktu untuk tidak hanya membicarakan masalah 'logistik' sehari-hari (anak, schedule, rutinitas), tapi coba biasakan untuk membicarakan misi dan visi keluarga, ke mana keluarga ini mau di bawa, dan apa peran dan harapan masing-masing anggota keluarganya. Sense of humor adalah salah satu skill yang baik dan bisa membuat pasangan lebih bahagia , biaskan untuk 'be playful' dengan pasangan, jangan selalu serius, namun ini harus dilakukan di saat yang tepat. Biasakan untuk mencoba kegiatan baru bersama pasangan (tanpa selalu menyertakan anak), mempelajari hal baru (tidak harus kemudian menjadi ahli) bisa meningkatkan kuatnya ikatan pasangan. Coba benar-benar cari tahu 'inner quality' apa yang membuat pasangan jatuh cinta pada kita dan pertahankan kualitas tersebut. Misalnya suami jatuh cinta karena kita dipandang sebagai wanita yang cerdas dan supel, coba pertahankan untuk tetap cerdas dan tetap supel. Coba perlakukan pasangan kita setidaknya sebaik kita memperlakukan teman kita. 'pick your battle' jangan semua masalah dijadikan ajang pertengkaran, pilih hal-hal yang benar-benar penting untuk kita, misalnya hal-hal yang berhubungan dengan prinsip, selebihnya kita harus bisa 'let go'. Belajar untuk 'fight fair', pasangan yang bahagia itu bukan pasangan yang tidak pernah bertengkar, namun pasangan yang walaupun bertengkar tidak kehilangan 'respect' satu sama lain, sama-sama bertujuan mencari pemecahan terbaik dan berani bertanggung jawab akan konsekuensi dari keputusannya."
Thank you Natalia, sudah mengingatkan gue tentang janji yang gue ucapkan 3 tahun yang lalu. Sometimes time flies so fast, and I forgot what's my reason when I decided to spend my life with my guy. Apalagi setelah ada anak, rasanya waktu gue jauhhh lebih banyak dihabiskan dengan anak gue.
So many ups and downs. So many obstacles, from little things like the way he eats and the way he talks, to the most challenging issues like raising a kid and managing our finance. Marriage is indeed a battlefield! But it's worth to fight for.
Happy 3rd anniversary Bung, cheers to our next adventures to come! =)
No comments:
Post a Comment