Salah satu elemen paling penting dalam traveling adalah akomodasi. Di mana kita menginap? Kalau travelingnya dalam rangka vacation alias berlibur sih justru masalah memilih hotel ini termasuk yang paling seru. Buka tutup situs booking hotel online, liat review di situs-situs traveling, baca blog dan forum, pokoknya semua dilakukan supaya bisa dapet hotel yang keren, murah, lokasi pas, dan child friendly untuk yang bawa anak.
Tapi gimana kalau perjalanan yang dilakukan adalah bagian dari pekerjaan, atau dinas kantor, atau tugas-tugas yang kita nggak bisa memilih sendiri akomodasinya? Nah, ini dia nih yang suka bikin deg-degan.. Untuk gue yang termasuk golongan penakut (dalam hal-hal tertentu terutama menyangkut dunia lain), urusan hotel ini suka bikin ketar-ketir juga. Paling malesss kalo dapet hotel yang tua, atau letaknya terpencil, atau dateng di saat low season yang kayaknya satu lantai cuman gue sendirian. Hiiii... Atau kalau kebetulan dateng ke daerah yang masih kurang berkembang, harus siap dapet hotel yang jorok, kamarnya kecil, atau fasilitasnya memprihatinkan. Anyway, gue kepingin share sedikit tentang beberapa pengalaman aneh-aneh selama menginap di berbagai hotel (dan hostel).
Pengalaman paling spooky mungkin saat gue menginap di Takengon, sebuah kota kecil di provinsi Aceh. Saat itu gue bekerja di salah satu NGO Jerman, dan kita harus stay di sana selama kurang lebih 2 mingguan. Hotel yang kita tempati adalah hotel terbesar di kota itu, tapi juga merupakan hotel paling tua, dan sialnya, belum direnovasi sejak puluhan tahun lalu. Kamarnya besar, dengan penerangan remang-remang. Untungnya gue masih ditempatkan di kamar yang bersebelahan dengan bos gue yang orang Perancis. Yang cukup mengganggu, setiap malam sekitar pk.10.00, hotel ini memutus aliran listriknya! Memang sih, kadang suka dipasang genset juga, tapi nggak selalu genset berfungsi dengan sempurna. Yang ada gue selalu deg-degan setiap kali mendekati jam 10 malam. Satu lagi yang bikin parno: berhubung penakut, gue selalu nyalain TV sepanjang malam tiap kali nginep di hotel yang agak shady. Dan selama di Takengon, berhubung nggak ada TV cable, akhirnya terpaksa nyalain TV lokal. Sialnya lagi, saat itu lagi sering banget diputer trailer promo film Kuntilanak yang sedang tayang di bioskop. Jadi tiap kali udah mulai keluar promo itu, gue cepet-cepet ganti channel TV. Stress berat!! Tapi anehnya, waktu gue iseng ngintip ke kamar bos gue, dia sih kayaknya enjoy-enjoy aja stay di hotel itu. Balkonnya selalu dibuka lebar untuk tempat ngerokok (sementara gue nggak pernah mau mendekati balkon kamar gue terutama malem-malem), dan dia bilang, kalo pas mati lampu, ya dia langsung tidur aja. Hebat! Sementara salah satu kolega gue, seorang cewek Jerman, malah dapet kamar yang ada lukisan perempuan berukuran super besar, tepat di belakang tempat tidurnya dan berhadapan dengan cermin. Hiiii....Dan si cewek Jerman malah hepi banget. "Isn't it beautiful?" Sementara gue diam-diam bersyukur, untuuuung bukan gue yang dapet kamar itu! Bisa nggak tidur 2 minggu deh...
Pengalaman spooky berikutnya terjadi beberapa bulan kemudian, saat NGO tempat gue berkerja tersebut mengadakan workshop di Srilanka. Dan tipikal bos-bos gue di sana yang serba nyentrik, bukannya memilih hotel berbintang di kota besar, tapi malah hotel tua di kota pegunungan Bandarawela yang menjadi venue sekaligus tempat menginap saat itu. Hotelnya tua, kuno, antik, pokoknya favorit para bos bule yang waktu itu dateng ke sana, tapi sama sekali not my kind of place! Gue langsung deg-degan melihat kamarnya yang masih menggunakan tempat tidur besi model tinggi, bathtub besar berkaki tinggi, dan cermin raksasa serta penerangan remang-remang. Huhuhu! Mana kita masing-masing sekamar sendiri, pula. Di dalam kamar memang ada TV, tapi nggak ada channel yang bisa tertangkap dengan baik! Dooh... Gue lebih ketar-ketir lagi waktu sadar kamar di kiri-kanan gue kosong, dan menyambut dengan sukacita saat di malam kedua, ada bapak-bapak yang menempati kamar sebelah. Suaranya nyanyi-nyanyi di waktu malam menjadi penghibur buat gue. Yang bikin nyesel, ternyata temen-temen gue dari Thailand, Vietnam dan negara Asia lain sama penakutnya kayak gue, dan kita baru nyadar di hari terakhir kenapa nggak sharing room aja dari awal? Zzzz...
Satu lagi yang nggak bisa gue lupakan adalah saat gue bekerja di majalah, dan harus meliput perjalanan honeymoon para pemenang kuis yang hadiahnya adalah stay di salah satu resort di daerah Ubud, Bali. Resortnya bergaya-gaya tradisional gitu, dan setiap pasangan honeymoon berhak mendapatkan private vila sendiri. Nah, yang bikin stress, ternyata gue juga ditempatkan di sebuah private vila bertingkat tiga, sendirian! Ngok. Mending kalo vilanya bergaya minimalis modern ceria gitu, lah ini malah berbau tradisional etnik, dengan lukisan-lukisan penari Bali segede-gede layar tancep. Waktu staff resort mengantar gue ke master bedroom berukuran super luas, dengan tempat tidur berkelambu, langit-langit kayu gelap, dan tidak ada TV, gue rasanya langsung pengen kabur. Untungnya gue menemukan sebuah kamar tidur tambahan di lantai paling bawah, ukurannya lebih kecil dan at least ada TV lah. Tapi semaleman itu asli gue nggak bisa tidur, karena meski sudah menutup dan mengunci pintu kamar, tetep aja gue kebayang-bayang vila berukuran gede gitu cuman gue sendirian. Keueung, kalo bahasa Sundanya sih. Makanya di hari kedua, gue membujuk-bujuk fotografer yang orang Bali untuk ikut stay di salah satu kamar di vila gue itu. Untungnya dia mau, dan karena sama-sama penakut, kita membuka lebar-lebar pintu kamar masing-masing supaya bisa saling teriak kalau ada apa-apa. Lebay ya? :D
Selain pengalaman spooky, ada juga sih pengalaman yang aneh-aneh lagi. Pernah waktu gue ke Brussels sama nyokap, kita pesen hotel dari internet, salah satu situs booking gitu deh. Kebetulan ada hotel yang lokasinya bagus, harga ga mahal, dan kalo liat foto-foto di websitenya lumayan oke lah. Ternyataaaa...begitu nyampe sana, kita dapet kamar yang gak ada kamar mandinya, alias sharing bathroom. Tapi yang bikin aneh lagi, ada shower nyempil di pojok kamar, tanpa tirai, tanpa pintu. Ya ampuuun.... Pas gue protes sama resepsionisnya, bukannya minta maaf, ehh dia malah ngeles. Dia bilang, makanya jangan pernah pesen dari internet, you never know what you're gonna get. Gilak ya, gue rasa si resepsionis lagi mabok deh. Tanpa banyak cingcong, gue sama nyokap langsung pindah ke Ibis, dan meski manajer hotel gendeng itu sempet minta maaf dan menawarkan kamar yang lebih bagus, kita tetep angkat kaki dari sana.
Menginap di kota Lae di Papua Nugini juga membawa kenangan tersendiri buat gue. Selain karena gue dan bos gue nyaris nggak bisa bayar hotel akibat semua kartu kredit kita ditolak, sementara limit ATM sudah tidak mencukupi, gue juga sempet tidur di hotel yang ternyata memiliki stok kecoak super banyak! Hebatnya, kecoak-kecoak ini bisa bersembunyi di siang hari saat terang benderang, yang membuat kamar berkesan bersih dan normal. Tapi begitu malam tiba, mereka berlomba-lomba keluar dari tempat persembunyian, daaannn...gue sukses terbangun di malam pertama dengan beberapa kecoak merayapi tangan gue!
Selain fasilitas fisik hotel, kelakuan tamu-tamu di dalamnya juga suka mengundang tanda tanya. Waktu gue kuliah di Belanda, gue pernah backpacking sama temen-temen kuliah ke Barcelona. Kita nginep di satu hostel di daerah Passeig de Gracia, yang sayangnya namanya gue udah lupa, padahal hostelnya sangat recommended. Lokasinya bagus, harga oke, dan hostelnya bersih, dengan gaya interior art deco yang keren. Waktu itu kita dapet kamar yang berenam, dan berhubung kita cuman pergi berempat, jadi kita sekamar dengan dua orang tak dikenal, yang kebetulan adalah cowok-cowok keturunan Amerika Latin. Yang harus diingat dan dipersiapkan kalau nginep di hostel kayak gini adalah mental menghadapi keanehan teman sekamar. Dan benar saja, salah seorang cowok itu, sebelum tidur tiap malam selalu melakukan ritual: buka baju di depan kita, termasuk celana, dan hanya memakai celana dalam (bukan boxer, sodara-sodara!) waktu tidur. Alhasil gue dan temen-temen gue yang kebanyakan orang Asia, hanya bisa terkikik-kikik di balik bantal tiap kali ritual itu berlangsung. Untungnya, cowok itu berbadan bagus dan tampangnya juga oke. Kebayang kalo model-model preman gitu ya? Atau model bapak-bapak gendut? Huhuhu!
Kalau lagi tugas ke daerah di Indonesia, gue juga suka mengalami yang agak aneh-aneh. Di Banda Aceh misalnya, gue menginap di Sulthan Hotel International yang memang sudah agak tua (gue nggak tau kalo di sana sekarang sudah ada Swisbel Hotel!). Model kamarnya khas banget hotel tua, luas tapi minim perabotan. Berasa kayak kosong banget suasananya. Dan gong nya adalah waktu tengah malem, tiba-tiba atep di kamar gue bocor, plafonnya semacam jebol gitu, dan tiba-tiba air membanjir banyaaak banget. Ternyata pipa di kamar mandi gue bocor, dan airnya sudah menjalar sampai ke plafon kamar. Bayangin aja tengah malem kebangun karena ada hujan di dalam kamar. Surreal banget! Akhirnya para tukang pun membetulkan kamar gue sambil guenya terkantuk-kantuk, karena disuruh pindah kamarpun rasanya udah males banget.
Kejadian aneh juga terjadi waktu gue nginep di Quality Hotel, hotel paling "bagus" di Gorontalo. Memang sih, interior kamarnya lumayanlah, mirip-mirip Swisbel gitu tipenya. Tapi di tengah malam (kenapa ya kejadian aneh selalu berlangsung di tengah malam?) tiba-tiba AC di kamar ngadat, berbunyi-bunyi aneh, dan mendadak mengeluarkan kepingan-kepingan es batu! Gue yang lagi tidur mendadak kebangun karena disambit oleh kepingan-kepingan es batu berbagai ukuran. Pas gue cerita di Twitter besokannya, banyak yang komen "Mustinya sedia gelas aja, buat minum Coca Cola". Zzzz!
Salah satu peristiwa tak terlupakan juga pernah gue ceritain di sini, saat gue liburan sama keluarga besar nyokap, dan memutuskan untuk extend di Hotel Oasis Legian sama adek gue. Hotelnya sih bersih, bagus, minimalis dan harganya ramah di kantong. Lokasinya juga cihuy. Tapi....anehnya ada bau-bau nggak sedap di sekitar balkon kamar tidur kita. Yang mengagetkan, waktu baru pulang jalan-jalan, ada segerombolan petugas polisi mengerubungi balkon kamar di sebelah kamar kita. Ternyata...bau-bau nggak sedap itu berasal dari janin yang ditemukan di balkon kamar sebelah! Oh no...horror banget nggak sih? Padahal kita berkeliaran di deket balkon itu terus selama stay di sana. Hiks!
Satu lagi deh pengalaman horor terakhir untuk kali ini. Kejadiannya udah lumayan lama, waktu gue masih SMA lah. Gue liburan rame-rame dengan keluarga ke Singapore, dan menginap di hotel Marina Mandarin. Kebetulan waktu itu gue sekamar dengan sepupu gue dan salah seorang tante. Sejujurnya nggak ada yang terlalu bersemangat untuk sekamar dengan si tante ini, karena kemampuan beliau untuk melihat hal-hal yang tak kasat mata, alias punya sixth sense gitu deh... Dan bener ajaaa..kejadian lah di malam pertama kita nginep di sana. Tante gue tiba-tiba ngigo pake bahasa aneh gitu, sampe gue dan sepupu gue kebangun. Bangunin si tante, eh dia nggak bangun-bangun, malah makin heboh gitu deh kayak ngobrol sama orang. We were scared like sh*t! Pas akhirnya berhasil bangunin si tante, ehhh doi nggak mau cerita gitu ada apaan. Barulah waktu kita mau check out beberapa hari kemudian, dia cerita emang digangguin sama orang India gitu, yang keliatan stress banget. Dan selidik punya selidik, kata staff hotel sih, emang pernah ada orang India bunuh diri di kamar itu, karena bankrupt. Shoot.
Pengalaman serem, horor, menakutkan, dan menjengkelkan, memang menyebalkan saat dialami, tapi bisa menjadi bumbu cerita kita saat mengenang petualangan yang sudah lewat. Justru kadang, pengalaman buruk dan mengerikan lah yang susah untuk dilupakan. And even though it felt bad when it happened, at least you will have some good stories to share over a glass of beer when you hang out with your friends!
good share mbak.
ReplyDelete@ Kang Jum: makasih ya udah mampir!
ReplyDelete