Kemaren pas lagi blogwalking di sela-sela bikin report (halah...padahal banyakan browsingnya), gue menemukan sebuah blog lucu. Isinya tentang semua hal yang menyangkut tahun 80-an.Taglinenya aja udah bikin senyum senyum sendiri: Memble tapi Kece. Hehehe, berasa lagi baca buku-buku Lupus jaman dulu.
Dibilang generasi yang besar di tahun 80-an mungkin nggak sepenuhnya bener buat gue. Gue lahir di penghujung tahun 80, dan ingatan tentang dekade itu sebagian cuma samar-samar aja. Jadi waktu gue menelusuri blog itu, nggak semua fenomena tahun 80-an yang ada di sana familiar buat gue.
Tapi bahagia banget waktu baca postingan tentang jajanan tahun 80-an, dengan wafer superman dan cokelat ayam, permen chelsea dan cocorico, minuman vitacharm dan jus kotak GoGo, atau jajanan penuh bumbu penyedap seperti Anak Mas dan Krip-krip. Berasa semua rasa makanan itu ada lagi di lidah gue.
Juga waktu gue baca postingan tentang Buku Trio Detektif (favorit gue banget, bahkan masih ngelengkapin koleksinya sampe sekarang), Film-film Warkop DKI dan Catatan si Boy, Albumnya Vina Panduwinata dan bahkan bahasan tentang Coverboy & Covergirl majalah MODE! Hahaha...
Berasa balik lagi ke jaman dulu, jaman di mana seragam kebangsaan kakak cowok gue adalah wristband dan headband, dengan gaya-gaya breakdance amatirannya itu..Jaman di mana uang jajan gue selalu abis buat koleksi sapu tangan dan pritilan Hello Kitty dan Sanrio...Jaman di mana seratus rupiah itu bisa dapet Krip-krip 4 bungkus...Jaman di mana mobil VW Kodok bukanlah mobil gaul tapi emang mobil kebanyakan..
Jaman yang buat gue, berarti 1 kata: childhood...=)
Tuesday, May 23, 2006
Monday, May 15, 2006
Future Talk
It's like 4 months to my graduation day (if everything is going smoothly), and one of the most popular topics nowadays between me and my foreign classmates is about "going home...or stay?"
For me, the question is rethorical. Of course I will go home! Back to my beloved country...and from my so-called-idealistic-point-of-view, "Do something for Indonesia".
But true, this thought is getting more and more vague. My Latin American friends said to me to at least consider staying here, try to find a job...or a man! Hehehe...They remind me of all the great possibilities if I stay here. More money, better future, and as my Honduran friend said "You can do something for your country better if you had more experiences here."
My friend from Nicaragua even try to find a woman who wants to pretend being his fiancee, to make him easier getting the residence permit here.Talking about effort!
Okay, try not to think about the difficulties first, about my limitation in Dutch language, about the priority they have for the European Union citizens, and about the small opportunities of finding the job I really want here.
Think first about "Do I really want to stay here?" In the country that has freaking system for almost everything, from the education system to the gas and electricity payment system...In the country where you could really know the meaning of "bad weather"...In the country that will cost you a lot just to find a proper place to stay...
Anyway...Maybe it's not about idealistic reason anymore..Maybe the reason why I want to go back is simple. The familiarity of everything, the comfort I have around my friends and family. Or in other words, the crazy, chaotic place I called home..
For me, the question is rethorical. Of course I will go home! Back to my beloved country...and from my so-called-idealistic-point-of-view, "Do something for Indonesia".
But true, this thought is getting more and more vague. My Latin American friends said to me to at least consider staying here, try to find a job...or a man! Hehehe...They remind me of all the great possibilities if I stay here. More money, better future, and as my Honduran friend said "You can do something for your country better if you had more experiences here."
My friend from Nicaragua even try to find a woman who wants to pretend being his fiancee, to make him easier getting the residence permit here.Talking about effort!
Okay, try not to think about the difficulties first, about my limitation in Dutch language, about the priority they have for the European Union citizens, and about the small opportunities of finding the job I really want here.
Think first about "Do I really want to stay here?" In the country that has freaking system for almost everything, from the education system to the gas and electricity payment system...In the country where you could really know the meaning of "bad weather"...In the country that will cost you a lot just to find a proper place to stay...
Anyway...Maybe it's not about idealistic reason anymore..Maybe the reason why I want to go back is simple. The familiarity of everything, the comfort I have around my friends and family. Or in other words, the crazy, chaotic place I called home..
Friday, May 05, 2006
Places I Love The Most
Kalo ada satu tempat yang bisa bikin gue ngerasa seperti di rumah sendiri, itu adalah toko buku. Dari dulu gue selalu suka nongkrong di toko buku, sekedar liat", browsing buku baru, cari buku lama, atau menikmati suasana...Wangi yang khas dari lembaran" kertas, rak" tinggi menjulang, dan orang" yang tenggelam dalam dunianya masing"...
Kalo di Bandung, gue paling seneng nongkrong di Gramedia lantai paling atas, tempat buku anak" dan novel" fiksi dijual. Gue seneng ngeliat orang tua yang lagi ngedampingin anaknya milih" buku, sementara gue sendiri sibuk browsing novel" Agatha Christie, salah seorang pengarang terbaik sepanjang masa menurut gue..
Omunium juga salah satu tempat nongkrong favorit gue. Orang" nya ramah", dan punya pengetahuan yang luas soal buku, jadi nggak segan" memberi komentar atau saran tentang suatu buku kalo kita minta. Biasanya gue nyulik si Tha ke toko kecil yang terletak di depan mantan sekolah gue itu. Cari" buku mulai dari Trio Detektif (yang bikin gue terkenang" sama masa kecil dulu), Kahlil Gibran dan Paulo Coelho, buku" sastra yang lumayan berat kayak Pramoedya (alm) atau Remy Silado, sampe sastra Indonesia kontemporer karya" angkatan Ayu Utami dan kawan"nya. Dan yang paling menyenangkan dari Omunium adalah harga buku" nya yang di bawah kisaran toko" besar pada umumnya...
Di Jakarta, gue paling suka nongkrong di Kinokuniya Plaza Senayan. Tinggal pilih salah satu bangku di pojokan, ambil satu novel berbahasa inggris yang kadang nggak sanggup gue beli dengan gaji reporter gue yang nge pas (hahaha, it's true!), trus mulai deh...memanfaatkan toko buku seperti perpustakaan... Sampe pernah, gue disamperin satpamnya karena udah terlalu lama nongkrong disana. Tapi gue nggak kapok, dan terus datang lagi....Sayangnya, nggak semua buku disana available untuk dibaca", karena sebagian besar masih dibungkus plastik...
Aksara Kemang juga tempat yang menyenangkan. Banyak buku" aneh terutama tentang musik, film dan fotografi yang dijual di sana. Suasananya juga menyenangkan, karena sering ada acara" menarik seperti diskusi dan eksibisi di sana. Dan kadang, kalo lagi musim korting, Aksara sering nggak tanggung" dalam menurunkan harga.
Hmm..kalo di luar Indonesia, gue paling seneng sama toko buku Borders di Singapura. Tempatnya bener" nyaman buat nongkrong berjam".. Buku"nya nggak ada yg diplastikin, dan kita boleh pilih posisi seenaknya untuk baca" buku yg ada di sana, dari mulai ngejogrok di sofa sampai lesehan di karpet. Nggak heran toko ini rame terus, apalagi kalo weekend dia masih buka sampai midnight..
Selama gue di Belanda, toko buku jadi satu hal yang cukup mewah buat gue. Bukannya apa", tapi disini jarang banget toko yang jual buku dalam Bahasa Inggris dengan harga miring. Yang ada, kalo nggak harganya mahal, ya jualnya buku" berbahasa Belanda. Nasib tinggal di negara yang nggak memakai bahasa Inggris sebagai bahasa utama...
American Book Center (ABC) di Den Haag adalah satu dari sedikit toko yang menjual buku bahasa Inggris. Sayang, tempatnya kecil, dan terlalu crowded. Tapi di lantai dua yang menyerupai loteng kecil, banyak buku" lama dan secondhand yang dijual dengan harga murah.
Waterstone's di Amsterdam juga jual buku" bahasa Inggris, secara dia adalah cabang dari salah satu toko buku terbesar di Inggris. Tapi tempatnya nggak terlalu nyaman, bukan tempat yang tepat kalo kita pengen berlama" menikmati suasana.
Anyway...Kayanya kalo mau nulis tentang ini, bisa nggak berenti"...Yang jelas, toko buku jadi satu tempat yang wajib banget buat didatangin seandainya gue singgah ke suatu kota...Terutama kalo gue lagi merasa lost banget, dan pengen feels at home...
Kalo di Bandung, gue paling seneng nongkrong di Gramedia lantai paling atas, tempat buku anak" dan novel" fiksi dijual. Gue seneng ngeliat orang tua yang lagi ngedampingin anaknya milih" buku, sementara gue sendiri sibuk browsing novel" Agatha Christie, salah seorang pengarang terbaik sepanjang masa menurut gue..
Omunium juga salah satu tempat nongkrong favorit gue. Orang" nya ramah", dan punya pengetahuan yang luas soal buku, jadi nggak segan" memberi komentar atau saran tentang suatu buku kalo kita minta. Biasanya gue nyulik si Tha ke toko kecil yang terletak di depan mantan sekolah gue itu. Cari" buku mulai dari Trio Detektif (yang bikin gue terkenang" sama masa kecil dulu), Kahlil Gibran dan Paulo Coelho, buku" sastra yang lumayan berat kayak Pramoedya (alm) atau Remy Silado, sampe sastra Indonesia kontemporer karya" angkatan Ayu Utami dan kawan"nya. Dan yang paling menyenangkan dari Omunium adalah harga buku" nya yang di bawah kisaran toko" besar pada umumnya...
Di Jakarta, gue paling suka nongkrong di Kinokuniya Plaza Senayan. Tinggal pilih salah satu bangku di pojokan, ambil satu novel berbahasa inggris yang kadang nggak sanggup gue beli dengan gaji reporter gue yang nge pas (hahaha, it's true!), trus mulai deh...memanfaatkan toko buku seperti perpustakaan... Sampe pernah, gue disamperin satpamnya karena udah terlalu lama nongkrong disana. Tapi gue nggak kapok, dan terus datang lagi....Sayangnya, nggak semua buku disana available untuk dibaca", karena sebagian besar masih dibungkus plastik...
Aksara Kemang juga tempat yang menyenangkan. Banyak buku" aneh terutama tentang musik, film dan fotografi yang dijual di sana. Suasananya juga menyenangkan, karena sering ada acara" menarik seperti diskusi dan eksibisi di sana. Dan kadang, kalo lagi musim korting, Aksara sering nggak tanggung" dalam menurunkan harga.
Hmm..kalo di luar Indonesia, gue paling seneng sama toko buku Borders di Singapura. Tempatnya bener" nyaman buat nongkrong berjam".. Buku"nya nggak ada yg diplastikin, dan kita boleh pilih posisi seenaknya untuk baca" buku yg ada di sana, dari mulai ngejogrok di sofa sampai lesehan di karpet. Nggak heran toko ini rame terus, apalagi kalo weekend dia masih buka sampai midnight..
Selama gue di Belanda, toko buku jadi satu hal yang cukup mewah buat gue. Bukannya apa", tapi disini jarang banget toko yang jual buku dalam Bahasa Inggris dengan harga miring. Yang ada, kalo nggak harganya mahal, ya jualnya buku" berbahasa Belanda. Nasib tinggal di negara yang nggak memakai bahasa Inggris sebagai bahasa utama...
American Book Center (ABC) di Den Haag adalah satu dari sedikit toko yang menjual buku bahasa Inggris. Sayang, tempatnya kecil, dan terlalu crowded. Tapi di lantai dua yang menyerupai loteng kecil, banyak buku" lama dan secondhand yang dijual dengan harga murah.
Waterstone's di Amsterdam juga jual buku" bahasa Inggris, secara dia adalah cabang dari salah satu toko buku terbesar di Inggris. Tapi tempatnya nggak terlalu nyaman, bukan tempat yang tepat kalo kita pengen berlama" menikmati suasana.
Anyway...Kayanya kalo mau nulis tentang ini, bisa nggak berenti"...Yang jelas, toko buku jadi satu tempat yang wajib banget buat didatangin seandainya gue singgah ke suatu kota...Terutama kalo gue lagi merasa lost banget, dan pengen feels at home...
Tuesday, May 02, 2006
Eternal Sunshine of The Spotless Mind
Kalau sedang dihadapkan sama sebuah masalah, kita jadi bisa melihat hidup dari sudut pandang yang berbeda.
Setiap orang punya masalah masing". Orang" optimis menyebutnya sebagai "tantangan". Tapi gue, simply call it "freaking annoying problem". Pendekatan orang ke masalahnya pun cenderung berbeda".
Seorang sahabat gue di tempat yang jauh bilang, yang perlu gue lakukan adalah berdamai dengan hidup gue sendiri. Try to find a proper place for myself..and live my life as if I would die tomorrow.
Seorang sahabat gue yang lain mengingatkan gue supaya mulai fair sama perasaan gue sendiri, dan jangan terlalu memikirkan perasaan orang lain. Belajar untuk deal dengan perasaan gue, adalah satu hal yang sedari dulu sangat sulit untuk gue lakukan..
Seorang teman gue, orang Belanda yang sama sekali nggak tau masalah apa yang sedang gue alamin, pernah bilang kalo cara dia mengatasi masalah adalah dengan menjalaninya seolah nggak terjadi apapun. "The trick is to keep on breathing..."
Sementara adek gue, one of the few people that truly understand my way of thinking, bilang ke gue kalo "jangan dipikirin, karena these too shall pass..."
Ada cara yang mudah untuk mengatasi masalah, ada cara yang sulit. Ada jalan pintas yang bisa diambil, tapi ada juga pelajaran yang lebih berharga yang pantas untuk didapat. Ada rasa ingin memaafkan, namun tetap tidak bisa melupakan.
Tapi yang pasti, email dan sms, chatting dan percakapan telepon, obrolan tengah malam, atau dalam kata lain, teman-teman. Just to know that I'm not alone. Itu yang paling penting. And I could really have the eternal sunshine of my spotless mind...
Thanks guys...
Setiap orang punya masalah masing". Orang" optimis menyebutnya sebagai "tantangan". Tapi gue, simply call it "freaking annoying problem". Pendekatan orang ke masalahnya pun cenderung berbeda".
Seorang sahabat gue di tempat yang jauh bilang, yang perlu gue lakukan adalah berdamai dengan hidup gue sendiri. Try to find a proper place for myself..and live my life as if I would die tomorrow.
Seorang sahabat gue yang lain mengingatkan gue supaya mulai fair sama perasaan gue sendiri, dan jangan terlalu memikirkan perasaan orang lain. Belajar untuk deal dengan perasaan gue, adalah satu hal yang sedari dulu sangat sulit untuk gue lakukan..
Seorang teman gue, orang Belanda yang sama sekali nggak tau masalah apa yang sedang gue alamin, pernah bilang kalo cara dia mengatasi masalah adalah dengan menjalaninya seolah nggak terjadi apapun. "The trick is to keep on breathing..."
Sementara adek gue, one of the few people that truly understand my way of thinking, bilang ke gue kalo "jangan dipikirin, karena these too shall pass..."
Ada cara yang mudah untuk mengatasi masalah, ada cara yang sulit. Ada jalan pintas yang bisa diambil, tapi ada juga pelajaran yang lebih berharga yang pantas untuk didapat. Ada rasa ingin memaafkan, namun tetap tidak bisa melupakan.
Tapi yang pasti, email dan sms, chatting dan percakapan telepon, obrolan tengah malam, atau dalam kata lain, teman-teman. Just to know that I'm not alone. Itu yang paling penting. And I could really have the eternal sunshine of my spotless mind...
Thanks guys...
Subscribe to:
Posts (Atom)