Three more days to my defence...Damn...And to make it worse, some of my friends got the news from their supervisor to postpone the defence because their works are not good enough..Imagine that! Receiving the bad news less than 1 week before the defence day...And some of them even had booked the ticket to get back to their home country...
So..right now I am just continually checking my inbox, hoping that there is no bad news about my stuff from my supervisor...
Pray for me pleaseeee =)
Monday, August 28, 2006
Wednesday, August 23, 2006
Sneak Preview
Setiap hari Selasa malam, salah satu hal yang gue tunggu-tunggu adalah nonton Sneak Preview di bioskop. Film yang ditayangkan di Sneak Preview adalah film-film yang belum diputar untuk umum di bioskop sini, meski kadang nggak terlalu baru kalau dibandingkan dengan waktu pemutaran perdananya di Hollywood.
Biarpun film yang diputar kebanyakan bukan film-film box office atau mainstream Hollywood, tapi tetep aja, perasaan excited karna nggak tau "what should we expect" adalah hal yang menyenangkan dan bikin gue ketagihan nonton Sneak Preview. Seperti beli kucing dalam karung sebenernya, karena kita nggak bakal tau film apa yang bakal diputer sampai film itu bener-bener mulai main. Tapi berhubung gue punya kartu Pathe Unlimited (semacam kartu pra-bayar yang bisa memungkinkan gue nonton bioskop sepuasnya dengan membayar 17,50 euro per bulan), gue nggak terlalu ngerasa rugi, karna tujuan gue punya kartu itu justru menonton film sebanyak-banyaknya di bioskop.
Selain karena punya kartu Pathe Unlimited, gue baru mulai tertarik nonton Sneak Preview akhir-akhir ini, setelah gue nggak ada kelas lagi setiap hari Selasa (dulu, setiap hari Selasa gue selalu ada kelas sampe jam 9 malem..huhuhu). Beberapa kali kehabisan tiket, malah bikin gue makin penasaran untuk nonton Sneak Preview (secara ruangan yang dipake untuk pemutaran film juga nggak berkapasitas terlalu besar).
Pertama kali gue berhasil dapet tiket untuk nonton Sneak Preview, gue sempet kecewa berat, karena ternyata, di antara sekian banyak film yang akan diputar di bioskop minggu berikutnya, yang terpilih untuk diputar di Sneak Preview adalah film hantu! Dan gue, yang sebenernya adalah pecinta film dan rela nonton film apapun, terpaksa mengakui kalau satu-satunya film yang bikin gue alergi adalah film hantu, atau film setan, atau film horror (Gue belum nonton The Ring sampe sekarang karna masih trauma sama Jelangkung yang bikin gue nggak bisa tidur selama seminggu penuh!).
Di tengah film, emang banyak orang yang akhirnya keluar karna mungkin termasuk kelompok penakut seperti gue, atau justru kelompok yang terlalu pemberani dan menjadikan film hantu bahan tertawaan. Tapi, gue yang selalu mikir "pamali" untuk keluar bioskop di tengah film (betapapun jeleknya film yang diputar), akhirnya memaksakan diri untuk bertahan sampai penghabisan film Fragile itu, sambil dengan setengah hati melihat pemeran Ally McBeal, Calista Flockhart, kejer-kejeran sama hantu yang bergentayangan di rumah sakit tempat dia bekerja sebagai perawat (Mampus banget dehhh).
Tapi minggu berikutnya, gue nggak kapok. Tetep menjadi salah satu pengantri setia di loket bioskop untuk mendapatkan tiket Sneak Preview. Lumayan, kali ini filmnya berjudul Step Up, agak lucu, mengambil tema dansa dan pemainnya pun lumayan ganteng (biarpun ceritanya ABG banget dan agak-agak mirip sama Save The Last Dance-nya Julia Stiles).
Dan hari ini, penantian gue akhirnya terbayar. Film yang diputer, meskipun bukan film terkenal, bener-bener bikin seger gue yang akhir-akhir ini kebanyakan nonton film Hollywood. Brick, judul filmya, bersetting tentang konspirasi mafia drugs di daerah selatan California, yang hebatnya, sebagian besar terdiri dari anak sekolahan. Tapi jangan ngebayangin film ini berbau-bau action dan dipenuhi adegan-adegan ala film gangster , karena penyajiannya yang kental nuansa Noir bener-bener menyegarkan dan beda sama film remaja Hollywood kebanyakan. Apalagi buat yang udah kangen sama Joseph Gordon-Levitt, aktor imut yang dulu pernah bikin cewek ABG kesengsem berat di film 10 Things I Hate About You (yang lagi-lagi, menampilkan Julia Stiles), sekarang ternyata udah menjelma jadi aktor berlevel film independen.
Anyway, nonton Sneak Preview sepertinya bakal jadi salah satu hal yang bakal gue kangenin dari kehidupan gue di Belanda. Kecuali, tentunya, kalo modelan kaya gini udah ada juga di Indonesia. Atau jangan-jangan udah ada dan gue yang ketinggalan jaman? =) Then, I was really wasting your time reading this posting...
Biarpun film yang diputar kebanyakan bukan film-film box office atau mainstream Hollywood, tapi tetep aja, perasaan excited karna nggak tau "what should we expect" adalah hal yang menyenangkan dan bikin gue ketagihan nonton Sneak Preview. Seperti beli kucing dalam karung sebenernya, karena kita nggak bakal tau film apa yang bakal diputer sampai film itu bener-bener mulai main. Tapi berhubung gue punya kartu Pathe Unlimited (semacam kartu pra-bayar yang bisa memungkinkan gue nonton bioskop sepuasnya dengan membayar 17,50 euro per bulan), gue nggak terlalu ngerasa rugi, karna tujuan gue punya kartu itu justru menonton film sebanyak-banyaknya di bioskop.
Selain karena punya kartu Pathe Unlimited, gue baru mulai tertarik nonton Sneak Preview akhir-akhir ini, setelah gue nggak ada kelas lagi setiap hari Selasa (dulu, setiap hari Selasa gue selalu ada kelas sampe jam 9 malem..huhuhu). Beberapa kali kehabisan tiket, malah bikin gue makin penasaran untuk nonton Sneak Preview (secara ruangan yang dipake untuk pemutaran film juga nggak berkapasitas terlalu besar).
Pertama kali gue berhasil dapet tiket untuk nonton Sneak Preview, gue sempet kecewa berat, karena ternyata, di antara sekian banyak film yang akan diputar di bioskop minggu berikutnya, yang terpilih untuk diputar di Sneak Preview adalah film hantu! Dan gue, yang sebenernya adalah pecinta film dan rela nonton film apapun, terpaksa mengakui kalau satu-satunya film yang bikin gue alergi adalah film hantu, atau film setan, atau film horror (Gue belum nonton The Ring sampe sekarang karna masih trauma sama Jelangkung yang bikin gue nggak bisa tidur selama seminggu penuh!).
Di tengah film, emang banyak orang yang akhirnya keluar karna mungkin termasuk kelompok penakut seperti gue, atau justru kelompok yang terlalu pemberani dan menjadikan film hantu bahan tertawaan. Tapi, gue yang selalu mikir "pamali" untuk keluar bioskop di tengah film (betapapun jeleknya film yang diputar), akhirnya memaksakan diri untuk bertahan sampai penghabisan film Fragile itu, sambil dengan setengah hati melihat pemeran Ally McBeal, Calista Flockhart, kejer-kejeran sama hantu yang bergentayangan di rumah sakit tempat dia bekerja sebagai perawat (Mampus banget dehhh).
Tapi minggu berikutnya, gue nggak kapok. Tetep menjadi salah satu pengantri setia di loket bioskop untuk mendapatkan tiket Sneak Preview. Lumayan, kali ini filmnya berjudul Step Up, agak lucu, mengambil tema dansa dan pemainnya pun lumayan ganteng (biarpun ceritanya ABG banget dan agak-agak mirip sama Save The Last Dance-nya Julia Stiles).
Dan hari ini, penantian gue akhirnya terbayar. Film yang diputer, meskipun bukan film terkenal, bener-bener bikin seger gue yang akhir-akhir ini kebanyakan nonton film Hollywood. Brick, judul filmya, bersetting tentang konspirasi mafia drugs di daerah selatan California, yang hebatnya, sebagian besar terdiri dari anak sekolahan. Tapi jangan ngebayangin film ini berbau-bau action dan dipenuhi adegan-adegan ala film gangster , karena penyajiannya yang kental nuansa Noir bener-bener menyegarkan dan beda sama film remaja Hollywood kebanyakan. Apalagi buat yang udah kangen sama Joseph Gordon-Levitt, aktor imut yang dulu pernah bikin cewek ABG kesengsem berat di film 10 Things I Hate About You (yang lagi-lagi, menampilkan Julia Stiles), sekarang ternyata udah menjelma jadi aktor berlevel film independen.
Anyway, nonton Sneak Preview sepertinya bakal jadi salah satu hal yang bakal gue kangenin dari kehidupan gue di Belanda. Kecuali, tentunya, kalo modelan kaya gini udah ada juga di Indonesia. Atau jangan-jangan udah ada dan gue yang ketinggalan jaman? =) Then, I was really wasting your time reading this posting...
Saturday, August 19, 2006
Tentang Indonesia
Terakhir kali gue ikut upacara bendera untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia adalah tujuh tahun yang lalu, dengan seragam putih hitam dan atribut ospek, diiringi tatapan "haus darah" para senior di kampus Unpar.
Dan kemarin, karena diajak beberapa teman yang entah kenapa lagi kesambit semangat nasionalisme berlebihan, akhirnya gue kembali ke lapangan upacara bendera, kali ini di Wisma Duta KBRI, dengan suasana kelewat santai karena diselingi foto" bareng, dengan kostum warna merah, dan tanpa pembacaan teks Pancasila (I wonder why?).
Meskipun suasana upacaranya nggak seserius upacara bendera waktu jaman SD (yang dilakuin setiap Senin pagi!), gue cukup kaget juga karena ternyata gue masih hafal mati lirik lagu mengheningkan cipta (secara dulu gue anggota paduan suara di sekolah) dan pembukaan UUD 45 (Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan...).
Waks! Hasil doktrinasi bertahun-tahun dari mulai seragam putih merah sampai putih abu-abu ternyata nggak sia-sia. Gue nggak tau, apakah anak SD jaman sekarang masih wajib hafal mati butir-butir Pancasila dan pasal-pasal dalam UUD 45. Dan gue juga nggak tau, apakah PPKN yang dulunya bertitel PMP sekarang udah diganti dengan akronim lain, atau bahkan udah dihapuskan dari kurikulum sekolah. Tapi gue pikir, kebegoan kurikulum sekolah jaman dulu dengan segala "pemaksaan nasionalisme" nya itu adalah bagian dari diri gue, generasi gue, dan kenangan gue sama segala hal tentang tanah air.
Seorang teman pernah bilang, dia merasa sebagai bagian yang terbuang di Indonesia, dan gue masih inget ucapannya: "Gue lebih baik dijajah di negara orang, oleh bangsa lain, daripada dijajah di negeri sendiri, oleh bangsa sendiri".
Seorang teman lain pernah juga berargumen tentang kecintaan gue sama tanah air: "Kamu kangen sama Indonesia karena kamu termasuk salah satu orang beruntung yang punya segala fasilitas enak di sana. Kalo misalnya kamu dateng dari keluarga yang nggak beruntung misalnya, apa kamu masih pengen pulang? Apa Kopaja buat kamu tetep punya nilai romantis dan sentimentil?"
Dan gue jadi berpikir. Gue nggak tau, apa gara" pendidikan kebangsaan yang terlalu berlebihan di jaman gue, atau keberuntungan gue yang memiliki semua yang gue sayang di Indonesia, yang jelas, pulang ataupun enggak, gue tetep cinta tanah air gue, dengan segala kesemrawutan dan kekacauannya.
Dan kemarin, karena diajak beberapa teman yang entah kenapa lagi kesambit semangat nasionalisme berlebihan, akhirnya gue kembali ke lapangan upacara bendera, kali ini di Wisma Duta KBRI, dengan suasana kelewat santai karena diselingi foto" bareng, dengan kostum warna merah, dan tanpa pembacaan teks Pancasila (I wonder why?).
Meskipun suasana upacaranya nggak seserius upacara bendera waktu jaman SD (yang dilakuin setiap Senin pagi!), gue cukup kaget juga karena ternyata gue masih hafal mati lirik lagu mengheningkan cipta (secara dulu gue anggota paduan suara di sekolah) dan pembukaan UUD 45 (Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan...).
Waks! Hasil doktrinasi bertahun-tahun dari mulai seragam putih merah sampai putih abu-abu ternyata nggak sia-sia. Gue nggak tau, apakah anak SD jaman sekarang masih wajib hafal mati butir-butir Pancasila dan pasal-pasal dalam UUD 45. Dan gue juga nggak tau, apakah PPKN yang dulunya bertitel PMP sekarang udah diganti dengan akronim lain, atau bahkan udah dihapuskan dari kurikulum sekolah. Tapi gue pikir, kebegoan kurikulum sekolah jaman dulu dengan segala "pemaksaan nasionalisme" nya itu adalah bagian dari diri gue, generasi gue, dan kenangan gue sama segala hal tentang tanah air.
Seorang teman pernah bilang, dia merasa sebagai bagian yang terbuang di Indonesia, dan gue masih inget ucapannya: "Gue lebih baik dijajah di negara orang, oleh bangsa lain, daripada dijajah di negeri sendiri, oleh bangsa sendiri".
Seorang teman lain pernah juga berargumen tentang kecintaan gue sama tanah air: "Kamu kangen sama Indonesia karena kamu termasuk salah satu orang beruntung yang punya segala fasilitas enak di sana. Kalo misalnya kamu dateng dari keluarga yang nggak beruntung misalnya, apa kamu masih pengen pulang? Apa Kopaja buat kamu tetep punya nilai romantis dan sentimentil?"
Dan gue jadi berpikir. Gue nggak tau, apa gara" pendidikan kebangsaan yang terlalu berlebihan di jaman gue, atau keberuntungan gue yang memiliki semua yang gue sayang di Indonesia, yang jelas, pulang ataupun enggak, gue tetep cinta tanah air gue, dengan segala kesemrawutan dan kekacauannya.
Thursday, August 10, 2006
Super Pippo
Inzaghi birthday strike gives Milan narrow lead
MILAN, Aug 9 (Reuters) - AC Milan striker Filippo Inzaghi celebrated his 33rd birthday with the goal that secured a 1-0 win over Red Star Belgrade in their Champions League third qualifying round, first leg match on Wednesday.
Despite Inzaghi's 22nd minute strike the six-times European champions still have a lot of work to do in the return match in two weeks' time in the Serbian capital.
Milan, who originally finished runners-up in Serie A last season, found themselves in the Champions League qualifying round after being demoted to third place by an Italian sports tribunal that examined a match-rigging scandal.
UEFA cleared Milan to face Red Star due to a lack of legal grounds to exclude them but European soccer's governing body scolded the Italian club in a statement that spoke of the damage they had "already caused to European football".
Red Star gave the home side an early scare when Blagoj Georgiev was picked out unmarked inside the area but Milan's Brazilian goalkeeper Dida saved well.
Brazilian Kaka then went close for Milan before providing the pass that allowed Inzaghi to confidently strike home from inside the area to put Carlo Ancelotti's side ahead.
Milan had chances after the break but Red Star keeper Ivan Randjelovic was in top form as he twice foiled Alberto Gilardino and kept out an effort from Dutchman Clarence Seedorf to ensure the Serbians have everything to play for in the second leg.
Happy b-day Pippo...One of my favorite players, ever...=)
MILAN, Aug 9 (Reuters) - AC Milan striker Filippo Inzaghi celebrated his 33rd birthday with the goal that secured a 1-0 win over Red Star Belgrade in their Champions League third qualifying round, first leg match on Wednesday.
Despite Inzaghi's 22nd minute strike the six-times European champions still have a lot of work to do in the return match in two weeks' time in the Serbian capital.
Milan, who originally finished runners-up in Serie A last season, found themselves in the Champions League qualifying round after being demoted to third place by an Italian sports tribunal that examined a match-rigging scandal.
UEFA cleared Milan to face Red Star due to a lack of legal grounds to exclude them but European soccer's governing body scolded the Italian club in a statement that spoke of the damage they had "already caused to European football".
Red Star gave the home side an early scare when Blagoj Georgiev was picked out unmarked inside the area but Milan's Brazilian goalkeeper Dida saved well.
Brazilian Kaka then went close for Milan before providing the pass that allowed Inzaghi to confidently strike home from inside the area to put Carlo Ancelotti's side ahead.
Milan had chances after the break but Red Star keeper Ivan Randjelovic was in top form as he twice foiled Alberto Gilardino and kept out an effort from Dutchman Clarence Seedorf to ensure the Serbians have everything to play for in the second leg.
Happy b-day Pippo...One of my favorite players, ever...=)
Tuesday, August 08, 2006
Agen Siluman dan Bisnis Sekolah: Ketika Pendidikan Diperdagangkan
Gue dateng ke Belanda lewat bantuan sebuah organisasi yang menamakan dirinya "agen representatif sekolah". Gue memilih sekolah gue yang sekarang setelah menghadiri pameran pendidikan yang diselenggarakan oleh NEC (Netherlands Education Centre), badan resmi pendidikan Belanda yang salah satu cabangnya ada di Jakarta.
Ada beberapa pilihan sekolah yang menarik hati gue saat itu, meskipun pilihan programnya tetap berkisar di bidang komunikasi dan media. Akhirnya, karena salah satu sekolah memiliki "agen representatif" di Jakarta, dan proses pendaftaran serta tetek bengeknya (termasuk mengurus akte kelahiran dan visa di kedutaan Belanda) lebih cepat dan ringkas, gue pun resmi menjatuhkan pilihan di sekolah gue yang sekarang. Tentu saja setelah menilik dan menimbang faktor lainnya, seperti jenis program yang ditawarkan, lamanya studi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Dan jujur aja, entah karena ekspektasi gue terlalu berlebihan, atau memang si sekolah dan "agen representatifnya" tidak memberikan informasi yang akurat dan lengkap, banyak hal yang ternyata berada di luar dugaan gue ketika gue menjalani hari-hari pertama di bangku kuliah. Sistem pendidikan Belanda yang ternyata sangat-sangat berbeda dengan Indonesia (ataupun sistem pendidikan internasional pada umumnya), adanya pemisahan antara University dan University of Profesional Education (atau yang umum disebut Hogeschool), dan banyak hal lain yang seharusnya sih, merupakan tugas si "agen representatif" tadi untuk memberi informasi pada calon student yang akan berangkat menuntut ilmu.
Banyak hal yang menyebalkan di dunia ini, tapi salah satu hal paling kejam menurut gue adalah menjadikan pendidikan sebagai bisnis, dan memperlakukan calon pelajar yang akan menuntut ilmu tak lebih sebagai konsumen. Kenapa? Karena pendidikan itu mempengaruhi masa depan seseorang. Kasus gue mungkin nggak terlalu parah, karena setidaknya gue masih bisa dapet ilmu selama gue studi di sini, meskipun mungkin kadarnya di bawah harapan yang udah gue pasang sebelumnya. Tapi, agen-agen representatif tadi merugikan banyak orang selain gue. Gue tahu seorang pelajar asal Indonesia yang mengeluh nggak bisa mengerti apapun di kelasnya karena bahasa Inggrisnya yang nggak memadai, atau pelajar Cina teman sekelas gue yang bahkan jadi tidak lulus karena reportnya yang nggak bisa dimengerti oleh sang dosen.
Dan orang-orang seperti mereka, kebanyakan hanya mengandalkan agen-agen representatif untuk menjamin mereka masuk ke sekolah yang bersangkutan. Sementara mungkin kualitas mereka sendiri nggak memadai untuk menjadi siswa di sekolah itu. Apakah pelajar hanya dihargai setara dengan calon pembeli? Yang rela membayar berapapun asal bisa masuk ke sekolah yang diinginkan? Sementara itu, sebagian siswa yang lain justru "terperangkap" masuk ke salah satu sekolah karena agen representatif tadi nggak memberi informasi yang memadai, bahkan cenderung menyesatkan.
Mungkin ini hanya salah satu cara sekolah untuk menarik murid sebanyak-banyaknya. Dan gue yakin, untuk sekolah dengan kualifikasi tinggi yang nggak mengandalkan pemasukan dari jumlah murid, kondisi ini nggak mungkin terjadi. Tapi, masa sih orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan itu nggak punya hati nurani? Masa sih, udah nggak ada lahan bisnis lain, sehingga bahkan pendidikan pun jadi diperdagangkan?
(Thanks buat Mbak Niken dari NEC untuk obrolan sorenya yang mencerahkan...)
Ada beberapa pilihan sekolah yang menarik hati gue saat itu, meskipun pilihan programnya tetap berkisar di bidang komunikasi dan media. Akhirnya, karena salah satu sekolah memiliki "agen representatif" di Jakarta, dan proses pendaftaran serta tetek bengeknya (termasuk mengurus akte kelahiran dan visa di kedutaan Belanda) lebih cepat dan ringkas, gue pun resmi menjatuhkan pilihan di sekolah gue yang sekarang. Tentu saja setelah menilik dan menimbang faktor lainnya, seperti jenis program yang ditawarkan, lamanya studi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Dan jujur aja, entah karena ekspektasi gue terlalu berlebihan, atau memang si sekolah dan "agen representatifnya" tidak memberikan informasi yang akurat dan lengkap, banyak hal yang ternyata berada di luar dugaan gue ketika gue menjalani hari-hari pertama di bangku kuliah. Sistem pendidikan Belanda yang ternyata sangat-sangat berbeda dengan Indonesia (ataupun sistem pendidikan internasional pada umumnya), adanya pemisahan antara University dan University of Profesional Education (atau yang umum disebut Hogeschool), dan banyak hal lain yang seharusnya sih, merupakan tugas si "agen representatif" tadi untuk memberi informasi pada calon student yang akan berangkat menuntut ilmu.
Banyak hal yang menyebalkan di dunia ini, tapi salah satu hal paling kejam menurut gue adalah menjadikan pendidikan sebagai bisnis, dan memperlakukan calon pelajar yang akan menuntut ilmu tak lebih sebagai konsumen. Kenapa? Karena pendidikan itu mempengaruhi masa depan seseorang. Kasus gue mungkin nggak terlalu parah, karena setidaknya gue masih bisa dapet ilmu selama gue studi di sini, meskipun mungkin kadarnya di bawah harapan yang udah gue pasang sebelumnya. Tapi, agen-agen representatif tadi merugikan banyak orang selain gue. Gue tahu seorang pelajar asal Indonesia yang mengeluh nggak bisa mengerti apapun di kelasnya karena bahasa Inggrisnya yang nggak memadai, atau pelajar Cina teman sekelas gue yang bahkan jadi tidak lulus karena reportnya yang nggak bisa dimengerti oleh sang dosen.
Dan orang-orang seperti mereka, kebanyakan hanya mengandalkan agen-agen representatif untuk menjamin mereka masuk ke sekolah yang bersangkutan. Sementara mungkin kualitas mereka sendiri nggak memadai untuk menjadi siswa di sekolah itu. Apakah pelajar hanya dihargai setara dengan calon pembeli? Yang rela membayar berapapun asal bisa masuk ke sekolah yang diinginkan? Sementara itu, sebagian siswa yang lain justru "terperangkap" masuk ke salah satu sekolah karena agen representatif tadi nggak memberi informasi yang memadai, bahkan cenderung menyesatkan.
Mungkin ini hanya salah satu cara sekolah untuk menarik murid sebanyak-banyaknya. Dan gue yakin, untuk sekolah dengan kualifikasi tinggi yang nggak mengandalkan pemasukan dari jumlah murid, kondisi ini nggak mungkin terjadi. Tapi, masa sih orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan itu nggak punya hati nurani? Masa sih, udah nggak ada lahan bisnis lain, sehingga bahkan pendidikan pun jadi diperdagangkan?
(Thanks buat Mbak Niken dari NEC untuk obrolan sorenya yang mencerahkan...)
Wednesday, August 02, 2006
Teringat Masa Itu...
Mocca - I remember (OST Catatan Akhir Sekolah)
I remember...The way you glanced at me, yes I remember
I remember...When we caught a shooting star, yes I remember
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn
Do you remember..?
When we were dancing in the rain in that december
And I remember..When my father thought you were a burglar
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn
I remember.. The way you read your books,
yes I remember
The way you tied your shoes,
yes I remember
The cake you loved the most,
yes I remember
The way you drank you coffee,
I remember
The way you glanced at me, yes I remember
When we caught a shooting star,
yes I remember
When we were dancing in the rain in that december
And the way you smile at me,
yes I remember
*Baru nonton VCD Catatan Akhir Sekolah (setelah berhasil men-submit thesis tadi sore, hehe), dan jadi mengenang masa SMA*
Seragam putih abu-abu, ketawa dan bercanda sepanjang waktu, bolos pelajaran Bahasa Indonesia dan malah nongkrong di pinggir lapangan bola, dulu-duluan keluar pas jam istirahat buat berjuang rebutan bala-bala (a.k.a bakwan) di kantin 9, ijin ke WC padahal janjian sama gebetan di pendopo, deg-degan dipanggil ke depan buat ngerjain soal matematika, dihukum push up karena telat dateng pelajaran olah raga, berusaha keras nahan air mata waktu abis berantem sama pacar, ngegodain cowok kelas satu yang masih cupu, latihan band mati-matian buat tampil di acara sekolahan, nyiptain kode-kode aneh buat kerja sama waktu ulangan, ngerjain guru baru yang tampangnya lucu, ketangkep make rok yang panjangnya di atas lutut, ngeri setiap kali praktikum kimia karena gosip hantu di laboratorium, bahkan ngelirik frater ganteng di kapel samping sekolah!
Masa SMA. Berjuta kenangan yang nggak mungkin terlupakan =)Kamu juga-kah?
I remember...The way you glanced at me, yes I remember
I remember...When we caught a shooting star, yes I remember
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn
Do you remember..?
When we were dancing in the rain in that december
And I remember..When my father thought you were a burglar
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn
I remember.. The way you read your books,
yes I remember
The way you tied your shoes,
yes I remember
The cake you loved the most,
yes I remember
The way you drank you coffee,
I remember
The way you glanced at me, yes I remember
When we caught a shooting star,
yes I remember
When we were dancing in the rain in that december
And the way you smile at me,
yes I remember
*Baru nonton VCD Catatan Akhir Sekolah (setelah berhasil men-submit thesis tadi sore, hehe), dan jadi mengenang masa SMA*
Seragam putih abu-abu, ketawa dan bercanda sepanjang waktu, bolos pelajaran Bahasa Indonesia dan malah nongkrong di pinggir lapangan bola, dulu-duluan keluar pas jam istirahat buat berjuang rebutan bala-bala (a.k.a bakwan) di kantin 9, ijin ke WC padahal janjian sama gebetan di pendopo, deg-degan dipanggil ke depan buat ngerjain soal matematika, dihukum push up karena telat dateng pelajaran olah raga, berusaha keras nahan air mata waktu abis berantem sama pacar, ngegodain cowok kelas satu yang masih cupu, latihan band mati-matian buat tampil di acara sekolahan, nyiptain kode-kode aneh buat kerja sama waktu ulangan, ngerjain guru baru yang tampangnya lucu, ketangkep make rok yang panjangnya di atas lutut, ngeri setiap kali praktikum kimia karena gosip hantu di laboratorium, bahkan ngelirik frater ganteng di kapel samping sekolah!
Masa SMA. Berjuta kenangan yang nggak mungkin terlupakan =)Kamu juga-kah?
Subscribe to:
Posts (Atom)