Okaaay...I'm officially a thirty something lady now, not a funky care-free twenty something girl anymore =D Well setidaknya gue berharap jiwa tetap muda sih, meski sudah ada embel-embel kepala tiga sekian sekian (hokeee..tiga puluh dua, susah amat sih ngaku umur doang!).
Anyway, mengutip khotbah pendeta di sebuah kebaktian minggu beberapa waktu lalu, ada 14 hal yang biasanya jadi penyesalan seseorang:
1. tidak merawat kesehatan
2. terlibat pergaulan yang salah
3. membiarkan pernikahan rusak
4. malas belajar hal-hal baru, termasuk bahasa asing
5. gagal menyelesaikan atau melanjutkan pendidikan
6. tidak pernah traveling
7. terlalu serius menjalani hidup
8. tidak menjalani pekerjaan impian
9. hidup mengikuti cara dan kemauan orang tua (!)
10. khawatir berlebihan tentang yang orang lain katakan
11. tidak memperjuangkan cinta sejati (ciyeee..romantis juga pak pendeta)
12. putus kontak dengan teman masa kecil
13. membully orang lain semasa sekolah
14. bekerja terlalu banyak dan mengorbankan waktu dengan orang-orang tercinta
Sebenernya mungkin masih banyak penyesalan-penyesalan yang dihadapi orang-orang, tapi 14 poin di atas cukup bisa mewakili kehidupan: kesehatan, keluarga, pendidikan dan passion, juga relationship dengan orang-orang sekitar.
Menginjak usia 32, gue sendiri masih punya banyak "penyesalan". Memang benar, orang bilang banyak-banyaklah bersyukur. Tapi menurut gue, nggak ada salahnya mengatur target untuk diri sendiri. Dan "penyesalan" merupakan pengingat akan apa yang belum kita lakukan - dan tentu saja melakukannya, bukan hanya menyesalinya terus menerus =)
So let me say: welcome to the age of 32, and bring it on!
Friday, November 23, 2012
Tuesday, November 20, 2012
Drama Apartemen
Hampir 4 tahun tinggal di apartemen, gue masih maleesss banget untuk pindah ke rumahan. Kayaknya emang udah kecanduan tinggal di apartemen dengan segala kemudahannya: bisa ditinggal pergi berhari-hari, cari makanan malem-malem, belanja dadakan tinggal turun ke bawah, dan ngesot sedikit langsung ketemu mall. Oiya, satu lagi alesan egois kenapa gue males pindah rumah: apartemen itu gampang beberesnya, huahaha...sangat pemalas yah.
Anyway, bukan berarti tinggal di apartemen selalu tenang damai bahagia lhooo...Justru banyak kejadian aneh dan terkadang tragis yang sebenernya bikin mikir untuk pindah. Gempa bumi misalnya, pernah beberapa kali gue rasain. Dari yang paling gede saat lagi hamil 7 bulan dan terpaksa ngos-ngosan turun tangga 12 lantai, sampai yang cukup kecil dan hanya bikin loncat sedikit, dan biasanya gue cuekin aja.
Tinggal di apartemen juga berarti ketemu banyak orang. Senengnya, jadi kenal berbagai jenis orang, mulai dari tetangga yang kalo berantem sampe kedengeran ke mana-mana, terus anak-anak kecil yang jadi temen mainnya Yofel, juga ibu-ibu ngeselin yang kalo naik lift maunya nyerobot aja. Nggak enaknya, tentu space yang kecil bikin ruang gerak dan privasi kita menyempit juga. Kadang pengen marah-marah karena anak tetangga ribut lari-larian di lorong depan sementara kita pengen tidur siang. Tapi, kondisi sebaliknya juga pernah terjadi, tetangga depan ngetok-ngetok pintu gara-gara Yofel nggak bisa berenti nangis pas jaman suka kolik dulu.
Di apartemen gue juga suka banyak orang yang kurang jelas asal-usulnya. Well, gue sih sebenernya nggak mau mikirin dan ngurusin, selama mereka juga nggak pernah ngerecokin dan bermaksud jahat sama kita. Tapi kadang ngeri juga kalo udah denger berita-berita serem seputar "pembunuhan" atau "penggerebekan narkoba". Pernah nih, satu sore gue pulang kantor mendapati gerombolan polisi dan petugas dengan seragam imigrasi berkerumun di depan apartemen gue. Kaget donk, kirain ada apaan. Ternyata, tetangga depan gue, sekumpulan cowok bertampang Timur Tengah, lagi kena gerebek karena nggak punya ijin tinggal dan dokumen jelas. Zzzzz...
Tragedi terakhir yang juga menyedihkan adalah jatuhnya seorang anak kecil dari lantai 28. Kebetulan satu tower dengan gue, dan kebetulan suka main di lobby sama Yofel sesekali. Selain tragis karena korbannya adalah anak kecil dan banyak saksi yang melihat dari kolam renang, kejadian ini juga menimbulkan kontroversi karena banyaknya kabar burung di balik kecelakaan tersebut. Ada yang bilang bukan murni kecelakaan, ada yang bilang melibatkan keluarga, dll dsb. Apapun itu, gue berdoa supaya anak laki-laki itu bisa beristirahat dengan tenang.
Tapi ternyata nggak berakhir disana, sekarang banyak pula yang membuat cerita jadi horror dengan kesaksian mereka melihat arwah si anak jalan-jalan, mulai di kolam renang sampai nongkrong di lobby tower. Sampai-sampai, waktu lagi cari apartemen untuk pindahan bulan depan, kita nggak jadi ambil satu unit yang ngadep ke kolam renang, persis ke tempat si anak jatoh...akibat terlalu banyak dengerin kisah-kisah seram. Huhuhu!
Anyway, berbagai drama di atas belum menyurutkan niat gue untuk tetap melanjutkan tinggal di apartemen. Tapi drama masih berlanjut, karena sampai sekarang kita belum menemukan apartemen yang pas...padahal sisa kontrakan yang sekarang tinggal 3 minggu lagi! wakwawwww...
Anyway, bukan berarti tinggal di apartemen selalu tenang damai bahagia lhooo...Justru banyak kejadian aneh dan terkadang tragis yang sebenernya bikin mikir untuk pindah. Gempa bumi misalnya, pernah beberapa kali gue rasain. Dari yang paling gede saat lagi hamil 7 bulan dan terpaksa ngos-ngosan turun tangga 12 lantai, sampai yang cukup kecil dan hanya bikin loncat sedikit, dan biasanya gue cuekin aja.
Tinggal di apartemen juga berarti ketemu banyak orang. Senengnya, jadi kenal berbagai jenis orang, mulai dari tetangga yang kalo berantem sampe kedengeran ke mana-mana, terus anak-anak kecil yang jadi temen mainnya Yofel, juga ibu-ibu ngeselin yang kalo naik lift maunya nyerobot aja. Nggak enaknya, tentu space yang kecil bikin ruang gerak dan privasi kita menyempit juga. Kadang pengen marah-marah karena anak tetangga ribut lari-larian di lorong depan sementara kita pengen tidur siang. Tapi, kondisi sebaliknya juga pernah terjadi, tetangga depan ngetok-ngetok pintu gara-gara Yofel nggak bisa berenti nangis pas jaman suka kolik dulu.
Di apartemen gue juga suka banyak orang yang kurang jelas asal-usulnya. Well, gue sih sebenernya nggak mau mikirin dan ngurusin, selama mereka juga nggak pernah ngerecokin dan bermaksud jahat sama kita. Tapi kadang ngeri juga kalo udah denger berita-berita serem seputar "pembunuhan" atau "penggerebekan narkoba". Pernah nih, satu sore gue pulang kantor mendapati gerombolan polisi dan petugas dengan seragam imigrasi berkerumun di depan apartemen gue. Kaget donk, kirain ada apaan. Ternyata, tetangga depan gue, sekumpulan cowok bertampang Timur Tengah, lagi kena gerebek karena nggak punya ijin tinggal dan dokumen jelas. Zzzzz...
Tragedi terakhir yang juga menyedihkan adalah jatuhnya seorang anak kecil dari lantai 28. Kebetulan satu tower dengan gue, dan kebetulan suka main di lobby sama Yofel sesekali. Selain tragis karena korbannya adalah anak kecil dan banyak saksi yang melihat dari kolam renang, kejadian ini juga menimbulkan kontroversi karena banyaknya kabar burung di balik kecelakaan tersebut. Ada yang bilang bukan murni kecelakaan, ada yang bilang melibatkan keluarga, dll dsb. Apapun itu, gue berdoa supaya anak laki-laki itu bisa beristirahat dengan tenang.
Tapi ternyata nggak berakhir disana, sekarang banyak pula yang membuat cerita jadi horror dengan kesaksian mereka melihat arwah si anak jalan-jalan, mulai di kolam renang sampai nongkrong di lobby tower. Sampai-sampai, waktu lagi cari apartemen untuk pindahan bulan depan, kita nggak jadi ambil satu unit yang ngadep ke kolam renang, persis ke tempat si anak jatoh...akibat terlalu banyak dengerin kisah-kisah seram. Huhuhu!
Anyway, berbagai drama di atas belum menyurutkan niat gue untuk tetap melanjutkan tinggal di apartemen. Tapi drama masih berlanjut, karena sampai sekarang kita belum menemukan apartemen yang pas...padahal sisa kontrakan yang sekarang tinggal 3 minggu lagi! wakwawwww...
Friday, November 02, 2012
Berlibur ke Rumah Nenek....(not!)
Dan gue pun bercita-cita supaya Yofel setidaknya punya pengalaman liaht sawah, lihat bebek meleter dan kambing mengembik. Masalahnya, para oma-opa sekarang tinggal di kota-kota besar, di kompleks perumahan yang lebih dekat dengan mall ketimbang dengan sawah. Jadi gimana donk?
Untunglah, Ncus Yofel yang sudah bekerja mengurus Yofel selama 3 tahun ini berasal dari daerah yang masih cukup asri tapi nggak jauh-jauh banget dari Jakarta, yaitu Subang. Dan weekend Idul Adha kemarin kita memutuskan untuk jalan ke Subang, sekalian makan sate kambing dan merayakan 3 tahunnya Yofel (sekaligus 3 tahunnya Ncus bersama kita).
Dulu, jaman belum ada Cipularang, Subang adalah salah satu jalur favorit yang ditempuh untuk bisa sampai ke Jakarta. Biasanya, kalo pergi sama bokap, kita akan berhenti di salah satu resto dan makan siang di sana, atau mampir dulu ke Ciater sekadar kongkow-kongkow. Kangen juga suasana santai kayak gitu, karena kalo sekarang kan, Bandung-Jakarta bisa ditempuh dalam 2 jam (tanpa macet), businesslike banget deh feelnya, nggak ada santai-santainya sama sekali (Bahkan rest area nya pun terkesan penuh, serba buru-buru dan hectic).
Bagaimana dengan Subang saat ini? Meski sudah mengalami banyak perkembangan (ada Yogya department store yang cukup besar, lengkap dengan supermarketnya), namun suasana "kampung" nya juga masih berasa, apalagi kebanyakan orang masih bicara dalam bahasa Sunda. Senangnya =)
Kita menginap di Hotel Lotus, yang menurut anaknya Ncus, adalah hotel paling baru dan bagus di kota tersebut. Surprisingly, hotelnya bersih dan masih baru bangunannya, ada TV kabel dan wifi segala. Lokasinya juga persis di tengah kota, sehingga gampang kalau mau cari makan. Yang bikin terharu adalah waktu salah satu ponakan Ncus main ke kamar kita dan berseru dengan takjubnya, "Wah...ngeunaheun pisan euy ieu mah!" (Wah, enak banget ini sih!). Sementara si Ncus (yang punya pengalaman tinggal hotel-hotel bagus di berbagai negara) malahan sibuk menjelek-jelekkan hotel yang menurut dia "nggak ada apa-apanya dibanding Sheraton". Hahaha...kacau banget.
Anyway, we had a really-really great time there. Main ke rumah kakaknya Ncus yang masih tetanggaan sama sawah. Kesampaian juga Yofel ketemu kambing (yang selamat dari pemotongan massal hari itu), main sama ayam dan ngeliat bebek, mancing ikan dari baskom, dan lari-lari di pematang sawah. Yang lebih seru adalah karena salah satu cucu si Ncus, Ivan (yang dipanggil Aa Ipan sama Yofel) juga datang hari itu dan menemani Yofel main-main (sebelumnya mereka udah pernah ketemu pas di Bandung).
Semoga Yofel akan punya pengalaman seperti ini terus untuk ditulis di pelajaran mengarang nya suatu hari nanti, sehingga nggak perlu mengarang bebas sambil sirik-sirikan kayak gue dulu =)
Next time ke sini, mampir ke Ciater ah !
Ketemu kambing di tengah sawah =) |
Nasibmu oh ayammm... (tenang, abis ini dilepas lagi kok) |
Sepanjang pematang... |
yang ini agak gersang ya sawahnya? |
Thursday, November 01, 2012
Letting Go
To love is knowing when to let go, that's what people said. But it's easier said than done.
Last week, I heard a sad news from a very dear friend of mine, who had lost her father after one week in ICCU. It's quite a shock since her father seemed healthy and never had serious complaint about his health. Turned out, he had a serious heart attack and several other complications, causing a multi organ failure. After several days in comma, the doctor asked the family whether they wanted to continue the procedures (which involved ventilator and hemodialysis), or to stop them altogether.
Looking at the father's condition, the family decided to stop the treatment and let go. Let the best thing happen, even though that means they have to lose their father. Anything, but making their father suffered more than he should.
And at the very evening, their father passed away. My friend said that to let go her father was the hardest thing she'd ever done, but the most liberating at the same time.
The older we become, the scarier it feels to lose the people we love. But some things are unavoidable, and the most important thing is to remember that loving someone doesn't always mean having them around us all the time. Losing someone doesn't mean that we lost them forever. Because the memories, the love, the time we spent together, will always be captured in our heart.
Last week, I heard a sad news from a very dear friend of mine, who had lost her father after one week in ICCU. It's quite a shock since her father seemed healthy and never had serious complaint about his health. Turned out, he had a serious heart attack and several other complications, causing a multi organ failure. After several days in comma, the doctor asked the family whether they wanted to continue the procedures (which involved ventilator and hemodialysis), or to stop them altogether.
Looking at the father's condition, the family decided to stop the treatment and let go. Let the best thing happen, even though that means they have to lose their father. Anything, but making their father suffered more than he should.
And at the very evening, their father passed away. My friend said that to let go her father was the hardest thing she'd ever done, but the most liberating at the same time.
The older we become, the scarier it feels to lose the people we love. But some things are unavoidable, and the most important thing is to remember that loving someone doesn't always mean having them around us all the time. Losing someone doesn't mean that we lost them forever. Because the memories, the love, the time we spent together, will always be captured in our heart.
Subscribe to:
Posts (Atom)